JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) akan menggelar rangkaian peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2025 yang berlangsung di seluruh Indonesia pada 20–29 September 2025. HTN diperingati setiap 24 September, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 169 Tahun 1963 yang menetapkan hari lahir Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 sebagai tonggak perjuangan petani untuk merombak struktur penguasaan agraria warisan kolonial yang timpang dan tidak adil. HTN bukan hanya peringatan, melainkan seruan untuk mengingat kembali bahwa cita-cita reforma agraria sejati masih jauh dari tuntas dan harus terus diperjuangkan.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menekankan arti penting Hari Tani Nasional 2025 ditahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo. Reforma agraria tercantum sebagai salah satu agenda prioritas dalam Asta Cita pemerintahan Prabowo, tetapi hingga saat ini, Presiden Prabowo belum menyusun kebijakan dan program untuk mengimplementasikan reforma agraria. Padahal, mandat pelaksanaannya sangat kuat, mulai dari UUD 1945 Pasal 33, Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, hingga Ketetapan MPR Nomor 9 Tahun 2001, dan Perpres Reforma Agraria No 62 tahun 2023 tentang percepatan reforma agraria,” ujarnya.
Henry menyoroti ketimpangan agraria sebesar 0,68 di Indonesia, angka yang sangat timpang. Sebagian besar petani Indonesia adalah petani gurem dengan lahan kurang dari 0,5 hektare, jumlahnya diperkirakan lebih dari 16 juta jiwa. Pada saat yang sama, tanah dalam skala besar masih dikuasai korporasi perkebunan maupun kehutanan serta perusahaan pengembang dan juga tambang, ada yang memperhitungkan 75% tanah Indonesia dikuasai oleh 1%, sisanya yang 25% dikuasai sebanyak 99% rakyat Indonesia. Kemudian juga konflik agraria yang berkepanjangan perlu segera diselesaikan dan lahan yang disengketakan harus didistribusikan kepada petani,” tegas Henry.
Data SPI mencatat, hingga 2025 terdapat konflik agraria yang melibatkan 118.762 kepala keluarga anggota SPI dengan total luasan mencapai 537.062 hektare. Konflik ini terjadi di berbagai daerah dengan beragam pihak, mulai dari dinas kehutanan, Perum Perhutani, perusahaan perkebunan, pengusaha perorangan, hingga institusi militer seperti TNI AU. Angka ini menunjukkan bahwa ketimpangan penguasaan tanah masih terus menekan kehidupan petani hingga hari ini.
Dalam peringatan HTN tahun ini, SPI menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain:
“Tanggal 24 nanti paling tidak kita akan melakukan aksi di beberapa tempat, di Kantor DPR-RI dan Istana Presiden, serta kementerian agraria dan tata ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) dan Kementerian Kehutanan,” ujar Agus Ruli Ardiansyah, Wakil Ketua Umum SPI Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus Ketua Pelaksana Hari Tani Nasional 2025. Selain di Jakarta, seluruh anggota SPI di 30 propinsi juga akan melaksanakan peringatan Hari Tani Nasional dengan melaksanakan aksi demontrasi dan berbagai bentuk kegiatan mobilisasi lainnya untuk mendesakkan dilaksanakannya Reforma agraria secara nasional dan daerah.
Agus menegaskan bahwa pelaksanaan HTN tahun ini ditujukan untuk mendesak komitmen pemerintah dalam menjadikan reforma agraria sebagai program prioritas. “Kami berharap pemerintah menunjukkan target dan capaian nyata, sesuai dengan agenda pembangunan yang menekankan kesejahteraan rakyat desa dan pengentasan kemiskinan. Reforma agraria harus menjadi pintu masuk dengan menata ulang struktur penguasaan dan distribusi lahan agar lebih adil bagi rakyat, terutama petani,” jelasnya.
SPI menyerukan agar peringatan HTN tahun ini dijadikan momentum konsolidasi perjuangan petani. “Kepada seluruh petani Indonesia, mari kita jadikan Hari Tani Nasional pada 24 September 2025 sebagai momen perjuangan untuk mengingatkan pemerintahan Prabowo melaksanakan reforma agraria sejati,” ujar Henry.
“Terakhir Kepada Pemerintah kami mengingatkan bahwa Reforma agraria menjadi prasyarat untuk bisa dilaksanakannya program-program yang ditujukan kepada rakyat. Program Makan gizi gratis, 3 juta rumah, perbaikan kampung nelayan, dan program koperasi Desa Merah putih akan bisa berjalan dengan cepat dan mengurangi beban kuangan Negara apabila reforma agraria dijalankan lebih dahulu. Tanpa keadilan agraria, kedaulatan pangan mustahil terwujud dan keadilan dan kemakmuran Rakyat Indonesia tidak tercapai,” pungkas Ketua Umum SPI tersebut.