CIREBON. Serikat Petani Indonesia meminta kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan program-program Pertanian Organik guna memperbaiki kesejahteraan kaum tani. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), mengatakan Pertanian Organik belum menjadi fokus perhatian pemerintah daerah.
“Pemda hendaknya meningkatkan program-program yang berbasis pertanian organik,” ujarnya saat pembukaan seminar Pertanian Padi Produksi di Kabupaten Cirebon, hari ini. Diungkapkannya, saat ini luas lahan Pertanian Organik di Indonesia sudah sangat minim dibandingkan lahan pertanian yang menggunakan pupuk kimia dan pestisida.
SPI mencatat lahan Pertanian Organik yang dikelola oleh petani rata-rata hanya seluas 0,5 hektar per petani dari total seluruh lahan pertanian di Indonesia. Akibatnya, kondisi ini dia khawatirkan sudah sangat mengancam kualitas lahan dan komoditas-komoditas pertanian.
Di sisi lain para petani juga sudah memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk bercocok tanam. Kondisi ini diperparah dengan semakin mahalnya harga pupuk kimia dan kebijakan pertanian oleh pemerintah yang menurutnya tidak konsisten.
“Kesejahteraan kaum tani sulit membaik karena terus tercekik, sementara korporasi-korporasi yang mengendalikan pupuk, lahan dan perdagangan menikmati hasilnya,” tegas Henry. Karena itu dia meminta kepada pemerintah daerah agar meningkatkan program-program yang mendukung pengembangan Pertanian Organik sebagai upaya mendasar untuk memperbaiki kesejahteraan kaum tani.
Salah satu upaya konkrit yang dapat dilakukan pemda misalnya denganĀ menjalankan program-program percontohan (pilot project) berbasis Pertanian Organik, khususnya di wilayah basis pangan. Melalui kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan (stake holder) terkait baik di pemerintahan maupun dengan elemen masyarakat tani, termasuk SPI.
“Pemda di basis pertanian juga sebaiknya membentuk tim khusus untuk mengkaji kesejahteraan kamu tani sebagai indikator penting sebelum menelurkan kebijakan pertanian,” sambungnya.
Ason Sukarsa, Wakil Bupati Cirebon, mengatakan pihaknya menyambut baik pemikiran tersebut dan berjanji untuk mempertimbangkannya. Konsepsi SPI ini menurutnya sangat tepat diimplementasikan di wilayah-wilayah basis pertanian, khususnya di Kabupaten Cirebon.
Dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil beras ketujuh terbesar di Provinsi Bandung sebagai provinsi pemasok utama beras nasional. Selain soal ketergantungan pupuk kimia dan pestisida, para petani, khususnya di Cirebon, lanjut dia, sebenarnya juga masih terkendala dengan masalah lahan.
“Lahan pertanian di kabupaten ini menyusut sekitar 200 hektar per tahun akibat dialihfungsikan menjadi wilayah pertambangan, properti dan untuk pembangunan infrastruktur,” jelasnya. Sementara pemda mengalami kesulitan mencari alokasi lahan pengganti karena semakin terbatasnya lahan yang dapat digunakan sebagai kawasan pertanian di daerah tersebut.
Disamping itu, lanjutnya, para petani di Cirebon juga masih kesulitan memasarkan hasil-hasil pertanian, khususnya beras, dengan harga yang layak. Dimana hingga kini depot logistik (Dolog) hanya bersedia membeli pasokan beras dari para distributor besar atau tengkulak, bukan langsung dari koperasi petani.
“Padahal pemerintah daerah sudah berulang kali merekomendasikan kepada Dolog untuk membeli stok beras langsung melalui koperasi-koperasi petani,” sambungnya.
Ultah SPI
Penyelenggaraan seminar Pertanian Padi Produksi bertajuk Kebijakan dan Kesejahteraan Petani itu sendiri merupakan salah satu rangkaian peringatan ulang tahun SPI ke-12. Hadir sebagai pembicara antara lain Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Jaya Taram dan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon Ali Efendi.
Kemudian Ketua Departemen Kajian Strategis Dewan Pelaksana Pusat (DPP) SPI Achmad Ya’kub serta Evi Susilawati mewakili kalangan akademisi. Selain para anggota SPI, seminar yang dihadiri oleh sekitar 200 orang itu juga terdiri dari kalangan akademis, ormas, organisasi pemuda dan paguyuban.
Adapun hasil kesimpulan dari seminar ini akan direkomendasikan kepada pemerintah daerah setempat sebagai masukan bagi pemda untuk melaksanakan program-program pertanian. Selain menggelar seminar, DPP juga meresmikan pendirian koperasi petani SPI Cirebon yang saat ini beranggotakan 13 basis (ranting).
Dalam rangkaian peringatan ultah ini, SPI sebelumnya sudah menggelar Korean Peasants League (KPL) Study and Exchange Trip dan Peluncuran buku Tolak Undang-Undang Penanaman Modal pada 4 dan 5 Juli 2010. Peletakan Batu Pertama Pembagunan PUSDIKLAT SPI di Desa Cijunjung, Bogor dan seminar Strategi dan Peran Petani dan Santri Menghadapi Korporatisasi Pangan dan Pertanian di Pondok Pesantran Lirboyo, Kediri pada 8 dan 11 Juli 2010 yang lalu. Dan akan melaksanakan Peresmian Penataan Lahan Produksi Pertanian Ekologis Rakyat di Sukabumi pada 15 Juli 2010 mendatang.