NTP Februari 2022 Naik, HPP Gabah Justru Turun

JAKARTA. Nilai Tukar Petani (NTP) nasional Februari 2022 sebesar 108,83 atau naik 0,15 persen dibandingkan bulan Januari 2022. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), di dalam Berita Resmi Statistik yang dikeluarkan oleh tanggal 1 Maret 2022, kenaikan NTP nasional pada bulan Februari 2022 disebabkan oleh Indeks Harga yang diterima Petani (lt) naik sebesar 0,26 persen, dan lebih tinggi dibandingkan Indeks Harga yang Dikeluarkan Petani (lb) sebesar 0,11 persen. Dalam Berita Resmi Statistik tersebut, BPS juga mencatat selama Februari 2022, tiga sub sektor NTP mengalami kenaikan, yakni: subsektor tanaman hortikultura (2,08 persen); subsektor tanaman perkebunan rakyat (0,90 persen); dan subsektor perikanan (0,14 persen). Sementara itu, dua subsektor lainnya mengalami penurunan yakni subsektor tanaman pangan (0,43 persen) dan peternakan (1,02 persen).

Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah menyebutkan, pemerintah harus mengantisipasi penurunan NTP khususnya di subsektor tanaman pangan dan hortikultura.

“Untuk subsektor tanaman pangan ke depannya cenderung akan menurun. Di beberapa wilayah sentra seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah, saat ini beberapa sudah panen. Laporan dari anggota SPI di wilayah-wilayah tersebut, harga gabah di kisaran Rp4.000 per kg bahkan ada yang menyentuh Rp3.800 per kg. Hal ini harus menjadi perhatian karena sudah di bawah HPP yang ditetapkan oleh pemerintah,” tuturnya dari Jakarta pagi ini (05/03).

Penurunan NTP subsektor tanaman pangan diakibatkan turunnya indeks harga yang diterima petani pada kelompok penyusun, yaitu kelompok padi (0,38 persen) dan kelompok palawija, khususnya jagung (0,45 persen). Penurunan harga di tingkat petani tersebut, menurut Agus Ruli, merupakan persoalan klasik yang terus-terusan terulang.

“Seperti yang sudah-sudah, menuju panen raya kecenderungannya harga gabah akan ikut turun juga. Oleh karena itu, pemerintah harus merespon cepat, segera operasi pasar untuk menyerap gabah agar harga naik sesuai dgn HPP. Bulog dan Badan Pangan Nasional harus segera bergerak,” tegasnya.

Sementara itu, kenaikan Indeks Harga yang Diterima di kelompok sayur-sayuran (2,98 persen); buah-buahan (0,05 persen); dan tanaman obat (0,26 persen), berhasil mendongkrak NTP subsektor hortikultura ke atas standar impas, yakni sebesar 101,75.

“Hanya saja jika kita lihat lagi, kenaikan tersebut disinyalir ditopang oleh dua komoditas yakni cabai merah dan bawang merah. Laporan dari anggota SPI menyebutkan saat ini harga untuk kedua komoditas itu cukup bagus saat ini. Di Kepahiang, Bengkulu harga cabai merah Rp30.000 per kg; dari Deli Serdang, Sumatera Utara cabai merah Rp36.000 per kg. Tetapi untuk jenis sayur-sayuran lainnya, kita lihat ini cenderung stabil,” katanya.

Sementara untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat, tren positif masih terus berlanjut. Laporan dari petani SPI di Riau harga tandan buah segar (TBS) minimal di Rp3.550 per kg dan maksimal di Rp3.750 per kg, bahkan di Kabupaten Tebo, Jambi harga TBS tertinggi mencapai Rp3.800 per kg. Kenaikan subsektor ini tidak terlepas dari naiknya harga CPO di tingkat global dan permintaan yang tinggi. Sub sektor perkebunan rakyat menjadi penopang utama, baik itu untuk sawit maupun karet. Hal ini juga menjadi alasan mengapa NTP nasional saat ini berada di tren yang positif.

“Hanya saja perlu kita catat dibalik tren positif ini, pengelolaan tanaman perkebunan ini harus perlu dikaji ulang. Kita ketahui kendati harga komoditas sawit naik namun sarana produksi seperti pupuk, dan perawatan lainnya juga mengalami peningkatan. Laporan dari Pak Suwanto di Tebo, Jambi terjadi juga kenaikan harga pupuk, seperti urea Rp400.000 per 50 kg karung; dan NPK Rp750.000;” katanya.

“Bahkan harga produk turunan langsung dari sawit juga terkerek naik. Artinya ada Kenaikan harga jual sawit, tapi pada saat yang sama Biaya Produksi dan Penambahan biaya modal (BPPBM) dan biaya kebutuhan rumah tangga naik. Ini bisa dikatakan relatif tidak ada perubahan daya beli. Apalagi petani sawit juga konsumen minyak goreng. Kenaikan migor tetap menjadi beban bagi petani,” tegasnya.

“Termasuk juga tata ruang pertanian, sehingga tidak semuanya dikonversi menjadi tanaman perkebunan, sampai dengan pengalokasian untuk kebutuhan dalam negeri yang harus diutamakan,” sambungnya.

Agus Ruli mengingatkan harga komoditas dunia memang sedang naik dan ini berdampak ke dalam negeri.

“Ini sesuai rilis Badan Pangan Dunia (FAO) yang baru saja keluar hari ini (05/04),” katanya.

Jalankan Kedaulatan Pangan sebagai Dasar Kebijakan Pertanian Indonesia

Agus Ruli menyebutkan tren kenaikan harga pangan yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini menunjukkan masih rapuhnya sistem pangan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari belum berdaulatnya para petani maupun konsumen, sehingga rentan akan fluktuasi pasar.

Agus Ruli Ardiansyah (kiri)

“Apa yang terjadi saat ini menunjukkan bagaimana ketergantungan Indonesia terhadap pasar dalam hal pangan. Kita ambil contoh dari kasus minyak goreng, kedelai, daging sapi, bahkan kedepannya mungkin gandum, mengingat ada gejolak global saat ini akibat Perang Ukraina – Rusia. Karena kita tidak berdaulat atas komoditas-komoditas tersebut, maka gejolak yang terjadi di tingkat global akan sangat berpengaruh ke dalam negeri,” keluhnya.

“Ini menjadi alasan utama perlunya kedaulatan pangan sebagai dasar kebijakan pertanian di Indonesia. Kedaulatan pangan berarti pemenuhan pangan melalui produksi lokal, mendorong produk pertanian nasional, serta mendorong pendirian dan penguataan kelembagaan ekonomi petani, yakni koperasi bukan korporasi,” lanjutnya.

Ia menyebutkan melalui kedaulatan pangan, kebijakan pertanian Indonesia akan menempatkan kepentingan dan nasib petani petani, selaku produsen pangan, dibandingkan kepentingan korporasi maupun tuntutan pasar.

“SPI dalam hal ini berpandangan kedaulatan pangan harus terus didorong agar diimplementasikan. Putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat juga menjadi momentum untuk hal tersebut, karena posisi pangan dalam negeri kembali menjadi prioritas, sebagaimana tercantum di dalam UU No.18/2012 tentang Pangan,” tutupnya.

Kontak Selanjutnya :
Agus Ruli Ardiansyah – Sekretaris Umum DPP SPI – 0812-7616-9187

ARTIKEL TERKAIT
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU