BANJAR BARU. Akibat hujan di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan (Kalsel) seharian kemarin (13/01), banjir yang sebelumnya sudah merendam beberapa daerah di Kalsel, semakin meluas ke kabupaten-kabupaten lainnya. Banjir awalnya hanya merendam Kabupaten Banjar dan Tanah Laut, sekarang sudah mencapai Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara dan Tapin
Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalsel Dwi Putra menjelaskan, 209.884 hektare lahan pertanian pangan di 12 kabupaten/kota rusak akibat banjir Kalsel.
“Rusak akibat banjir awal tahun 2021 ini. Hanya Kabupaten Kotabaru yang melaporkan masih nihil,” kata Ketua SPI Kalsel, Dwi Putra di Banjarbaru (19/01).
Lahan seluas 209.884 hektar ini terdiri dari 188.895 hektare sawah padi dan 20.989 hektare pertanian palawija, hortikultura, serta kolam budidaya ikan.
Berdasarkan catatan SPI Kalsel, kata dia, ada 5 kabupaten terluas kerusakan lahan pertanian. Yaitu Kabupaten Barito Kuala 64.133 hektare, Kabupaten Tanah Laut 37.440 hektare, Kabupaten Banjar 33.309 hektare, Kabupaten Hulu Sungai Tengah 17.985 hektare, dan Kabupaten Tapin 16.479 hektare.
Menurut dia, semua lahan pertanian ini berstatus lahan aktif yang selalu dibudidayakan pertanian tanaman pangan di Kalsel. Dwi mengatakan laporan perkiraan sementara petani dan keluarga petani yang mengungsi akibat bencana ekologi banjir ini sekitar 18.000 jiwa.
“Kerugian materi ditaksir puluhan miliar,” katanya.
Menyiapkan solidaritas pangan kepada para korban banjir
Ia memprediksi produk pangan sayur-sayuran (hortikultura), palawija, dan ikan akan menyumbang inflasi mulai bulan Januari 2021. Sementara untuk beras diperkirakan mengalami kenaikan sedikit karena pasokan masih cukup aman dari panen tahun 2020.
Namun, Dwi mengingatkan bahwa hasil panen padi tahun 2020 berupa Gabah Kering Giling (GKG) banyak juga yang rusak di penyimpanan para petani.
“Ini akan menjadi penyebab berkurangnya stok beras dan bisa memicu kenaikan harga,” ucap Dwi Putra.
Ia menerangkan Kawasan Daulat Pangan (KDP) SPI Kalsel di Desa Penggalaman dan sekitarnya (Desa sungai Batang dan Desa Sungai Rangas) lahan pertaniannya sebesar 90% terendam banjir. Akibatnya, kerugian petani semakin bertambah.
Rumah Pak Sarijan, petani SPI yang jadi tuan rumah deklarasi Kawasan Daulat Pangan beberapa waktu lalu
“Para petani kolam ikan patin memasang jaring keliling untuk menahan sebagian ikan yang sedang dibudidayakan. KDP SPI Kalsel juga merupakan penghasil ikan kolam (patin, emas dan nila) untuk suplai ke provinsi tetangga (Kalteng dan Kaltim),” paparnya.
“Banjir ini jelas ancam kedaulatan pangan masyarakat kalimantan,” sambungnya.
Mengenai banjir ini, Dwi Putra menjelaskan, 50 persen wilayah daratan Kalsel sudah dikonversi menjadi pertambangan dan perkebunan monokultur sawit. Sisa hutan hanya berada di kawasan Pegunungan Meratus.
“Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit dan pertambangan membuat Kalsel sangat tinggi potensi bencana ekologisnya,” tegasnya.
Dwi menambahkan, SPI Kalsel bersama Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalsel dan pihak terkait terus berusaha membantu mengevakuasi dan mendistribusikan solidaritas bantuan yang sudah digalang dari berbagai pihak.
“Kita turun langsung ke lapangan, membantu sebisa mungkin kepada petani anggota SPI dan masyarakat umum yang terdampak banjir. Untuk itu kami ucapkan terimakasih atas solidaritas dan bantuan yang sudah disampaikan,” tutupnya.