JAKARTA. Dekade Pertanian Keluarga yang dicanangkan oleh PBB melalui FAO (lembaga pangan dunia) harus mampu meningkatkan kesejahteraan petani kecil dan menegakkan kedaulatan pangan di Indonesia. Hal ini ditekankan dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) di Jakarta, pagi ini (22/08).
Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan, Dekade Pertanian Keluarga ini dikeluarkan pada Juli 2019 oleh PBB dengan target 10 tahun ke depan.
“Bagi negara-negara maupun lembaga di bawah PBB, berkewajiban untuk mengimplementasikan Dekade Pertanian Keluarga ini,” tutur Henry di Jakarta pagi ini.
“Di Indonesia sendiri sudah banyak peraturan yang bagus dan sesuai dengan semangat terkait implementasi Dekade Pertanian Keluarga. Hal yang menjadi PR kita adalah bagaimana RUU dalam Prolegnas, seperti RUU Pertanahan, agar bagus dan selaras dengan nilai-nilai kedaulatan pangan dan upaya Dekade Pertanian Keluarga,” lanjutnya.
Zainal Arifin Fuad, Ketua Departemen Luar Negeri SPI memaparkan, secara ringkas mengapa Dekade Pertanian Keluarga penting, adalah karena pertanian keluarga memberi sumbangan terbesar bagi cadangan pangan di dunia. Pada sisi lain, kemiskinan dan kelaparan justru banyak terjadi di pedesaan dan pusat-pusat pertanian.
“berdasarkan data terbaru SOFI (State of Food Insecurity in the World) per 18 Juli 2019, jumlah orang yang mengalami gizi buruk di dunia telah meningkat sejak 2015, dari 785,4 juta orang menjadi 821,6 juta orang pada 2018. Indonesia meskipun tidak masuk dalam kondisi yang mengkhawatirkan, tetap harus memperhatikan hal ini,” paparnya.
Zainal mengemukakan, dari data SUTAS (Survei pertanian antar sensus) tahun 2017, jumlah rumah tangga petani gurem (penguasaan lahan di bawah 0,5 ha) pada tahun 2018 berada pada angka 15.809.398. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari yang sebelumnya berjumlah 14.248.864 di tahun 2013.
“Ini yang menurut saya harus menjadi target dari implementasi Dekade Pertanian Keluarga di Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi akibat adanya ancaman dan tekanan global, yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi, sehingga bagi petani hal ini berdampak pada munculnya perampasan tanah-tanah petani, dsb,” sambungnya.
Zainal menambahkan, Deklarasi PBBB Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan (UNDROP) yang tahun lalu (juga) baru disahkan PBB bisa disandingkan dengan Dekade Pertanian Keluarga.
“Sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah Indonesia untuk melaksanakan UNDROP sesuai dengan pasal 2 tentang kewajiban negara yang dimuat di dalamnya, dan Dekade Pertanian Keluarga di Indonesia agar kelaparan berkurang, petani sejahtera, kedaulatan pangan terwujud,” tutupnya.
Diskusi publik ini sendiri dihadiri oleh Direktur Hubungan Luar Negeri dan Plt. Direktur Perdagangan Kementerian Luar Negeri Agustafiano, Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, perwakilan IFAD, FAO Indonesia, berbagai LSM, dan berbagai organisasi mahasiswa.
Kontak selanjutnya:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668
Zainal Arifin Fuad – Ketua Departemen Luar Negeri SPI, Anggota Komite Koordinasi Internasional La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional – 0812 8932 1398