Kawasan Daulat Pangan (KDP) Nagari Ampalu, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, resmi dideklarasikan pada Rabu (01/10/2025). Deklarasi ini menandai komitmen baru para petani SPI di Nagari Ampalu untuk membangun sistem pangan berdasarkan kedaulatan pangan dan UNDROP (United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas / Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan).
Nagari Ampalu sendiri memiliki total luasan 10.800 hektare yang terdiri dari enam jorong atau dusun, yaitu Jorong Koto, Jorong Padang Aur, Jorong Padang Mangunai, Jorong Mengunai, Jorong Guguak, dan Jorong Siaur. Masyarakat Ampalu mayoritas menggantungkan hidupnya di pertanian dengan berbagai hasil bumi seperti padi, sayur – mayur, buah-buahan, hingga peternakan, hingga perkebunan seperti kopi. Praktik pertanian di sana sebenarnya sebagian sudah dilakukan secara organik yang beririsan dengan pertanian agroekologi. Namun, hasilnya belum optimal.
“Petani di Ampalu biasa sudah menanam padi, holtikultura, buah-buahan, bahkan peternakan. Namun belum terintegrasi, ada yang tanam, ada yang panen, di saat bersamaan, yang mana ini berpengaruh dan berdampak pada tidak terkendalinya hama dan penyakit. Hal inilah yang kemudian membuat hasil pertanian di sana tidak optimal,” ujar Kusnan selaku Kepala Badan Perbenihan Nasional dan Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi SPI.
Sebelum peresmian KDP, SPI terlebih dahulu mengadakan Pendidikan Agroekologi bagi para petani di Ampalu. Kegiatan ini dilaksanakan dalam dua tahap, pada Januari dan September, dengan jumlah peserta sebanyak 36 orang. Pendidikan ini menjadi langkah awal untuk memperkenalkan konsep KDP dan agroekologi.
“Dalam pendidikan agroekologi, kita ajarkan cara membuat pupuk, benih, nutrisi untuk tanaman, hingga pengendalian hama. Tujuannya agar petani mandiri dan tidak lagi bergantung pada produk luar setiap kali bercocok tanam,” jelas Kusnan.
Selama ini, masyarakat Ampalu sudah terbiasa menanam padi, hortikultura, buah-buahan, serta beternak, namun belum dilakukan secara terpadu. Akibatnya, pola tanam yang tidak serentak memicu kerentanan hama dan menurunkan produktivitas. Melalui pendidikan ini, SPI mendorong pengaturan pola tanam bersama agar hasil panen bisa lebih terkendali dan menghasilkan produksi pertanian yang unggul.
Antusiasme tinggi juga terlihat dari petani perempuan di Ampalu. “Alhamdulillah selama pendidikan dan pelatihan agroekologi di Nagari Ampalu, petani perempuan sangat antusias. Terbukti dengan kehadiran mereka setiap hari lebih dari 30 persen, hingga hari terakhir pelatihan,” ungkap Yossi salah seorang petani perempuan di Ampalu.
Para petani di Ampalu sudah mulai bertransformasi menuju praktik pertania agroekologi. Melalui pendidikan agroekologi yang diberikan oleh SPI, para petani sudah mulai mencoba menanam secara agroekologi. Sebagai contoh, Yossi juga membagikan pengalamannya di lahan pribadi. Ia sudah memanen hasil dari kebun pisang setelah menggunakan pupuk kompos. “Kalau di lahan petani di Ampalu, sebagian sudah mulai melakukan tanam padi tanpa pupuk kimia lagi,” tambahnya.
Tantangan hadir dalam hal distribusi dan pasar. Qomarun Najmi dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi SPI mengungkapkan bahwa koperasi dan jejaring pasar yang belum terbangun menjadi tantangan bagi petani di Ampalu. “Selama ini, petani di Ampalu masih bergantung pada pasar, yang mana pasarnya ini sampai ke luar daerah bahkan ke luar pulau. Posisi petani sangat tergantung sangat pasar, terutama dalam hal harga. Petani di sana benar-benar mengikuti saja harga yang berlaku di pasar,” ujar Qomar.
Untuk menjawab tantangan tersebut, SPI mendorong pembentukan Koperasi Petani Indonesia (KPI) Basis Ampalu sebagai offtaker. “Jadi hasil pertanian dari para petani bisa ditampung oleh koperasi ini, lalu koperasi yang akan mendistribusikannya,” ungkap Kusnan.
Sejalan dengan hal itu, Qomar menambahkan, “Harapan kita tentu para petani bisa memperkuat koperasi petani yang ada di Ampalu. Dari penguatan koperasi ini, posisi tawar petani terhadap pasar bisa meningkat sehingga mereka tidak lagi bergantung pada pasar. Ke depan, kita juga berharap petani dapat membangun kerja sama dan jejaring antarkoperasi.”
Peresmian KDP Ampalu menjadi langkah penting bagi SPI untuk membangun kedaulatan pangan. Dengan pendidikan agroekologi, penguatan koperasi, serta semangat kolektif petani, Ampalu dihadapkan tumbuh menjadi kawasan yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus menyediakan pangan yang berkualitas bagi masyarakat. “Harapannya tentu anggota kita di Ampalu bisa lebih sejahtera dari sebelumnya, sekaligus mampu berkontribusi mengatasi krisis pangan, baik di tingkat lokal maupun nasional,” pungkas Kusnan.