COP26: Agroekologi dan Kedaulatan Pangan adalah Solusi Sejati untuk Krisis Iklim

JAKARTA. Krisis iklim merupakan masalah krusial yang mengancam keberlangsungan hidup umat manusia di seluruh dunia. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan, bagi petani dan masyarakat desa, krisis iklim sangat berdampak terhadap kehidupan, dimana pola pertanian yang merujuk kepada kalender musim tidak lagi dapat menjadi panduan bagi petani.

“Kemarau panjang, banjir, angin besar, suhu udara yang ekstrim menyebabkan kerusakan pada tanaman sehingga petani mengalami gagal panen berdampak kepada kesejahteraannya,” kata Henry dari Medan, Sumatera Utara, siang ini (03/11).

Henry mengingatkan, dimulai dari 31 Oktober lalu hingga 12 Nopember nanti, COP26 di Glasgow, Skotlandia menjadi salah satu pertemuan yang sangat penting dalam menentukan penanganan krisis iklim tersebut. Negara-negara telah bersepakat dalam Paris Agreement untuk menahan suhu bumi di angka 1,5 derajat celsius dan bergerak bersama dalam perwujudannya. COP26 sendiri adalah singkatan dari Conference of the Parties ke-26 atau diartikan sebagai Pertemuan Para Pihak. COP merupakan forum tingkat tinggi tahunan, ada 197 negara yang terlibat pertemuan untuk membicarakan dan menanggulangi isu perubahan iklim global.

Henry Saragih, Ketua Umum SPI

“Namun, dalam pertemuan tersebut, solusi yang ditawarkan adalah solusi palsu yang tidak dapat menyelesaikan masalah sebenarnya. Pada COP26, negara-negara berkomitmen untuk mencapai kesepakatan dalam pengimplementasian pasal 6 di Paris Agreement, yakni mekanisme perdagangan dan ganti rugi karbon,” katanya.

“Pengimplementasian mekanisme tersebut akan menjadi solusi yang tidak adil bagi petani dan masyarakat adat yang selama ini telah menjaga kelestarian alam karena hanya menguntungkan korporasi-korporasi yang selama ini berkontribusi dalam melepaskan karbon untuk terus menjalankan operasinya,” sambungnya.

Henry melanjutkan, Indonesia sendiri adalah pendukung utama diimplementasikannya pasal 6 tersebut dan dianggap telah menerapkan berbagai kebijakan yang mampu menangani krisis iklim. Namun dalam perjalanannya, kebijakan-kebijakan tersebut masih tidak tampak, khususnya kebijakan penanganan perubahan iklim dalam sektor pangan dan pertanian yang selama ini berkontribusi dalam melepaskan gas rumah kaca.

“Hal ini terjadi karena sektor pangan dan pertanian di Indonesia masih didominasi oleh korporasi-korporasi raksasa yang beroperasi dengan skala besar, dengan model produksi yang indutrialis atau monokultur, menggunakan input-input agrokimia dan benih transgenik serta penerapan Pertanian Kebal Iklim (CSA). Lebih jauh lagi, petani-petani individu di Indonesia juga masih banyak bergantung terhadap input-input agrokimia tersebut,” paparnya lagi.

Konflik Agraria dan Krisis Iklim

Hal senada disampaikan Zainal Arifin Fuad, Ketua Departemen Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI. Ia menegaskan, dominasi korporasi tersebut pun terus berlanjut dengan dorongan dari pemerintah yang mendukung langkah mitigasi perubahan iklim melalui pembiayaan-pembiayaan konservasi bilateral.

“Korporasi-korporasi tersebut dalam perjalanannya justru menimbulkan konflik-konflik agraria terhadap petani. Contohnya seperti yang terjadi di Jambi dimana para petani SPI harus dihadapkan dalam konflik agraria dengan PT. LAJ dan PT. REKI yang mendapatkan pembiayaan dari dana-dana lingkungan,” tegasnya.

“Lahan petani digusur dan beberapa petani telah dikriminalisasi selama konflik agraria itu terjadi. Selain itu, bertolak belakang dengan langkah-langkah memitigasi perubahan iklim, pemerintah Indonesia juga terus mendorong program-program food estate yang mendorong tingginya laju deforestasi dan konflik-konflik agraria yang memarginalkan petani dan masyarakat adat,” sambung Zainal yang juga anggota Komite Koordinasi Internasional La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).

Saatnya Agroekologi Ditegakkan!

Zainal menjelaskan, SPI bersama La Via Campesina terus mendorong agar agroekologi dijadikan solusi utama dalam mengatasi krisis iklim, bukan perdagangan dan ganti rugi karbon yang hanya akan menguntungkan para korporasi. Pemerintah sendiri sebelumnya sudah memiliki rencana untuk menjalankan pertanian yang sejalan dengana konsep agroekologi SPI dan La Via Campesina, namun terdesak dengan agroindustri yang dipromosikan korporasi.

“Agroekologi dimaknai sebagai suatu cara bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian,” ungkapnya.

“Tujuannya adalah untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pelaksanaan pertanian agroekologi bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai kehidupan,” sambungnya.

Zainal menambahkan, pada perjalanannya, SPI terus mengampanyekan agroekologi baik dalam konteks kebijakan maupun praktek di lapangan. Hingga saat ini, SPI telah mendeklarasikan Kawasan Daulat Pangan SPI di berbagai wilayah di Indonesia, yang mana dalam kawasan tersebut penduduknya menjalankan agroekologi. Namun, praktek tersebut masih sangat penting untuk didukung dalam konteks kebijakan.

Zainal Arifin Fuad

“Oleh karena itu, SPI terus menuntut kepada pemerintah untuk mengeluarkan dan mengimplementasikan kebijakan penanganan krisis iklim yang sesuai dengan konsep agroekologi dan kesejahteraan petani,” tambahnya.

“SPI juga menuntut pemerintah untuk menetapkan Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan (UNDROP) sebagai kerangka acuan utama dalam mengatasi krisis iklim, karena di dalamnya terkandung pasal-pasal tentang hak-hak petani seperti hak atas keselamatan dan Kesehatan kerja, hak atas pelestarian dan perlindungan lingkungan, hak atas benih, hak atas keanekaragaman hayati dan hak atas pengetahuan budaya dan tradisi,” tutupnya.

Kontak Selanjutnya:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668
Zainal Arifin Fuad – Ketua Departemen Luar Negeri DPP SPI – 0812 8932 1398

ARTIKEL TERKAIT
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU