SERANG. Peringatan Hari Tani Nasional ke-57 tahun ini diwarnai kekhawatiran, terkhusus untuk dunia pertanian di Banten. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada tahun 2013, laju penyusutan luas baku lahan pertanian di Banten dalam lima tahun terakhir cukup mengkhawatirkan. Besarannya mencapai 0,14 % per tahun dengan kata lain telah menghilang sekitar 273 hektar tiap tahun atau sekitar lima hektar per minggu.
Sementara itu luas baku lahan sawah yang tersebar di empat Kabupatan dan empat Kota di Banten hanya tersisa sebesar 194.716 hektar. Adapun rincian sisa sawah di empat kabupaten antara lain Pandeglang tersisa 54.080 hektar, Lebak 45.843 hektar, Tangerang 38.644 hektar dan Serang 45.024 hektar. Kemudian luas baku lahan sawah di kawasan perkotaan, Tangerang tersisa 690 hektar, Cilegon 1.746 hektar, Serang 8.476 hektar dan Tangerang Selatan hanya 213 hekar.
Menurut Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten Yusup, dengan penyusutan lahan produksi pertanian, maka ancaman terhadap pangan di Provinsi Banten semakin jelas terlihat.
Hal ini ditengarai menjadi pemicu berkurangnya jumlah keluarga petani di Banten secara signifikan, yakni mencapai 254.527 keluarga petani dalam kurun waktu satu dekade terakhir (tahun 2003 – 2013).
“Artinya setiap tahun rata-rata terdapat 25.452 keluarga petani yang meninggalkan lahan pertanian atau setiap satu jam jumlah petani berkurang sebanyak tiga keluarga petani,” katanya di Serang pagi ini (26/09).
Ketimpangan juga berakibat pada peningkatan angka kemiskinan dan penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statustik (BPS) bulan Maret 2017, angka kemiskinan di Provinsi Banten mengalami kenaikan sebesar 17,3 ribu orang (0,09 persen), dari 657,74 ribu orang (5,36 persen) pada September 2016 menjadi 675,04 ribu orang (5,45 persen) pada Maret 2017. Dalam waktu yang berdekatan, NTP Provinsi Banten mengalami penurunan yang signifikan dari 106,57 pada bulan Februari 2016 menjadi 99,83 pada Agustus 2017.
“Berdasarkan persoalan-persoalan tersebut, maka tidak salah dikatakan kalau Banten telah memasuki situasi darurat agraria,” tegas Yusup.
Rangkaian Peringatan Hari Tani Nasional 2017 oleh SPI Banten
Berdasarkan fakta-fakta di atas, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten membuat serangkaian kegiatan untuk mengingatkan kepada semua pihak yang berkepentingan kalau situasi agraria di Banten sudah dalam tahap darurat.
“Momen Hari Tani Nasional (HTN) tahun 2017 ini adalah momen yang pas,” kata Yusup.
Yusup menjelaskan, rangkaian peringatan HTN 2017 oleh SPI Banten dimulai sejak tanggal 24 September 2017, dimana di tanggal tersebut dilakukan konferensi pers yang dilanjutkan pendidikan agraria untuk pemuda tani di Serang.
“Pemuda adalah masa depan negeri ini, itulah mengapa pendidikan untuk pemuda tani ini menjadi sangat krusial,” kata Yusup.
Selanjutnya keesokan hari, 25 September 2017, SPI Banten menggelar diskusi publik bertemakan “Satukan Solusi Melalui Pembangunan Agraria yang Adil dan Beradab Untuk Mencapai Kedaulatan Pangan di Provinsi Banten” di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Hadir dalam diskusi ini Ketua Umum SPI Henry Saragih.
Hari ini, 26 September 2017, rangkaian kegiatan berikutnya adalah melakukan aksi bersama lembaga dan organ lainnya yang tergabung dalam “Damar Leuit”. Aksi damai ini dilakukan ratusan massa dengan tujuan kantor Gubernur Banten. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banten, serta DPRD Banten.
Yusuf menegaskan, setelah hampir 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK berjalan, reforma agraria belum dijalankan secara sungguh-sungguh. Hal ini dibuktikan dengan konflik-konflik agraria yang masih terjadi di berbagai daerah termasuk di Provinsi Banten. Penyelesaian konflik yang mangkrak contohnya terjadi antara petani di Kecamatan Cigemblong Kabupaten Lebak dengan PT. Pertiwi Lestari. Kemudian petani di Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang dengan PT. Perhutani; petani di Kecamatan Binuang, Kabupaten Serang dengan TNI AU dan yang baru-baru ini kembali memanas; serta antara warga Pulau Sangiang, Kabupaten Serang dengan PT. Pondok Kalimaya Putih (PKP) Green Garden.
Oleh karena itu Yusup menyampaikan, dalam aksi HTN 2017 kali ini SPI Banten yang tergabung dalam Damar Leuit menuntut lima hal kepada pemerintah Banten. Pertama adalah pemerintah harus segera melaksanakan reforma agraria sejati dengan meredistribusikan tanah kepada petani; kedua, pemerintah harus senyelesaikan konflik-konflik agraria di Banten; ketiga pemerintah dan pihak terkait harus menghentikan kriminalisasi petani dan pejuang agraria di Banten.
“Selanjutnya pemerintah harus membentuk lembaga pelaksana reforma agraria di Provinsi Banten; serta menjalankan Perda No. 5 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” tutupnya.