PASAMAN. Kualitas hasil panen dan budi daya kakao petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar) mendapat juara umum yang dilaksanakan oleh Forum Komunikasi Kakao Sumbar di Nagari Kuranjo Hilir awal Desember 2017.
“Dengan posisi ini kita mmiliki peluang mnjadi ikon baik untuk kabupaten maupun propinsi,” kata Ketua SPI Basis Tuturan, Nagari Simpang, Kecamatan Simpati, Pasaman, Sumbar (18/12).
Hal di atas adalah bagian dari diskusi kritis tentang mutu hasil panen kakao yang dilakukan oleh petani SPI Basis Tuturan. Diskusi ini sendiri menghadirkan Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumbar Rustam Effendi, etua dpw spi sumbar (rustam efendi), Camat simpati Ridwan, dan Koordinator UPT Pertanian Simpati Nazar di lahan kebun kakao SPI Basis Tuturan.
Ridwan selaku Camat Simpati mengatakan, pihaknya siap mendukung petani kakao SPI dan mengawal mulai dari kabupaten hingga nasional.
“Kita jadikan Nagari Simpang ini menjadi destinasi agrowisata untuk komoditi kakao dan pala, selain itu kita juga memiliki Bulakan sebagai penunjang dengan kekayaan dan airnya nan jernih,” kata Ridwan.
Koordinator penyuluh Kec. Simpati Nazar mengatakan, Kecamatan Simpati memiliki lahan perkebunan kakao seluas lebih kurang 2.098 hektar, dengan luasan ini Kecamatan Simpati layak sebagai tuan rumah kakao bagi Kabupaten Pasaman.
“Saya akan upayakan agar pabrik yang saat ini tak berjalan bisa difungsikan kembali tahun 2018 ini, yang penting bapak ibu sekalian terus bersemangat,” tuturnya.
“Tahun 2018 Kabupaten Pasaman akan melaksanakan revitalisasi dan rehabilitasi kebun kakao sebnyak 400 hektar maka ini juga peluang bagi Kecamatan Simpati memperbaiki tanaman kakao yang rata-rata telah berumur 15 – 20 tahun,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua BPW SPI Sumbar Rustam Effendi menyampaikan, saat ini petani mesti mendedikasikan dirinya sebagai produsen bukan pekerja lagi.
“Berbicara sebagai produsen tentu saja berbicara tentang kualitas dan kontinuitas poduksi dan pasar,” ungkapnya.
Rustam menambahkan, dengan mutu dan kontinuitas hasil kakako maka peluang besar bagi anak petani yang menyelesaikan kuliah agribisnis bisa mengolah menjadi produk siap makan.
“Tidak zamannya sekarang anak muda mencari pekerjaan, namun seharusnya menciptakan lapangan kerja di kampung halaman masing-masing,” tambahnya.
“Menjadi penonton atau pemain di era pasar bebas merupakan tantangan tersendiri bagi anak muda sebagai harapan bangsa pemegang tongkat estafet. Ekonomi rakyat berdaya maka negara akan kuat,” tutupnya.