SPI Kecam Perpanjangan Kontrak Impor Beras

JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) mengecam rencana pemerintah yang akan memperpanjang kesepakatan kerjasama perdagangan beras dengan Thailand karena akan merusak perekonomian daerah-daerah penghasil.

“Kami mengecam kebijakan pemerintah memperpanjang impor beras dari Thailand, tegas Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, hari ini, Senin (04/10) di Jakarta. Kebijakan itu, menurutnya, sama sekali bukan merupakan solusi terbaik untuk mengatasi ancaman ketersediaan pangan di Indonesia.

Seperti diketahui, Menteri Perdagangan Mari E Pangestu belum lama ini menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan memperpanjang kesepakatan kerjasama perdagangan beras dengan Pemerintah Thailand. Perpanjangan itu terkait dengan kesepakatan kerjasama pengadaan beras sebanyak 1,5 juta ton antar kedua negara yang dibuat pada 2007.

Henry mengatakan, apapun alasannya, kebijakan ini membuktikan hingga kini pemerintah belum memiliki kebijakan yang jelas terhadap masalah ketersediaan pangan sejak periode pemerintahan sebelumnya. ?udah enam tahun pemerintahan SBY ini sesungguhnya target untuk memenuhi kebutuhan pangan itu tidak bisa dan tidak ada satu strategi yang sungguh-sungguh, sejak SBY berkuasa, kita selalu mengimpor beras terus,ujar Henry.

Padahal, lanjutnya, kebijakan impor beras adalah kebijakan yang hanya bersifat jangka pendek tanpa pernah menyentuh permasalahan mendasar para petani agar mampu memproduksi beras dengan maksimal untuk mencukup kebutuhan pangan nasional. Selain itu Henry menganggap bahwa kebijakan impor beras tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi memiliki kepercayaan diri untuk mampu memenuhi ketersediaan beras dalam negeri.

“Pada 2008 lalu kami sudah meragukan pemerintah yang menyatakan kita swasembada beras, tapi pemerintah tetap ngotot mengatakan kita sudah swasembada. Kenyataannya kita malah impor terus,kata Henry. Swasembada beras, menurutnya, hanya dapat diciptakan dengan program-program pangan jangka panjang yang jelas, bukan dengan memanipulasi stok beras dan menyatakan bahwa Indonesia sudah mampu swasembada.

Indonesia, katanya, sebenarnya sangat mampu memenuhi ketersediannya pangannya jika ada keinginan politik (political will) yang konkrit dari pemerintah, khususnya untuk mengimplementasikan beberapa kepentingan mendasar petani antara lain meredistribusikan 9,6 juta ha tanah kepada petani melalui Pembaruan Agraria Nasional, menertibkan dan mendayagunakan 7 juta ha tanah terlantar untuk reforma agraria  dan kebutuhan pangan, energi serta perumahan rakyat, mindungi pertanian keluarga serta menekan korporatisasi pertanian (food estate).

Kemudian menyetop kriminalisasi terhadap petani dengan membuat Undang-Undang Hak Asasi Petani (UU HAP), serta mencabut UU Perkebunan, Kehutanan, Sumberdaya Air, Pangan, Pertambangan, Penanaman Modal, Minerba, Konservasi Sumber Daya Alam, Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, Sistem Budidaya Tanaman, Perlindungan Varietas Tanaman, Perikanan, dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan UUPA 1960.

Selain itu pemerintah juga sebaiknya membatalkan UU yang berpotensi merugikan kaum tani, seperti Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah, Pertanahan, Hortikultura serta segera bentuk Komisi Ad hoc Penyelesaian Konflik Agraria dan Pelaksana Reforma Agraria. Lalu melindungi dan memenuhi hak petani atas akses terhadap sumber-sumber agraria, benih, pupuk, tekhnologi, modal dan harga produksi pertanian.

Karena itu SPI, lanjutnya, akan tetap berkukuh menolak impor beras dan telah menyiapkan beberapa upaya untuk menekan rencana pemerintah tersebut. Salah satunya adalah dengan mengkampanyekan gerakan anti beras impor kepada masyarakat luas, khususnya kepada ratusan ribu orang anggota SPI.

SPI juga, katanya, akan mendukung pemerintah-pemerintah daerah yang menolak impor beras tersebut, khususnya daerah-daerah penghasil, karena diyakininya impor akan merusak ekonomi daerah-daerah penghasil beras. ?ika impor beras masih dilanjutkan terus, upaya kita juga akan bisa lebih jauh,  Kita akan memblok dimana beras-beras itu akan dimasukkan. Kita akan menutup tempat-tempat pemasukannya,tambah Henry.

Menurutnya, pemerintah dapat melakukan banyak hal untuk menerapkan kebijakan jangka pendek guna mengantisipasi ancaman kekurangan ketersediaan pangan, khususnya dengan melakukan pendistribusian tanah kepada para petani sesegera mungkin. Selan distribusi lahan, katanya, pemerintah juga harus menjamin harga gabah ditingkat petani dan membatasi ruang gerak para pedagang beras menjadi spekulan. (**)

Narasumber
Henry Saragih (Ketua Umum SPI dan Koordinator Umum La Via Campesina) 0811655668
=============================================================
SERIKAT PETANI INDONESIA (SPI)
Jl. Mampang Prapatan XIV No.5, Jakarta 12790
Telp. +62 21 7991890 Fax. +62 21 7993426  Email. spi@spi.or.id
www.spi.or.id

Henry Saragih: 0811 655 668

ARTIKEL TERKAIT
Kurikulum pertanian hendaknya jadi bagian dari pendidikan dasar Kurikulum pertanian hendaknya jadi bagian dari pendidikan da...
SPI Riau Apresiasi Tokoh Masyarakat Desa Logas dan Lubuk Keb...
Asas Kerakyatan bagi Petani
Ditanam secara Agroekologi, SPI Lampung Panen Padi Bersama B...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU