Serikat Petani Indonesia (SPI) melanjutkan rangkaian kegiatan secara nasional pada momentum Hari Pangan Sedunia (HPS) 2025 tanggal 16 Oktober 2025 ini untuk menegaskan kembali bahwa reforma agraria adalah kunci untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Rangkain kegiatan ini menjadi kelanjutan dari gerakan petani dalam peringatan Hari Tani Nasional bulan lalu, yang menuntut pelaksanaan reforma agraria sejati di Indonesia. Momentum Hari Pangan Sedunia ini juga menjadi refleksi terhadap masih rapuhnya sistem pangan Indonesia yang bergantung pada impor dan mengandalkan korporasi besar dalam memproduksi serta mendistribusikan pangan di Indonesia.
Berdasarkan laporan Global Hunger Index (GHI) tahun 2025, Indonesia tercatat menduduki peringkat 70 dalam indeks kelaparan global. Dalam laporan tersebut, Indonesia meraih skor 14,6 yang berarti Indonesia berada di tingkat kelaparan sedang. Angka ini membuat Indonesia berada di taraf yang cukup tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya seperti Vietnam (11,1), Filipina (13,4), dan Thailand (9,7). Dua faktor yang mempengaruhi tingginya angka kelaparan di Indonesia adalah 22,6% anak – anak di bawah lima tahun mengalami stunting dan 8,6% anak – anak di bawah lima tahun mengalami kekurangan gizi. Hal itu diakibatkan oleh penguasaan atas tanah subur dan hutan hujan dikuasai korporasi besar untuk komoditas ekspor dan proyek skala besar seperti food estate, perkebunan kelapa sawit, perkebunan kayu (hutan industri). Disisi lain petani Indonesia adalah petani gurem dengan lahan kurang dari 0,5 hektare, jumlahnya diperkirakan lebih dari 16 juta jiwa. Indeks gini sebesar 0,58, sebuah ketimpangan yang sangat besar.
Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sepanjang 2017–2024, impor beras, kedelai, dan gula terus mengalami peningkatan baik dari segi volume maupun nilai. Impor beras melonjak tajam hingga mencapai 4,5 juta ton pada 2024, dengan Thailand dan Vietnam sebagai pemasok utama. Kedelai yang menjadi bahan baku utama pangan rakyat, seperti tempe dan tahu, juga berada di angka 2,6 juta ton per tahun dan didominasi dari Amerika Serikat. Lonjakan impor ini mencerminkan lemahnya kedaulatan pangan nasional, di mana kebutuhan pokok rakyat justru semakin bergantung pada pasar global, sementara petani kecil di dalam negeri masih berjuang di tengah keterbatasan lahan dan kebijakan yang belum berpihak.
Pada momentum Hari Pangan Sedunia ini, SPI menegaskan bahwa reforma agraria adalah kunci utama untuk tercitaptanya sistem pangan berdaulat, di mana petani menguasai, mengelola, dan menentukan arah produksi pangan sesuai kebutuhan rakyat. Melalui sistem pertanian agroekologi, produksi pangan rakyat menjadi mandiri, sehat, dan berkeadilan. Tanah untuk petani berarti pangan untuk bangsa.
Pada momentum Hari pangan sedunia ini SPI mengingatkan kembali Pemerintah Indonesia, Presiden Prabowo untuk memenuhi 6 (enam) isi tuntutan pada Hari Tani Nasional 24 September 2025 yang disampaikan di depan Istana Negara dan telah diserahkan dokumen tuntutannya kepada Sekretariat Negara. Kami ulang 6 isi tuntutan tersebut:
Kemudian pada hari ini, di Hari Pangan sedunia ini, secara khusus kami sampaikan bahwa Kedaulatan pangan bisa terwujud apabila:
Oleh karena itu REVISI UU PANGAN NO 18 TAHUN 2012 yang sekarang berlangsung di DPR RI haruslah bisa menjadi dasar hukum untuk mewujudkan KEDAULATAN PANGAN di Indonesia. Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia, SPI menggelar serangkaian kegiatan nasional dan aksi massa di berbagai daerah.
“SPI akan melaksanakan berbagai kegiatan, mulai dari webinar nasional tentang kedaulatan pangan, diskusi mengenai RUU Pangan, hingga aksi massa di depan Istana Negara, di berbagai daerah akan melaksanakan kampanye penanaman dan peresmian Kawasan Daulat Pangan (KDP) sebagai bagian dari gerakan mewujudkan kedaulatan pangan, di tingkat Internasional bersama La Via Campesina /gerakan petani dunia melaksanakan berbagai kegiatan mobilisasi massa dan kampanye untuk mewujudkan kedaulatan pangan dengan menolak kehadiran korporasi pangan internasional dalam urusan pangan dan pertanian,” pungkas Angga Fajar selaku Ketua Pelaksana Peringatan Hari Pangan Sedunia.