
Seruan untuk menegakkan reforma agraria sejati ditegaskan kembali dalam webinar yang diselenggarakan Serikat Petani Indonesia (SPI) pada Sabtu (11/10/2025). Webinar dengan tajuk “Mewujudkan Kedaulatan Pangan dengan Melaksanakan Reforma Agraria” itu diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Pangan Sedunia dengan menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, petani, hingga Wakil Ketua Umum SPI.
Hadir sebagai pembicara antara lain Muhammad Karim, dosen Universitas Trilogi Jakarta; Zulfikar, Sekretaris DPC SPI Indramayu; Zainal Arifin Fuat, Wakil Ketua Umum SPI sekaligus koordinator internasional La Via Campesina untuk Asia Tenggara dan Asia Timur; serta Siti Inayah, anggota Majelis Nasional Petani SPI. Webinar ini dibuka oleh Henry Saragih Ketua Umum SPI dan dimoderatori oleh Hendarman selaku Kepala Badan Urusan Koperasi Petani, Kampung Reforma Agraria, dan Kawasan Daulat Pangan Pusat.

Dalam sambutannya, Henry Saragih menegaskan bahwa reforma agraria sejati merupakan kunci utama untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional. “Negara – negara yang melaksanakan reforma agraria mampu keluar dari kemiskinan dan kelaparan. Sementara Indonesia masih terjebak dalam kemiskinan dan kelaparan, reforma agraria belum dijalankan sepenuhnya. Masalah mengatasi kelaparan dan kemiskinan semakin sulit karena liberalisasi dan privatisasi dibidang pertanian semakin meningkat; ketergantungan pangan pada impor dan konsentrasi urusan pangan di tangan korporasi baik nasional dan internasional membuat kedaulatan pangan di Indonesia belum bisa diwujudkan,” ujarnya.

Muhammad Karim, dalam paparannya menekankan bahwa koperasi memiliki peran strategis dalam membangun kedaulatan ekonomi rakyat. Melalui koperasi rakyat dapat mengelola sektor-sektor produksi primer seperti pertanian, peternakan, dan kehutanan secara kolektif sehingga mampu mengatasi persoalan pangan dan kemiskinan. “Ke depan, reforma agraria yang dijalankan berbasis koperasi akan menjadi jalan bagi terwujudnya kedaulatan pangan dan ekonomi nasional. Seperti cita-cita Bung Hatta, kita harus menjadi negara koperasi, bukan negara korporasi,” ujar Karim.

Lebih jauh, Zulfikar, Sekretaris DPC SPI Indramayu sekaligus pengurus Koperasi Petani Indonesia (KPI) Indramayu, menekankan pentingnya koperasi senagai pilar utama dalam perjuangan reforma agraria dan kedaulatan pangan. “Reforma agraria tanpa koperasi sama saja seperti keluar dari satu lubang lalu jatuh masuk ke lubang yang lain. Karena ketika petani tidak mampu mengelola lahannya, tanpa koperasi tanah-tanah yang sudah dimiliki itu bisa kembali terkonsentrasi ditangan beberapa orang saja. Koperasi harus menjadi nafas perjuangan kita agar reforma agraria benar-benar menyejahterakan petani,” tuturnya.

Dari sisi petani perempuan, Siti Inayah berbicara mengenai pentingnya kedaulatan pangan yang berkeadilan gender, karena perempuanlah yang menjadi garda terdepan untuk pangan keluarga. Ia menekankan bahwa kedaulatan pangan harus berbekal dari akses, kontrol, dan partisipasi perempuan. Inayah juga menyoroti masih terbatasnya akses perempuan terhadap lahan dan pendidikan. “Bagi petani perempuan, pondasi utama kedaulatan pangan adalah memiliki akses, kontrol, dan partisipasi dalam sistem pangan berbasis pangan lokal,” tegasnya.

Dari perspektif global, Zainal menilai sistem pangan saat ini berada dalam cengkeraman korporasi besar yang semakin meminggirkan petani. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana pemerintah lebih mendorong ketahanan pangan berbasis impor ketimbang kedaulatan pangan. “Prabowo ingin swasembada pangan, tapi di satu sisi malah membuka keran impor melalui berbagai macam perjanjian, misalnya seperti impor sapi dari Brazil, justru setelah Indonesia menjadi anggota BRICS dan juga impor susu dari Australia,” ungkapnya.
Melalui webinar ini, SPI akan terus menegaskan bahwa kedaulatan pangan tidak akan terwujud tanpa pelaksanaan reforma agraria dan penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan berbasis koperasi. Kedaulatan pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga soal keadilan agraria dan perbaikan kebijakan pangan nasional yang masih belum berpihak pada petani selaku produsen pangan. Ini menjadi pengingat bahwa perjuangan menuju pangan yang berdaulat adalah perjuangan panjang yang harus dijalankan secara kolektif oleh rakyat bersama negara yang berpihak pada petani.
Dalam hal ini, UNDROP (Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan) menjadi alat perjuangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan reforma agraria. SPI juga membawa pesan tersebut dalam International Conference on Land, Life and Society yang diselenggarakan di Cape Town pada 7–9 Oktober lalu. Konferensi tersebut menjadi bagian dari rangkaian kegiatan menuju International Conference on Agrarian Reform and Rural Development (ICARRD) yang akan digelar di Kolombia pada tahun 2026 mendatang, dimana perjuangan reforma agraria akan kembali menjadi isu utama di tingkat dunia.