Menganyam Ekonomi Solidaritas, Koperasi Petani dan Rakyat Miskin Kota Bersatu untuk Kedaulatan Pangan

JAKARTA. Sebuah langkah konkret menuju sistem pangan berdaulat dilakukan oleh petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI). Pada 8 Juni 2025, sebanyak 8 ton beras agroekologi yang diproduksi oleh Koperasi Petani SPI (Koperasi Petani Indonesia/KPI) Indamayu dikirim ke Koperasi Induk Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK). Koperasi yang berlokasi di Kampung Susun Akuarium, Jakarta Utara, ini melayani sekitar 5.000 kepala keluarga (KK) dari 26 kampung di wilayah Jakarta.

Proses kerja sama antara kedua koperasi ini berlangsung secara intensif dan kolektif. Beras yang dikirim melalui kerja sama ini diproduksi oleh para petani anggota KPI Indramayu, yang berbasis di Kawasan Daulat Pangan seluas 1000 hektar di atas tanah perjuanan Reforma Agraria SPI. Pada tahap awal, suplai yang dikirimkan mencapai 8 ton, memenuhi kebutuhan pokok dari Koperasi Induk Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) di Jakarta.

Kerja sama ini merupakan bagian dari upaya membangun ekonomi alternatif yang berpihak pada rakyat, menegakkan keadilan sosial, dan memperkuat kedaulatan pangan. “Kerja sama antara KPI Indramayu sebagai koperasi produksi petani dengan koperasi JRMK sebagai koperasi konsumen adalah dari upaya usaha produksi petani untuk kebutuhan dasar yang ditujukan pada konsumen sevara langsung. Ini adalah bagian dari prinsip kedaulatan pangan yang akan memperkokoh perjuangan penegakan kedaulatan pangan,” ujar Henry Saragih selaku Ketua Umum SPI.

Wahyudi Rakib selaku Ketua Departemen Koperasi Petani Nasional SPI menjelaskan bahwa model kerja sama antara KPI Indramayu dan Koperasi JRMK ini menghubungkan langsung produsen dengan konsumen pangan, tanpa perantara besar atau rantai perdagangan yang panjang. Dengan demikian, nilai ekonomi tetap berpihak pada petani, sekaligus memastikan akses pangan berkualitas dan terjangkau bagi jaringan rakyat miskin kota.

“Kerja sama ini merupakan wujud nyata dari inisiatif rakyat dalam membangun sistem pangan yang berkeadilan, berbasis kedaulatan pangan rakyat, tanpa ketergantungan pada kekuatan korporasi,” imbuh Rakib.

KPI Indramayu sendiri merupakan koperasi tingkat Cabang/Kabupaten yang dibentuk SPI di Indramayu. Koperasi ini berada di Kawasan Daulat Pangan SPI Indramayu di Kecamatan Tukdana. “KPI Indramayu bukan sekadar wadah ekonomi, tetapi juga bagian dari gerakan petani yang memperjuangkan reforma agraria, agroekologi, dan kedaulatan pangan,” ungkapTry Utomo selaku Ketua KPI Indramayu.

Dari kawasan inilah beragam komoditas diproduksi dengan prinsip – prinsip agroekologi yang berkelanjutan. Mayoritas petani di sana menanam padi ketika musim hujan, lalu holtikultura di musim kedua dan ketiga. Dikarenakan hampir semuanya lahan tadah hujan, kecuali di Desa Sukamulya ada 78 hektar bisa ditanami padi dua kali dalam satu tahun karena dekat dengan irigasi.

Produksi beras agroekologi oleh anggota KPI Indramayu dilakukan tanpa menggunakan pestisida kimia sintetis maupun pupuk kimia, melainkan dengan pupuk kompos dari limbah ternak, pupuk hayati, serta pestisida nabati buatan sendiri seperti dari daun sirsak, tembakau, dan serai. Selain menjaga keberagaman hayati di lahan, para petani juga menerapkan rotasi tanaman, integrasi dengan ternak, serta pengelolaan air yang bijak. Praktik pertanian ini turut dirawat dalam tradisi lokal, seperti Sedekah Bumi, Mapag Tamba, dan Mapag Sri. Tradisi lokal ini adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem budaya produksi petani SPI Indramayu.

“Semua itu dilakukan tanpa ketergantungan pada korporasi benih atau pupuk, sehingga benar-benar mandiri dan berbasis pengetahuan lokal,” imbuh Try.

Setelah proses budidaya, tidak hanya berhenti pada tahap panen, petani juga terlibat langsung dalam pengolahan dan juga distribusi beras. “Keterlibatan petani dalam produksi beras ada pada pengangkutan gabah ke pabrik, dan petani yang mengerti seluk beluk penggilingan gabah dan kualitas beras yang variatif kami jadikan tim khusus produksi. Untuk distribusi beras, banyak anggota yang menjadi penyalur beras ke kios maupun ke konsumen langsung,” ungkap Zulfikar selaku Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPI Indramayu.

Semua proses ini dikoordinasikan melalui koperasi petani yang tentunya tidak lepas dari tantangan dan dinamikanya. Tantangan pertama ada pada kepercayaan anggota ke koperasi. Setelah sering melakukan musyawarah sesama petani, akhirnya petani anggota banyak yang mendaftar anggota koperasi dan ikut mendukung gerakan koperasi dengan simpanan pokok dan wajib dalam bentuk gabah. Tidak hanya itu, persaingan pasar serta target pasar juga menjadi tantangan tersendiri bagi kelangsungan koperasi petani ini.

Meskipun penuh tantangan, hasil yang dihasilkan koperasi ini memiliki keunggulan tersendiri yang membedakannya dengan produk sejenis di pasaran. Beras agroekologi yang diproduksi oleh KPI Indramayu memiliki sejumlah keunggulan, antara lain lebih sehat karena bebas dari residu pestisida dan bahan kimia sintetis, serta memiliki rasa dan aroma yang khas karena penggunaan varietas lokal yang diturunkan dan disimpan sendiri oleh petani. Selain itu, beras ini diproduksi secara adil tanpa merugikan petani maupun lingkungan, serta memiliki daya tahan lebih baik karena dihasilkan dari sistem pertanian yang menjaga kesuburan tanah dan keseimbangan ekologi.

“Membeli beras ini berarti ikut serta dalam gerakan pangan yang berpihak pada petani kecil dan lingkungan hidup,” tukas Try.

Nilai – nilai inilah yang kemudian mempertemukan KPI Indramayu dan koperasi konsumen seperti JRMK. Kerja sama antara kedua pihak ini dimulai dari pertemuan informal dalam diskusi publik soal akses pangan dan keadilan agraria. Pertemuan itu memunculkan kesadaran bersama bahwa petani dan rakyat miskin kota menghadapi tantangan serupa, yaitu sistem pangan yang dikuasai oleh segelintir korporasi dan tengkulak.

Kerja sama ini membuka jalan bagi hal yang lebih besar lagi ke depannya. Rakib memaparkan beberapa langkah selanjutnya yang akan diambil SPI secara nasional. “Langkah ke depan, secara nasional SPI akan terus memperkuat solidaritas ekonomi antara koperasi petani SPI dan gerakan rakyat seperti buruh dan nelayan, sehingga distribusi pangan agroekologi semakin meluas dan memberi manfaat nyata bagi petani dan seluruh rakyat di Indonesia,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Henry Saragih. “Potensi kerja sama ini bisa diperluas untuk koperasi rakyat lainnya yang ada di perkotaan dan juga koperasi-koperasi buruh dan juga koperasi-koperasi konsumen hijau,” ujar Ketua Umum SPI tersebut.

Tidak sampai di situ, SPI juga akan terus memperkuat penataan dan pengelolaan produksi pangan di basis-basis perjuangan petani SPI serta memperkuat pengorganisasian dan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan.

“Harapannya kerja sama ini bisa terus ditingkatkan pengelolaan usahanya, baik petani sebagai produsen maupun koperasi konsumen. Karena akan banyak tantangan internal dan juga tantangan eksternal yang pastinya akan muncul seiring berjalannya waktu. Kita ingin koperasi ini menjadi salah satu langkah nyata membangun kedaulatan pangan rakyat Indonesia—dari desa, oleh petani, untuk rakyat,” pungkas Henry.

Dalam pemenuhan pangan, kerja sama antar koperasi rakyat seperti yang dilakukan oleh SPI dan JRMK sebagai bagian dari gerakan ekonomi alternatif yang belum pernah dilakukan secara masif di Indonesia, dapat dibuat kebijakan/peraturan perundang-udangan secara khusus oleh pemerintah sebagai bagian dari menjalankan amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945.

ARTIKEL TERKAIT
Peresmian Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Serikat Pe...
SPI Bagikan Kisah Sukses Koperasi Petani dalam Forum Diskusi...
SIARAN PERS DAN AKSI TOLAK IMPOR BERAS SPI DAN PARTAI BURUH:...
Diskusi Terpimpin SPI: "Stop Impor Beras, Pemerintah Gagal W...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU