
Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia (DPW SPI) Banten mendesak pelaksanaan reforma agraria dalam momentum 25 tahun berdirinya Provinsi Banten. Hal ini disampaikan langsung oleh ratusan massa SPI Banten pada aksi di Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten (KP3B), Kamis (09/10/2025).
Aksi tersebut digelar sebagai respons atas persoalan agraria yang terus berulang dan semakin parah, terutama di Kabupaten Pandeglang dan Lebak. Petani di wilayah tersebut masih menghadapi intimidasi dari oknum yang mengatasnamakan aparat kepolisian maupun TNI. Melalui aksi ini, SPI Banten ingin melihat sejauh mana komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan kondiis nyata petani di lapangan.
“Sudah puluhan tahun petani hidup dalam ketakutan dan intimidasi. Ada pungutan dari Perhutani, ada tekanan dari aparat, sementara tanah yang menjadi tempat bermukim dan sumber kehidupan petani belum juga diakui,” ungkap Sudarmawan selaku Ketua DPW SPI Banten.

Aksi ini membawa tiga tuntutan utama, yaitu (1) selesaikan konflik agraria yang terjadi di Banten; (2) hentikan pungutan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap petani oleh pihak Perhutani dan LMDH; serta (3) libatkan SPI dalam pembahasan di tingkat nasional, termasuk dalam Panitia Khusus (Pansus) dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Menurut Sudarmawan, pemerintah daerah dan kementerian terkait belum menunjukkan langkah nyata yang berpihak kepada petani dalam menyelesaikan persoalan di Banten. Ia juga menyoroti kinerja ATR/BPN yang dinilainya tidak transparan.
Persoalan yang dihadapi petani Banten bukan hanya tentang status lahan, tetapi juga ancaman terhadap kehidupan mereka. Nani Mulyani, petani perempuan SPI Banten yang telah berjuang selama puluhan tahun, menuturkan intimidasi dan kriminalisasi masih kerap terjadi. “Kami sebagai petani selalu diintiminasi di lapangan, kami selalu ditakut-takuti, tanah kami selalu dirampas. Bahkan suami saya pernah ditahan satu tahun delapan bukan karena memperjuangkan tanah. Kami bukan pencuri, kami hanya ingin hidup layak sebagai petani,” tegas Nani.
Sementara itu, Angga Fajar dari Departemen Organisasi SPP SPI menyampaikan bahwa dalam konteks perjuangan di level nasional, Banten merupakan salah satu contoh nyata perjuangan hak atas tanah yang masih terus berlangsung hingga saat ini. “Penting kita sampaikan juga bahwa perjuangan petani di Banten ini adalah bentuk nyata perlawanan terhadap korporasi dan institusi seperti Perhutani yang mengambil hak tanah rakyat, termasuk petani yang tidak bertanah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Angga menekankan bahwa menjelang Hari Pangan Sedunia yang diperingati setiap 16 Oktober, momentum ini seharusnya menjadi pengingat bahwa kedaulatan pangan hanya dapat terwujud jika reforma agraria sejati benar-benar dilaksanakan.