JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah (Karam-Tanah) melakukan aksi long march menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (24/03). Aksi ini dilakukan mulai dari mesjid istiqlal menuju Istana Presiden.
Agus Ruli Ardiansyah, Ketua Departemen Politik, Hukum, dan Keamanan SPI menuturkan bahwa banyak pasal dalam RUU ini yang dapat semakin merampas tanah rakyat kecil di Indonesia. RUU ini disinyalir merupakan ìregulasi pesananî dari sebagian kelompok masyarakat. Karena RUU ini merupakan salah satu rekomendasi penting dari National Summit 2009.
Pertemuan lintas pengusaha dan pemerintah di awal pemerintahan SBY-Boediono ini menyimpulkan bahwa salah satu kendala pembangunan sehingga pertumbuhan ekonomi lamban adalah sulitnya memperoleh tanah untuk proyek, khususnya proyek infrastruktur. Menurut pengusaha bahwa masalah utama pengadaan tanah adalah : sulitnya melaksanakan UU No.20/1961 tentang pencabutan hak atas tanah; penetapan ganti rugi berdasarkan musyawarah, dam pemerintah tidak dapat mengendalikan resiko waktu dan biaya pengadaan tanah.
“Dengan lahirnya undang-undang pengadaan tanah, maka perampasan dan penggusuran atas tanah-tanah dan sumber daya alam yang selama ini telah menjadi kejadian sehari-hari akan semakin banyak terjadi. Tentu saja potensi terjadinya kekerasan pelanggaran hak asasi manusia di dalamnya sangat besar,” ungkap Ruli.
Ruli menambahkan bahwa Fungsi sosial atas tanah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bukan sekedar menjadi dasar legalitas pengambilan tanah privat oleh Negara untuk kepentingan publik, tetapi secara lebih mendasar harus dimaknai sebagai jaminan penggunaan dan pengadaan tanah bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat dan menghindari penghisapan rakyat golongan lemah.
Oleh sebab itu pembangunan yang disebut untuk kepentingan umumí, harus diukur sifat publiknya berdasarkan keluasan akses manfaat. Kemitraan modal asing dan privatisasi pembangunan infrastruktur sangat diragukan kemampuannya dalam memenuhi fungsi sosial atas tanah.
“Jadi kami meminta agar pemerintah mencabut dan membatalkan ‘RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan’ ini. Tanah hakikinya adalah untuk rakyat. Jalankan Reforma Agraria sesuai dengan UUPA” tegas Ruli.
Koalisi ini terdiri atas: KPA, Bina Desa, SPI, API, Solidaritas Perempuan, HUMA, JKPP, AMAN, Epistema Institut, KIARA, IHCS, YLBHI, KontraS, Sawit Watch, WALHI, JATAM, Kp SHK, IGJ, Serobot, SMI, ABM, RACA Institute, KPOP, PPI, Serikat Petani Karawang, FPBJ, SPKAJ, Pergerakan, LBH Jak, Pusaka, EISAM, ARC, FPPI, PRP, AGRA, KAU, PBHI, FMN, PUSAKA, SAINS, UPC, KM UIN.