BALI. Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama puluhan delegasi dari NGO (Non Governemnet Organization) Nasional serta daerah bersama organisasi mahasiswa mengadakan seminar nasional sebagai penyikapan terhadap pertemuan KTT ASEAN -19 yang akan diselenggarakan di Nusa Dua Bali tanggal 17-19 November 2011. Sebagai pembukaan, seminar nasional dibagi ke dalam dua sesi yang bertemakan “Agenda Rakyat: Membangun Regionalisme yang Berdaulat, Bongkar dan lawan Dominasi Kapitalisme”. Bertempat di Aula Fakultas Hukum Universitas Udayana, seminar ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa.
Bonnie Setiawan dari RAG (Resistance Against Globalization) mengatakan bahwa KTT ASEAN merupakan sebuah pertemuan yang tertutup dan tidak pernah meminta persetujuan rakyat dalam point-point yang akan dibahas pada pertemuan tersebut. Rakyat tidak dihiraukan sama sekali ketika para delegasi negara indonesia membuat kesepakatan-kesepakatan yang sangat mempengaruhi kebijakan ekonomi negeri ini ke depan.
Bonnie menambahkan bahwa KTT ASEAN kali ini diadakan untuk mengesahkan berbagai konsesi yang menempatkan negara-negara ASEAN terlibat dalam Global Supply Chain (Rantai Pasokan Dunia). Artinya indonesia dan negara-negara Asean lainnya akan diposisikan sebagai pensupply kebutuhan sumber daya alam yang murah, buruh murah dan sebagai pasar tunggal untuk menampung berbagai produk negara-negara produsen.
Dampak dari kebijakan ini ialah indonesia hanya menjadi pemasok sumber daya alam murah tanpa bisa melakukan pengolahan terhadap barang mentah itu untuk menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah.
Kedua, dalam KTT Asean ini beberapa negara besar juga terlibat dan punya kepentingan seperti Amerika Serikat dan China. Kepentingan Amerika Serikat ialah untuk memasukkan agenda Free Trade Asia Pasifik sedangkan kepentingan China sebagai kekuatan ekonomi baru yang bangkit ialah untuk mengamankan dominasi ekonominya di tingkatan negara-negara ASEAN.
Masing-masing negara besar ini mempunyai kepentingan terhadap Indonesia dan negara-negara asean lainnya. Persolannya ialah bagaimana memastikan agar ASEAN menjadi sebuah organisasi regional yang berdaulat. Bukan menjadi alat bagi kepentingan negara-negara maju.
“Kita melihat tidak adanya kedaulatan, elitnya berkolaborasi dengan luar. Hentikan neokolonial, biarkan berdaulat oleh negara-negara Asean. Mengelola sumber kekayaanya dengan tangannya sendiri,” pungkas Bonnie dalam seminar nasional itu.
Sesi kedua seminar menyoroti kebijakan-kebijakan dalam negeri yang dinilai exploitatif dan dampak dari Free Trade Agreement (FTA) yang sangat ekstratif ke masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Teguh Surya dari WALHI bahwa program MP3EI yang direncanakan pemerintah adalah bentuk ”pembangunan” yang tidak komprehensif serta tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan pembangunan model ini masih mengandalkan ekstrasi sumber daya alam. Selain itu, “MP3EI merupakan konsep pembangunan yang timpang karena menempatkan beberapa daerah seperti Sumatra, Kalimantan, Papua sebagai daerah pemasok sumber daya alam untuk kemudian di bawa ke Jakarta. MP3EI ini secara telanjang memperlihatkan kebijakan pemerintah yang hanya mengambil potensi sumber daya alam tanpa berupaya melakukan pembangunan yang merata, ungkap Teguh menambahkan”.
Dalam sesi ini Muhammad Ikhwan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) juga mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah sangat agresif menandatangani perjanjian bebas seperti dengan FTA dengan Jepang, FTA Indonesia- Australia, FTA New Zealand dan lain-lain.
KTT yang berlangsung tanggal 17 November 2011 di Nusa Dua Bali juga akan menandatangani kerjasama kemitraan dengan Uni Eropa dan tentunya akan menambah penderitaan rakyat Indonesia terutama para petani. Dari berbagai macam FTA yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia tentunya hanya sangat merugikan karena Indonesia sebagai pengerukan sumber daya alam saja. Muhammad Ikhwan juga menambahkan, saat perjanjian kerjasama dengan China “kita bisa melihat perjanjian perdagangan bebas dengan China yang resmi berlaku tahun 2010 lalu, nilai perdangangan kita mengalami defisit dan sektor pertanian khususnya hortikultura sangat terpukul akibat dari pernjanjian FTA dengan China.
“Para petani bawang anggota SPI di Cirebon merugi akibat serbuan bawang impor China, demikian juga petani petani kentang yang berada di dataran Dieng Jawa Tengah banyak yang merugi, karena membanjirnya kentang impor dari China dan Banglades”, unkap Muhammad Ikhwan.
Agustinus Carlo dari Sawit Watch mengutarakan, Dominasi penguasaan sektor oleh Korporasi perkebunan kelapa sawit dikuasai oleh 30 Group Besar dan 2.000 lebih perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan penguasaan tanah dalam skala luas. Menurut pengamatan sawit watch hingga Januari 2011 eksisting perkebunan kelapa sawit adalah 9.522.926 Ha, dengan rencana ekspansi 29 Juta Ha. Sedangkan produksi CPO 21 Juta Ton dengan target hingga tahun 2020 mencapai 40 Juta Ton.
Konsekuensi pembangunan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar dengan dalih untuk kepentingan produksi pangan dan energi sangat rentan terhadap tergerusnya lahan lahan subur yang dahulunya adalah lahan pangan. Konversi lahan pangan di Sumatera dan Jawa telah mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan, dan memberikan MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) sebagai solusi pragmatis yang kemudian akan membawa persoalan baru di Merauke, Tanah Papua. Disamping itu banyaknya catatan kejadian konflik antara komunitas dan perkebunan kelapa sawit menambah catatan buruk, dimana 663 kasus konflik antara perusahaan perkebunan dan komunitas masyarakat hingga 2011 telah dicatat oleh Sawit Watch. Belum lagi kasus pertanahan dan perburuhan yang hampir terjadi di setiap pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit. Selalu ada korelasi positif antara perluasan perkebunan kelapa sawit dan penambahan eskalasi konflik yang terjadi. Perubahan tata kelola dan produksi harus segera dilakukan pemerintah untuk meminimalisir dan memitigasi konflik yang terjadi.
PELAKSANA PERTEMUAN
Serikat Petani Indonesia (SPI) l Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) l Aliansi Petani Indonesia (API) l Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) l Front Mahasiswa Nasional (FMN) l Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) l Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) l Serikat Nelayan Indonesia (SNI) l Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) l Frontier – Bali l Pers Kampus Kertha Aksara FH Universitas Udayana l BEM PM Universitas Udayana l Semada Papua l FMN Denpasar l l KMHDI l GMKI l GMNI l WALHI l WALHI Bali l KPA Bali l PBHI Bali l LBH Bali l Yayasan Wisnu Bali l Sloka Institute Bali l PPLH Bali l Yakeba l IKON Bali l Limas Bali l Mitra Bali l Komunitas Akar Rumput l Bali Organic Association l Koalisi Anti Utang (KAU) l Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) l Institute for Global Justice (IGJ) l Bina Desa l Sawit Watch l Institute for National and Democratic Studies (INDIES) l Resistance Alternative to Globalization (RAG) l Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) l Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) l International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) l Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) l Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KrUHA) l Foker LSM Papua l Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMA) l Solidaritas Perempuan (SP)
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:
Sdr. Gendo Suardana, WALHI BALI, di 0856 3700 677 / wayan.gendosuardana@gmail.com
Sdr. Mohammed Ikhwan, SPI, di 0819 320 99596 / m.ikhwan@gmail.com
Sdr. Teguh Surya, WALHI, di 0811 820 4362 / teguh.surya@gmail.com
Carlo Nainggolan, Sawit Watch, di 081385991983 / carlo@sawitwatch.or.id