Resmi! Cartagena Jadi Tuan Rumah ICARRD+20

Pemerintah Kolombia secara resmi mengumumkan bahwa kota Cartagena de Indias akan menjadi tuan rumah Konferensi Internasional ke-2 tentang Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan (ICARRD+20), yang dijadwalkan berlangsung pada 24 Februari 2026 mendatang. Lebih dari 100 negara akan berpartisipasi dalam forum ini yang bertujuan mengevaluasi kembali komitmen internasional terhadap reforma agraria dan pembangunan pedesaan.

Proposal Kolombia untuk menjadi tuan rumah ICARRD+20 mendapat dukungan luas dari berbagai negara seperti Brasil, Chile, Kuba, Amerika Serikat, Uni Eropa, Guatemala, Kamerun, Kongo, Inggris, India, Hungaria, dan Indonesia. Dukungan ini disampaikan dalam Sidang ke-52 Komite Ketahanan Pangan Dunia (CFS) di Roma pada Oktober 2024 lalu dan sidang FAO Council sesi ke176 di awal Desember 2024.

Perwakilan International Planning Committee on Food Sovereignty (IPC), di mana La Via Campesina merupakan salah satu anggotanya, turut hadir dan memberikan pandangannya. Dalam hal ini, IPC diwakili oleh Nury Martinez yang juga anggota International Coordinating Committee (ICC) La Via Campesina mewakili wilayah Amerika Serikat dan anggota organisasi Fensuagro di Kolombia. Nury mengatakan bahwa dirinya percaya ICARRD+20 ini menawarkan ruang multilateral yang sangat dibutuhkan.

“Kami percaya bahwa ICARRD+20 menawarkan ruang multilateral yang sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi kemajuan dalam tata kelola yang bertanggung jawab atas tanah, perikanan, dan hutan, serta untuk menyepakati dan mengoordinasikan kebijakan publik yang efektif untuk menangani isu-isu kritis terkait tanah dan sumber daya bersama, termasuk: perampasan tanah dan sumber daya; konsentrasi tanah yang semakin meningkat; perubahan iklim, degradasi tanah, dan kehilangan keanekaragaman hayati; kekerasan terhadap pembela hak atas tanah; diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan; serta konflik dan perang,” ujar Nury.

Ia juga menambahkan bahwa, selain dampak langsung terhadap komunitas, wilayah, dan harga tanah, perampasan tanah telah memicu perubahan struktural dalam distribusi kepemilikan dan kontrol atas sumber daya alam. Hal ini mengakibatkan konsentrasi lahan yang semakin parah.

Sejak tahun 1980-an, ketimpangan kepemilikan lahan terus meningkat. Hal ini didorong oleh ekspansi pertanian industri berskala besar serta kebijakan ekonomi dan perdagangan yang lebih memprioritaskan produksi komoditas global. Akibatnya, 70% lahan pertanian dunia (lahan yang cocok untuk menanam tanaman) kini dikuasai oleh hanya 1% dari pertanian terbesar (kebanyakan monokultur) yang memproduksi beberapa komoditas pertanian. Sementara itu, pertanian dengan luas kurang dari dua hektar menyumbang 84% dari total pertanian, namun hanya mengolah 12% dari lahan pertanian.

Distribusi lahan yang timpang ini juga menyebabkan ketimpangan dalam penerimaan manfaat: 10% penduduk pedesaan terkaya menguasai 60% nilai lahan pertanian, sementara separuh populasi termiskin hanya memiliki 3%. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ketimpangan ini secara langsung mengancam mata pencaharian sekitar 2,5 miliar petani kecil, serta 1,4 miliar orang termiskin di dunia yang sebagian besar sangat bergantung pada pertanian untuk bertahan hidup.

“Kami percaya bahwa ICARRD+20 harus melakukan penilaian faktual dan partisipatif terhadap kemajuan dan hambatan dalam penghormatan, perlindungan, dan promosi hak atas tanah dan wilayah bagi petani, penyedia pangan skala kecil, masyarakat adat, komunitas, dan pekerja sejak ICARRD pertama pada 2006, pengesahan Voluntary Guidelines tentang Hak Atas Tanah pada 2012, dan pengesahan instrumen normatif baru seperti UNDRIP, UNDROP, dan Rekomendasi Umum CEDAW No. 34 tentang hak-hak perempuan pedesaan. Konferensi ini harus mempromosikan dan mendukung proses kebijakan publik nasional yang partisipatif (multisektoral) yang merespons realitas teritorial, dengan mempertimbangkan keragaman konteks historis dan sosiobudaya,” tambah Nury.

Morgan Ody, Koordinator Umum La Via Campesina, yang juga berbicara dalam acara tersebut menyampaikan dukungannya terkait inisiatif pemerintah Kolombia untuk menjadi tuan rumah ICARRD+20 ini.

“Dari gerakan petani global, kami sepenuhnya mendukung inisiatif pemerintah Kolombia untuk menjadi tuan rumah ICARRD+20. Kami berterima kasih atas komitmen semua negara dan lembaga PBB yang mendukung ICARRD. Manusia berada pada momen kritis, menghadapi krisis-krisis yang saling terkait dan mengancam keberadaannya: krisis pangan, krisis iklim dan ekosistem, krisis ekonomi dan sosial, serta krisis geopolitik. Dengan reforma agraria, kita dapat menghadapi dan mengatasi krisis-krisis yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia. Dengan reforma agraria, kita dapat mengalahkan kelaparan, karena jika kita sebagai produsen skala kecil memiliki akses ke tanah dan air, kita mampu memproduksi pangan sehat untuk memenuhi kebutuhan semua populasi di seluruh dunia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dengan cara ini, kita dapat mencapai kedaulatan pangan,” ungkapnya.

Zainal Arifin Fuad, anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) yang juga menjabat sebagai anggota ICC La Via Campesina dan terlibat aktif di IPC, mengapresiasi pemerintah Kolombia yang meresmikan acara ICARRD+20 ini. Zainal menyampaikan secara langsung kepada Jhenifer Mojica selaku Duta Besar PBB di Roma mengenai pentingnya dukungan nyata dari negara-negara terhadap proses ICARRD+20. Ia menekankan tiga poin utama, yakni pentingnya dukungan resmi dalam bentuk surat pernyataan resmi, kehadiran dalam acara utama di Cartagena, serta proses yang inklusif dan partisipatif yang melibatkan gerakan sosial serta organisasi massa.

Zainal juga menekankan perlunya memperluas cakupan ICARRD+20 agar tidak hanya berfokus pada reforma agraria di wilayah daratan, tetapi juga mencakup wilayah pesisir dan perairan tangkap yang menjadi ruang hidup bagi jutaan nelayan kecil.

“ICARRD selama ini terkesan hanya untuk reforma agraria di daratan saja. Padahal, wilayah pesisir dan bahkan wilayah penangkapan juga perlu masuk dalam pembahasan. Sudah ada Voluntary Guidelines on Small-Scale Fisheries (VGSSF) yang merupakan instrumen untuk memenuhi, melindungi, dan memfasilitasi hak asasi nelayan kecil. Dan komplementer dari VGSSF ini adalah UNDROP, karena cakupan dari definisi petani juga mencakup nelayan skala kecil,” pungkas Zainal.

Menjelang ICARRD+20, gerakan sosial, aliansi organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah harus bekerja sama untuk memastikan bahwa komunitas petani dan penduduk pedesaan lainnya memiliki akses dan kendali atas tanah, air, dan wilayah, guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, mendinginkan planet ini, dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada.

ARTIKEL TERKAIT
1 KOMENTAR
  1. Oktavianus Jantung berkata:

    Luar biasa dan kami mendukung.

BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU