Menguatkan Perjuangan Reforma Agraria di Tingkat Global: SPI Gelar Webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Serikat Petani Indonesia (SPI) menyelenggarakan webinar internasional dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional ke-65 pada Senin, 29 September 2025. Kegiatan ini mengusung tema “Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026” sebagai upaya memperkuat solidaritas gerakan petani di tingkat nasional maupun global.

Hari Tani Nasional selalu menjadi momentum penting bagi petani Indonesia untuk meneguhkan kembali agenda reforma agraria sebagai jalan keadilan sosial. Tahun ini, peringatan tersebut juga dikaitkan dengan agenda ICARRD (International Conference on Agrarian Reform and Rural Development) yang akan dilaksanakan di Kolombia tahun 2026 mendatang.

Webinar dibuka dengan sambutan dari Henry Saragih selaku Ketua Umum SPI. Henry mengingatkan kembali sejarah perjuangan, mulai dari lahirnya dokumen penting tentang reforma agraria dalam konferensi kedua La Via Campesina, hingga peristiwa bersejarah 17 April 1996 di Brasil yang menandai kebangkitan isu reforma agraria. Ia juga mengingatkan bahwa pada tahun 2006 di Porto Alegre, La Via Campesina pernah menyelenggarakan pertemuan komprehensif tentang reforma agraria, dan pada tahun 2012 di Bukittinggi digelar konferensi reforma agraria abad ke-21 yang menyoroti perubahan gerakan, model, dan tantangan agraria di era sekarang.

Sambutan Ketua Umum SPI, Henry Saragih dalam webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Menurut Ketua Umum SPI tersebut, perjuangan reforma agraria di Indonesia masih terus berlanjut bahkan sempat masuk dalam rencana pembangunan nasional, namun kerap dihalangi oleh kekuatan politik. “Kini kita bersiap menuju ICARRD di Kolombia. Harapan saya, diskusi dengan narasumber-narasumber kita hari ini menjadi bagian penting dari konsolidasi menuju ICARRD 2026 mendatang,” pungkasnya.

Diskusi ini dimoderatori oleh Zainal Arifin Fuat, Wakil Ketua Umum SPI bidang Luar Negeri sekaligus ICC La Via Campesina untuk regional Asia Tenggara dan Asia Timur. Zainal menegaskan bahwa perjuangan reforma agraria di Indonesia menghadapi tantangan berat. “Hingga kini, pelaksanaan reforma agraria masih terhambat oleh kekuatan korporasi serta berbagai program strategis nasional, mulai dari kehutanan, perkebunan, infrastruktur, hingga pariwisata. Semua ini menjadi hambatan serius bagi terwujudnya reforma agraria di Indonesia,” ujarnya.

Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini menghadirkan pimpinan organisasi tani dari berbagai negara. Hal ini menjadi bukti bahwa perjuangan reforma agraria bukan hanya isu lokal, melainkan bagian dair perjuangan global untuk kesejahteraan petani. Sejumlah pembicara internasional yang hadir dalam webinar ini adalah Nelson Mudzingwa dari Zimbabwe Smallholder Organic Farmers Forum (ZIMSOFF), Anuka da Silva dari Movement for Land and Agricultural Reform (MONLAR) Srilanka, Nury Martinez dari FENSUAGRO Kolombia, Jaime Amorim dari Movimiento Sin Tierra (MST) Brasil, serta Baramee Chaiyarat dari Assemby of the Poor (AoP) Thailand.


Sarwadi dalam pemaparannya di webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Pada kesempatan ini, Sarwadi mewakili Serikat Petani Indonesia (SPI) juga turut hadir sebagai pembicara dari Indonesia. Sarwadi menekankan bahwa momentum Hari Tani Nasional ke-65 harus menjadi dorongan bagi terlaksananya reforma agraria. Ia menyoroti lahirnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan (PKH), namun ia juga menegaskan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam hal ini. mulai dair penyelesaian konflik agraria, menjadikan hutan dari Satgas PKH menjadi objek reforma agraria, hingga mengatasi ketimpangan penguasaan tanah yang masih terjadi di Indonesia hingga saat ini. Hingga saat ini, SPI sendiri telah berhasil merebut dan menguasai sekitar 600 ribu hektare lahan. Lahan tersebut kemudian dikelola untuk membangun Kampung Reforma Agraria dan Kawasan Daulat Pangan SPI.

Baramee Chaiyarat dalam pemaparannya di webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Sementara itu, Baramee Chaiyarat memaparkan bahwa gagasan reforma agraria di negaranya telah dimulai sejak 1932 dengan lahirnya “buku kuning” sebagai rencana redistribusi lahan dalam pembangunan ekonomi sosial. Kendati demikian, Baramee menjelaskan bahwa kuatnya pengaruh kapitalisme membuat kebijakan tersebut berujung pada perampasan tanah, distribusi lahan yang tidak adil, serta konservasi alam yang represif di bawah kontrol militer.


Nelson Mudzingwa dalam pemaparannya di webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Pengalaman serupa hadir dari Afrika, Nelson Mudzingwa memaparkan bagaimana sejarah kolonialisme meninggalkan ketidakadilan agraria yang panjang bagi pribumi di negaranya. Setelah kemerdekaan, Zimbabwe menetapkan redistribusi lahan sebagai tujuan utama, mekipun prosesnya berjalan lambat. Puncaknya, pada tahun 2000 pemerintah meluncurkan program reforma lahan untuk mempercepat redistribusi tersebut. “Melalui model A1, lebih dari 300.000 petani memperoleh akses ke sekitar 4,1 juta hektare lahan, sementara model A2 membuka peluang bagi lahirnya petani kulit hitam komersial dengan lahan berukuran 20 hingga lebih dari 500 hektare yang mana ini juga mendorong modernisasi pertanian melalui irigasi dan pengelolaan modern,” ujarnya.


Anuka Da Silva dalam pemaparannya di webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Anuka Da Silva dari Sri Lanka menyoroti banyaknya petani di negaranya, khususnya buruh perkebunan, yang belum memiliki hak atas tanah maupun kehidupan yang layak. “Kami membutuhkan reforma agraria yang nyata, terutama untuk masyarakat perkebunan. Momentum pemerintahan yang baru di negara kami juga kami manfaatkan untuk mendorong implementasi UNDROP dalam kebijakan nasional,” ujarnya.


Jaime Amorim dalam pemaparannya di webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Dari Brasil, Jaime Amorim yang juga merupakan ICC La Via Campesina Amerika Selatan menekankan bahwa reforma agraria tidak hanya menyangkut distribusi tanah, tetapi juga tentang cara memberi makan dunia melalui produksi pangan yang sehat dan berkelanjutan. Menurutnya, reforma agraria harus terhubung erat dengan agroekologi dan memberi ruang bagi petani kecil untuk berkembang, sekaligus melawan model pertanian yang merusak lingkungan dan hanya berorientasi pada keuntungan semata.

Nury Martinez dari Kolombia menekankan bahwa reforma agraria bukan hanya jawaban atas persoalan petani di negaranya, tetapi juga solusi bagi banyak masalah global. Ia menyebutkan bahwa pemerintah Kolombia telah mengambil langkah nyata dengan bekomitmen menjadi tuan rumah ICARRD 2026 mendatang. Menurutnya, pelaksanaan ICARRD nantinya akan menjadi kesemaptan penting untuk menghadirkan kembali agenda reforma agraria ke panggung internasional.

Shalmali Guttal dalam pemaparannya di webinar Pertukaran Pengalaman Perjuangan Reforma Agraria dan UNDROP, serta Persiapan Menuju ICARRD 2026

Shalmalli Guttal dari Focus on the Global South menegaskan bahwa implementasi UNDROP adalah tanggung jawab kolektif gerakan petani internasional. Saat ini, Kelompok Kerja UNDROP tengah menyiapkan laporan ke PBB yang menyoroti hak atas benih, keanekaragaman hayati, serta tanah dan wilayah, yang mana ini adalah isu yang sangat relevan dengan pelaksanaan ICARRD 2026 mendatang. Ia menekankan bahwa UNDROP harus diintegrasikan ke dalam kebijakan nasional dan praktik lokal agar benar-benar melindungi petani kecil, nelayan, masyarakat adat, dan komunitas pedesaan lainnya sebagai penyedia pangan dunia.

Dikusi ini telah menghadirkan beragam pengalaman, kisah sukses, serta tantangan perjuangan reforma agraria dari berbagai belahan dunia. Sebagi penutup, Zainal menekankan pentingnya paparan Shalmali terkait rencana Kelompok Kerja UNDROP yang tahun ini akan melaporkan isu hak atas benih, biodiversitas, serta hak atas tanah. “Ini adalah momentum yang tepat bagi kita untuk menyiapkan laporan, baik untuk disampaikan kepada pemeintah, Kelompok Kerja UNDROP, maupun untuk menajdi bahan yang kita bawa di ICARRD 2026 mendatang,” pungkasnya.

Kegiatan ini menegaskan bahwa Hari Tani Nasional 2025 bukan hanya perayaan di dalam negeri, tetapi juga bagian dari konsolidasi gerakan petani dunia. Melalui webinar ini, SPI bersama gerakan tani dunia menunjukkan bahwa reforma agraria adalah jalanuntuk mewujudkan keadilan sosial. Agenda bersama menuju ICARRD 2026 di Kolombia menjadi langkah nyata untuk memperkuat perjuangan reforma agraria di tingkat global.

ARTIKEL TERKAIT
Petani Perempuan: Ibu Kedaulatan Pangan, Garda Terdepan Perj...
Hari Tani Nasional 2025: Pemerintahan Prabowo Perlu Segera L...
Bulan Perjuangan Reforma Agraria: SPI Peringati Sebulan Penu...
Peringati HUT ke-80 RI, SPI Basis Sanda Adakan Upacara dan K...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU