SERANG. Kongres IV Serikat Petani Indonesia (SPI) telah berakhir. Selain menghasilkan resolusi-resolusi, kepengurusan baru dan dokumen-dokumen internal, kongres kali ini lebih fokus pada misi politik kaum tani untuk mewujudkan sebenar-benarnya kedaulatan pangan di Bumi Pertiwi.
Salah satu langkah konkret perjuangan SPI adalah terus membangun pertanian agroekologi berkelanjutan di atas tanah-tanah rakyat. Pada periode sebelumnya, lebih dari 200 ribu hektar lahan telah diduduki dan dibangun untuk produksi pangan dan kesejahteraan 187 ribu KK anggota SPI. Di tingkat kebijakan, SPI mengangkat isu hak asasi petani untuk menjadi deklarasi melalui Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)–yang akhirnya di tingkat nasional melahirkan UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Untuk tahun politik 2014-2019, SPI mendesak pemeritah Indonesia agar terus menggalakkan program-program kedaulatan pangan melalui:
Pertama, perlindungan hak-hak produsen pangan dan juga konsumen–sehingga secara lebih luas terwujud solidaritas antara masyarakat desa dan kota.
Kedua, mencabut pembebasan bea impor ke Indonesia, terutama impor bahan pangan, dan melarang impor pangan hasil transgenik (Genetically Modified Organisms, GMOs). Untuk jangka panjang pemerintah Indonesia harus membangun tata perdagangan dunia yang adil. Sistem distribusi pangan saat ini berakibat pada instabilitas harga dan maraknya spekulasi. Politik kedaulatan pangan hanya akan terwujud jika tersedia benih lokal, dengan memajukan pengetahuan para petani. Kita harus taat dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review UU 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman yang memandatkan untuk tidak lagi melakukan kriminalisasi terhadap petani yang mengembangkan benih lokal dengan pengetahuan mereka sendiri.
Ketiga, melaksanakan pembaruan agraria dan landreform untuk memastikan hak setiap petani untuk menguasai tanah pertanian–sesuai dengan konstitusi Indonesia pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No. 5 tahun 1960. Pemerintah Indonesia harus mencabut Undang-Undang: No. 7/2004 tentang sumber daya air, No. 18/2004 tentang Perkebunan dan No. 18/2013 tentang Kehutanan, karena sering mendiskriminasi hak petani serta menjadi dasar pelanggaran hak asasi manusia di pedesaan.
Keempat, menempatkan pertanian rakyat sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Indonesia harus mengembangkan pertanian agroekologi berkelanjutan yang menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi ketergantungan input luar dan memandirikan pertanian di Indonesia.
Kelima, membangun industri nasional berbasis pertanian, kelautan dan keanekaragaman hayati Indonesia. Hal ini penting untuk memungkinkan usaha-usaha mandiri petani dan rakyat pedesaan, pembukaan lapangan kerja, membuat sektor pertanian dan pangan atraktif dan bermartabat, serta mengurangi secara signifikan ketergantungan negeri ini pada pangan impor.
Keenam, segera membuat kelembagaan pangan: Badan Kedaulatan Pangan Nasional (BKPN) yang kuat sebagai penjaga pangan di Indonesia. Memastikan pengendalian tata niaga, distribusi produksi pangan lokal, khususnya padi, kedelai, jagung, kedelai, dan minyak goreng. Kelembagaan ini juga juga harus mengendalikan impor pangan secara integral.
Ketujuh, pemerintah Indonesia dengan segera membuat program khusus menyediakan pangan bagi rakyat miskin, dengan mengutamakan pangan sehat dan bergizi terutama bagi para ibu hamil, menyusui, dan perempuan miskin di daerah pedesaan pada umumnya–serta yang tak kalah penting juga bagi anak-anak dan balita.
Kongres IV SPI menetapkan H. Henry Saragih sebagai Ketua Umum, dan mengangkat 24 orang pemimpin-pemimpin kaum tani dalam Majelis Nasional Petani, yakni mereka yang berasal dari 20 provinsi dari Aceh hingga Maluku Utara (05/03). SPI akan terus berjuang secara politik dan praktik langsung untuk menegakkan kedaulatan pangan demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
—————————————————————————–
Kongres IV SPI dilaksanakan di Balai Besar Latihan Kerja Industri, Serang, Banten mulai 1-5 Maret 2014. Pada hari terakhir, Rabu (5/3), ratusan peserta kongres mengunjungi Basis SPI Desa Cikaratuan, Cigemblong, Lebak, Banten untuk melihat langsung praktik pertanian agroekologis berkelanjutan untuk melawan perubahan iklim–serta kearifan-kearifan lokal Banten seperti benih lokal dan leuit.
Kontak lebih lanjut untuk media:
M. Ikhwan (+62 819 320 99596, m.ikhwan@spi.or.id), Hadiedi Prasaja (+62 853 610 03040, prasaja@spi.or.id)