Semangat Sumpah Pemuda Tumbuh di Tanah Perjuangan Pemuda Petani SPI

Sembilan puluh enam tahun setelah Sumpah Pemuda dikumandangkan, gema semangat persatuan itu terus hidup di ladang, sawah, dan kebun-kebun tempat para pemuda petani menanam kehidupan. Bagi pemuda tani Serikat Petani Indonesia (SPI), bersatu bukan hanya berarti satu bahasa atau satu tanah air, tetapi satu perjuangan: membangun kedaulatan pangan.

Bagi mereka, cinta tanah air tidak berhenti pada slogan. Pemuda petani mewujudkannya dalam kerja nyata: mengolah tanah, menjaga benih, dan memastikan pangan lahir dari kedaulatan rakyat.

Aditya, dari Departemen Pemuda Petani DPP SPI, menjelaskan bahwa peran pemuda dalam mewujudkan kedaulatan pangan hari ini belum sebanding dengan kebutuhan regenerasi petani di Indonesia. Berdasarkan Sensus Pertanian 2023, hanya sekitar 6,18 juta pemuda yang menjadi petani dari total 28,19 juta petani, atau sekitar 21,93 persen saja.

Aditya dari Departemen Pemuda Petani DPP SPI

“Banyak pemuda yang tidak tertarik ke dunia pertanian karena sulitnya akses terhadap lahan dan faktor produksi, tidak adanya jaminan harga dari pemerintah, serta tekanan sosial yang membuat mereka gengsi menjadi petani,” ungkapnya.

Namun, SPI berupaya menjawab tantangan itu melalui pendidikan dan konsolidasi kader muda di seluruh tingkat organisasi, dari basis hingga nasional. Salah satu upaya nyata adalah melalui Pendidikan Agroekologi Nasional, yang melatih kader muda SPI untuk berpikir kritis dan peka terhadap kondisi petani di lapangan.

Semangat Sumpah Pemuda bagi gerakan pemuda petani hari ini adalah panggilan untuk “bersatu dalam tindakan, bukan hanya dalam kata.”

Ragil – pemudi petani dari Bengkulu

Bagi Ragil, pemudi petani dari Bengkulu, Sumpah Pemuda bukan hanya peringatan sejarah, tapi semangat yang hidup dalam setiap langkah di ladang dan kebun. “Makna Sumpah Pemuda bagi saya adalah semangat untuk bersatu dan berjuang demi masa depan bersama, tidak hanya dengan kata-kata tapi juga lewat tindakan nyata. Perjuangan kami hari ini bukan lagi melawan penjajah, tapi melawan ketergantungan dan ketidakadilan dalam pangan,” ujarnya.

Ragil percaya bahwa bertani adalah bentuk nyata dari cinta tanah air. Ia menyebut, dengan menanam, para pemuda sebenarnya sedang menjaga kehidupan sekaligus membuktikan bahwa anak muda juga bisa berdaulat di tanah sendiri. Semangat itu ia wujudkan bersama teman-teman pemuda tani di daerahnya. “Kami, pemuda tani di Bengkulu, berusaha mewujudkan semangat itu dengan bekerja sama mengelola lahan, membuat pupuk organik sendiri, dan menjual hasil panen tanpa lewat tengkulak. Dari situ kami belajar mandiri dan berdaulat atas pangan kami sendiri,” tuturnya.

Bagi Ragil, menjaga semangat Sumpah Pemuda bukan soal upacara atau seremoni tahunan, tetapi soal keberlanjutan perjuangan di lapangan. “Supaya semangat Sumpah Pemuda tetap hidup, anak muda harus terus gotong royong, mencintai tanah sendiri, dan bangga jadi petani. Dengan saling dukung dan berinovasi, kami bisa menjaga agar pertanian tetap hidup dan berdaulat,” pungkasnya.

Yusuf – pemuda petani NTT

Di Nusa Tenggara Timur, para pemuda petani menghadapi tantangan regenerasi yang tak ringan. Banyak anak muda meninggalkan desa demi pekerjaan di kota. Yusuf, pemuda tani dari DPC SPI Manggarai Barat, mengakui bahwa minat anak muda untuk bertani masih rendah.“Di kampung saya, sebenarnya pekerjaan utama masyarakat itu petani. Tapi karena keterbatasan sumber daya dan pengetahuan, banyak anak muda lebih memilih jadi tukang bangunan, kerja di toko, atau merantau ke Bali dan Kalimantan,” ujarnya.

Pendidikan agroekologi yang diikuti Yusuf bersama SPI membuka pandangannya tentang pentingnya kedaulatan pangan dan pengetahuan bertani. Ia bertekad untuk meneruskan semangat itu sepulangnya ke kampung.“Setelah belajar di sini, saya jadi paham bahwa bertani itu ada ilmunya, ada trik-triknya. Itu yang mau saya bagikan ke anak-anak muda di kampung saya nanti. Supaya mereka tahu, bertani juga bisa memberikan kehidupan yang layak kalau kita sungguh-sungguh dan paham caranya,” tuturnya.

Sebagai pemuda petani, Yusuf menyampaikan harapannya di momen Sumpah Pemuda. “Harapan saya, pemuda-pemuda Indonesia jangan minder jadi petani. Karena dari tanah inilah kita bisa hidup layak, bahkan sejahtera, kalau kita tekun dan mau belajar,” pungkasnya.

Lius – pemuda petani dari Papua

Bagi pemuda tani di Papua, bertani bukan sekadar pekerjaan, tapi warisan dan identitas. Namun, di tengah arus modernisasi, menjaga warisan itu tidak lagi mudah. Lius, pemuda tani dari DPW SPI Papua, mengakui bahwa tantangan bagi generasi muda di tanahnya kini semakin berat.“Tantangan pemuda di Papua saat ini memang besar, terutama di zaman modern. Banyak anak muda yang sudah tidak tertarik bertani karena lebih memilih hal-hal yang instan. Mereka ingin hasil cepat, tanpa proses panjang seperti di pertanian,” ujarnya.

Bagi Lius, pendidikan agroekologi dan keterlibatan dalam gerakan SPI menjadi cara untuk membangkitkan kembali semangat itu. Ia melihat pendekatan agroekologi bisa menjadi jalan alternatif untuk mengajak pemuda kembali mencintai pertanian.“Agroekologi ini jadi jembatan untuk mengembalikan kesadaran anak muda. Supaya mereka paham bahwa bertani bukan hal kuno, tapi justru masa depan. Dengan ilmu yang tepat, bertani bisa maju dan berdaulat,” katanya.

Lius menyampaikan harapannya bagi masa depan pertanian Indonesia. “Harapan saya, pemuda jangan malu jadi petani. Jangan anggap bertani itu pekerjaan primitif. Justru kita perlu kembangkan metode dan pelatihan yang membuat anak muda tertarik lagi ke pertanian. Dunia boleh berubah cepat, tapi petani harus tetap ada,” pungkasnya.

Di berbagai penjuru negeri, pemuda-pemuda petani terus berjuang menjaga kehidupan di tanahnya sendiri. Dari Sumatera hingga Papua, mereka memaknai semangat Sumpah Pemuda bukan sekadar peringatan, melainkan panggilan untuk berdaulat dan menumbuhkan harapan melalui pertanian.

ARTIKEL TERKAIT
Petani Perempuan: Ibu Kedaulatan Pangan, Garda Terdepan Perj...
Menganyam Ekonomi Solidaritas, Koperasi Petani dan Rakyat Mi...
Catatan Akhir Tahun Pertanian Indonesia 2015: “Kedaulatan Pangan dan Reforma Agraria Telah Dibajak Oleh Kekuatan Pasar” Catatan Akhir Tahun Pertanian Indonesia 2015: “Kedaulatan ...
SPI Tegaskan Reforma Agraria sebagai Kunci Utama Mewujudkan ...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU