NTP Turun, Harga Pangan Naik, Harga di Petani Rendah

nilai tukar petani

JAKARTA. Nilai Tukar Petani (NTP) Februari 2016 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyiratkan kondisi petani kecil yang tetap suram. NTP nasional Februari 2016 (102,23) turun dibandingkan bulan sebelumnya (102,55).

Penurunan NTP karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 0,18 persen sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,13 persen. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh inflasi perdesaan dan NTP setiap subsektor. Selanjutnya, masih berdasarkan BPS, pada Februari 2016 ternyata terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,09 persen. Hal ini disebabkan oleh naiknya empat dari enam indeks kelompok konsumsi rumah tangga.

Untuk petani tanaman pangan, NTP bulan ini turun dari 103,94 (Januari 2016) menjadi 103,31 (Februari). Penurunan disebabkan oleh penurunan indeks yang diterima oleh kelompok padi. Penurunan harga padi diakibatkan oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras yang tidak jadi naik—artinya masih sama dengan HPP dalam Perpres 5/2015.

Kondisi ini diperparah dengan fasilitas pengeringan gabah di daerah yang belum memadai, sehingga ketika hujan datang, petani kesulitan untuk mengeringkan gabah. Alhasil petani terpaksa menjual gabah dengan harga yang rendah karena masih mengandung kadar air yang tinggi.

Menanggapi hal ini, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia Jawa Barat Tantan Sutandi menyampaikan, kenaikan harga beras yang terjadi saat ini di pasar tidak dinikmati oleh para petani.

“Ini karena rantai panjang pasokan beras, diharapkan pemerintah bisa memotong rantai tersebut dengan membeli langsung ke petani,” tutur Tantan dari Sukabumi pagi ini (08/03).

“Peran Bulog juga harus maksimal sehingga pemerintah bisa mengendalikan harga,” lanjutnya.

Sama halnya dengan gabah dan beras, jagung pipil kering petani anggota SPI di Sukabumi hanya dihargai sebesar Rp. 2.700 per kg di pengepul atau tengkulak kampung.

“Harga itu sangat rendah. Seharusnya harga jagung sekitar Rp. 3.200 per kg,” papar Tantan. Ia melanjutkan, “Masalah yang dihadapi petani bertambah karena sudah terikat dengan ijon dan pinjaman dari mulai pengolahan tanah, pupuk dan perawatan kepada para tengkulak.”

Di sisi lain, lanjut Tantan, bantuan dari pemerintah selalu datang terlambat.

“Petani sudah tanam, tapi bantuan bibit dan pupuk baru turun,” keluh dia.

Senasib dengan tanaman pangan, bulan ini, NTP Hortikultura juga mengalami penurunan dari 102,25 (Januari 2016) menjadi 101,95 (Februari). Penurunan ini disebabkan oleh turunnya harga kelompok sayur-sayuran seperti bawang merah.

Untuk perkebunan rakyat, NTP bulan ini memang mengalami kenaikan sebesar 0,02 poin. Sarwadi, Ketua BPW SPI Jambi menjelaskan, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit sekarang di pabrik Rp 1.570–dan harga yang diterima oleh petani Rp 1.200.

“Kenaikan yang terjadi tidak signifikan. Faktanya sudah lebih dari satu tahun NTP perkebunan rakyat tetap berada di level kurang dari 100. Artinya para petani perkebunan rakyat terus mengalami kerugian,” ucap Sarwadi dari Jambi pagi ini (08/03).

Bukan Cuma Produksi

Belum lagi jika dikaitkan dengan NTP Peternakan terkhusus unggas pada Februari 2016 yang turun hingga 0,76 poin. Menurut Ketua Umum SPI Henry Saragih, hal ini disebabkan karena harga daging ayam yang kini sedang naik ternyata tidak berkorelasi langsung dengan kesejahteraan peternak lokal.

“Peternakan unggas sebagian besar dikuasai korporasi—yang juga mengatur tata niaga perunggasan—sehingga para peternak rakyat semakin terasing,” tutur Henry di Jakarta pagi ini (08/03).

agraria massa petani SPI

Berdasarkan fakta-fakta di atas Henry mengingatkan, jika mau tetap optimis, pemerintah harus nyata menguatkan para petani dan peternak. “Bukan cuma produksi yang dikejar, tapi juga keadilan. Mulai dari sumber daya agraria untuk rukun bertani, hingga rantai dagang harus dijaga.”

“Keadilan, hak asasi itu segi utama dari kedaulatan pangan yang ada di Nawa Cita Jokowi-JK,” ujar Henry.

“Pemerintah harus konsisten, segera eksekusi program reforma agraria 9 juta hektar yang perpresnya wajib keluar tahun ini, dan mendirikan Badan Pangan Nasional,” tegas Henry.

“Dengan ini, NTP kita harapkan akan naik yang tentu diikuti dengan kesejahteraan petani itu sendiri,” tambahnya.

 

Kontak selanjutnya:

Henry Saragih, Ketua Umum SPI, 0811 655 668

Tantan Sutandi, Ketua BPW SPI Jawa Barat, 0857 5956 1591

Sarwadi Sukiman, Ketua BPW SPI Jambi, 0813 6648 5861

ARTIKEL TERKAIT
Kebijakan bagi Kaum Tani
Aksi Produsen Susu di Dewan Kementerian Pertanian Eropa
Petani dan Buruh Bersatu Lawan Korporatisasi Petani dan Buruh Bersatu Lawan Korporatisasi
Aksi SPI Kabupaten Sumedang Menyikapi Pilpres
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU