Siaran Pers
Judicial Review atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
“ Melegalkan Perampasan Tanah dan Makin Meluaskan Konflik Agraria ”
Adalah tantangan yang tidak ringan tentunya bagi Pemerintah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya agraria melalui program pembangunan pertanian untuk mengangkat kesejahteraan rakyat tani dari jurang kemiskinan, kelaparan dan penderitaan akibat konflik agraria. BPS (2012) mengumumkan bahwa per September2011 masih ada 29.89 juta penduduk berada dalam kondisi miskin dengan komposisi penduduk miskin pedesaan sebanyak 18.94 juta jiwa dan 10.95 juta penduduk miskin perkotaan. Jumlah penduduk yang rentan miskin sebanyak 27.82 juta jiwa.
Laporan FAO (2011) menyebutkan bahwa kelaparan penduduk dunia tahun 2010 mencapai sekitar 925 juta jiwa dan kelaparan penduduk Indonesia mencapai 29.9 juta jiwa. Sementara konflik agraria sebagai ekses dari praktek-praktek penggusuran tanah rakyat atas nama pembangunan untuk kepentingan umum seperti pembangunan pertanian, perkebunan, pertambangan, perumahan, jalan tol, kantor pemerintahan, cagar alam, dan pengembangan wisata telah menimbulkan korban jiwa petani dan juga kriminalisasi petani beserta nelayan dan masyarakat adat.Badan Pertanahan Nasional (2011) mencatat 2.791 kasus pertanahan pada tahun 2011 – ditambah dengan dua kasus pertanahan yang menimbulkan korban jiwa di Mesuji dan Bima pada akhir tahun 2011. Ancaman kemiskinan bahkan proletariasasi, kelaparan dan konflik agraria berpeluang semakin meluas dan mendalam, bila pemerintah melaksanakan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan demi Kepentingan Umum.
Oleh karena itu kami Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah (Karam Tanah) menghasilkan beberapa tuntutan ke Pemerintah yang dikatagorikan dalam tiga aspek berikut ini: i) Aspek Hak Asasi Petani atas, Tanah, Pangan dan Perlindungan Petani, ii) Aspek Kebijakan Tentang Pemasaran Hasil Pertanian, iii) Aspek Kebijakan tentang Penguatan Organisasi dan Petani.
Kemudian terkait UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, kami berkesimpulan:
1. Bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak sinkron antara judul dengan isi batang tubuh undang-undang a quo sehingga bertentangan dengan Pasal 1 (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, saling bertentangan, yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28D (1) Undang-Undang Dasar 1945;
3. Bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Bertentangan Dengan Pasal 33 (3) Undang-Undang Dasar 1945;
4. Bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak menjamin perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia Bertentangan Dengan Pasal 28A; Pasal 28G (1); Pasal 28H (1) dan (4) Undang-Undang Dasar 1945;
5. Bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak menjamin persamaan di hadapan hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945;
6. Bahwa UU No. 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sangat jelas berpotensi merugikan hak-hak konstitusional para pemohon judicial review atas UU tersebut.
7. Bahwa karena Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 bertentangan dengan Pasal 1 (3), Pasal 28D (1), Pasal 28A, Pasal 33 ayat (3), Pasal 28G (1), Pasal 28H (4), Pasal 27 (1) dan Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dimohonkan untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Oleh karena itu kami Tim Advokasi Anti Perampasan Tanah Rakyat, mendesak agar Mahkamah Konstitusi:
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini;
2. Menyatakan Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1),Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 bertentangan dengan Pasal 1 (3), Pasal 28D (1), Pasal 28A, Pasal 33 (3), Pasal 28G (1), Pasal 28H (4), Pasal 27 (1) dan Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar 1945;
3. Menyatakan ketentuan Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya;
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Demikianlah pernyatan pers kami.
Jakarta, 17 April 2012
Kontak selanjutnya:
Henry Saragih (0811655668) – Serikat Petani Indonesia (SPI),
Fadil Qirom (081542287780) – Aliansi Petani Indonesia (API),
Gunawan (081584745469) – Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS)
Puspa Dewy (085260241597) – Solidaritas Perempuan
Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah (KARAM TANAH):
Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Aliansi Petani Indonesia (API),Perkumpulan Sawit Watch, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KruHA), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Solidaritas Perempuan
Tidak setuju adalah pilihan yg tepat untuk rakyat, namun bagaimana kita merealisasikan itu adalah tugas kita yg amat belrat untuk mempengaruhi pemerintah.
sesunggunya masalah uu no.2 thn 2012 ttg pembangunan utk kepentingan mum tdk perlu ada alias dicabut, karena sarat dgn kehidupan manusia di indonesia khususnya petani dan penghuni rumah kecil di perkotaan akibat aturan tsb. sejatinya istilah kepentingan umum itu hanya istilah saja dampaknya akan menjadikan persoalan besar, kemasyalahatan masyarakat yg tdk diuntungkan, kita masyarakat yg dirugikan jgn terpancing issu uu tsb, itukan buatan segelintir pengambil keputusan, pada hal yg diuntugkan para investor asing toch…. masyarakat pribumi di injak-injak, satu waktu akan terjadi bom waktu bila masyarakat petani kita tdk di dengar, bayangkan begitu terjadi penggusuran, justru yg dibangun mall2, rasuna, apartemen, justru meningkatkan konflik horizontal hrs diingat makin ramai bangunan penumpukan gedung bertingkat akan menjadikan dampak keributan yanag terjadi, yg di untungkan orang asing. masyarakat pribumi akan terinjak.
KAMI DI DESA LUBUK PINANG KEC LUBUK PINANG KAB MUKOMUKO, PROP BENGKULU , DIDESA KAMI TERDAPAT SUATU PERUSAHAAN YANG INGIN MEMBUKA LAHAN PERKEBUNAN , BERKAT PERLAWANAN MASYARAKAT PEMILIK LAHAN MAKA hingga saat ini perkebunan tersebut belum dilaksanakan , api kami curiga perusahaan tersebut mengolah kayu diatas lahan tersebut, kami curiga terhadap izin loging tersebut , izin dari mana yang mereka gunakan? mohon petunjuk dan jalan keluarnya !
UU 12 Tahun 2012 sangat memperlambat pengadaan lahan untuk kepentingan umum
dari dulu pemerintah hanya berpikir pada kemajuan perekonomian tapi tidak berpikir pada AMDAL dari kemajuan itu. Pernah kah berpikir untuk massa depan generasi mendatang setelah para pembuat undang undang mati ?
BODOHnya pemerintah jika hal ini terlupakan, kehidupan akhirat jauh lebih penting dan otomatis pasti berpikir lebih bijak bukan karena desakan jabatan atau uang semata serta prestasi paksaan,
Ayo mas bro – mas bro berpikir cerdas ya ….
Saya sangat setuju untuk dilakukan judicial review terhadap UU No 2 Tahun 2012 tersebut, mengapa saya setuju karena UU tersebut dibuat semata-mata hanya menarik kewenangan Pemerintah yang diserahkan cheeped Pemerintah Kabupaten/kota, seharusnya uu tersebut memperkuat kewenangan yang diserahkan kepada Daerah,
UU No. 2 tahun 2012 tersebut menyebabkan proses pengurusan pengadaan tanah bagi pembangunan menjadi sangat lama dan rawan terhadap konflik karena ada unsur pemaksaan di dalam UU tersebut yang dikawatirkan dapat menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
harapan saya harusnya Perpres NO. 65 tahun 2006 yang dinaikan dan disempurnakan menjadi UU karena Perpres tersebut menurut saya lebih jauh lebih baik dari UU No. 2 Tahun 2012 tersebut.
Thank you, I have recently been searching for info approximately this topic for a while and yours is the best I’ve came upon till now. But, what about the conclusion? Are you positive concerning the source?
kakak/abang…..
apa sebenarnya pengertian yang konkrit tentang kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat? mohon di bantu..!!!
Masih bnyak saudara kita yg hidup di hutan-2 menahan lapar dan resiko keselamtan yg tidak ada jaminan. Hanya ingin miliki sejengkal lahan untuk mncari mkan dan menghidupi keluarga. Tak jarang karena nasippun tak berpihak harus berusan dgn hukum. Hukum berlaku ya untuk golongan lemah/bawah/miskin/petani. Kpd (SPI), bung Henry saragih. Tolong perhatikan kami dan saudara/petani kami yg msh dalam tahanan.