“Hadiri Konferensi ke-8 La Via Campesina, SPI: Kaum Tani di Seluruh Dunia Bergerak Hadapi Krisis Global dengan Kedaulatan Pangan”

BOGOTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) menghadiri Konferensi ke-8 La Via Campesina (LVC) di Bogota Kolombia pada tanggal 1-8 Desember 2023. SPI diwakili oleh Zainal Arifin Fuad, Ketua Departemen Luar Negeri DPP-SPI, sekaligus Koordinator LVC Regional Asia Timur dan Asia Tenggara.

Kemudian Ratih Kusuma (Ketua Departemen Petani Perempuan DPP-SPI), Afgan Fadilla (Kepala Badan Kampanye Hak Asasi Petani Indonesia DPP-SPI) sebagai delegasi pemuda, Ropikotul Mualimah (Pengurus DPW-SPI Banten) sebagai delegasi perempuan, dan Angga Hermanda (Ketua Departemen Politik, Hukum, dan Keamanan DPP-SPI) sebagai delegasi laki-laki.

Para utusan SPI tersebut bergabung dengan lebih dari 400 orang delegasi LVC yang mewakili 185 organisasi dan gerakan di 83 negara.

Pada Forum Laki-laki Melawan Patriarki, Angga utusan dari SPI menekankan bahwa laki-laki dan perempuan merupakan insan yang tidak bisa saling dominan satu sama lain. Melainkan harus bahu membahu, terutama dalam memajukan organisasi.

“LVC sudah bergerak dijalur yang benar dengan memberi perimbangan kepemimpinan laki-laki dan perempuan ditingkat internasional, dan saat ini ditambah pemuda. Hal ini juga berlangsung di SPI. Setiap utusan Majelis Petani ialah satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Demikian juga di Badan Pelaksana, mulau Pusat, Wilayah, Cabang, hingga Basis, ada bidang Petani Perempuan”, ujarnya.

ANGGA HERMANDA (BERDIRI)

Kegiatan lalu dilanjutkan dengan pembukaan forum utama konferensi. Zainal menjelaskan, “Konferensi ke-8 juga dijadikan sebagai momentum untuk merayakan 30 tahun LVC, dimana tema yang diangkat pada Konferensi ini yaitu ‘Menghadapi krisis global, kami membangun kedaulatan pangan untuk menjamin masa depan umat manusia!’.

LVC merupakan gerakan internasional yang beranggotakan petani, pekerja pedesaan, orang-orang yang tidak memiliki tanah, masyarakat adat, penggembala, nelayan tradisional, penghuni hutan, perempuan perdesaan, pemuda, dan masyarakat lain yang bekerja di pedesaan di seluruh dunia.

“LVC menyerukan dunia untuk menuju sistem pangan yang adil dan layak bagi semua, mengakui kebutuhan masyarakat, menghormati alam, mendahulukan kepentingan manusia dibandingkan keuntungan, dan menolak perampasan oleh perusahaan”, tutur Zainal.

Terdapat lima tematik pembahasan dalam konferensi. Pertama tentang Kebijakan Publik, Perdagangan, Pasar, dan Pendapatan.

Menurut Zainal, salah satu tantangan utama produsen pangan skala kecil setelah panen adalah bagaimana produksi petani dapat dijual dengan harga yang baik untuk menutupi biaya produksi dan kelanjutan produksi dan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga petani akan makanan, barang dan jasa, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, dan lain-lain.

ZAINAL ARIFIN (BERDIRI)

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan yang layak bagi petani karena sistem pangan lokal yang tidak adil dan sistem pangan internasional yang neoliberal di bawah WTO dan berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) bilateral dan regional.

“Maka LVC perlu meningkatkan mobilisasi untuk melawan WTO dan FTA baik di tingkat regional maupun internasional, memperkuat kolektifitas perdagangan, melakukan berbagai formasi tentang perdagangan, dan menciptakan kerangka kerja dan kelembagaan perdagangan alternatif berbasis Kedaulatan Pangan, yang salah satunya dapat dilakukan dengan mengembangkan koperasi petani”, imbuh Zainal.

Tema kedua terkait Perjuangan Petani Melawan Krisis Iklim. SPI dan La Via Campesina telah memiliki solusi, yaitu agroekologi yang mana LVC memiliki slogan “Produksi pangan skala kecil mendinginkan planet”.

“Oleh karena itu La Via Campesina harus melakukan banyak pelatihan tentang agroekologi, laporan agroekologi berbasis bukti, sekolah agroekologi dan terus melakukan advokasi di FAO baik di Roma maupun di kantor regional (Bangkok) dan juga di tingkat nasional”, tutur Zainal.

Sebaliknya, Korporasi juga ingin merebut kembali agroekologi kita dengan memperkenalkan terminologi baru, seperti solusi berbasis alam dan pertanian regeneratif.

Ketiga, hak-hak petani, pekerja dan migran. SPI dan LVC terus melakukan lobi-lobi untuk pembaruan agraria dan pembangunan pedesaan, jika tidak, FAO akan dikuasai oleh korporasi-korporasi yang menerapkan pembaruan agraria pasar yang akan terus menerapkan pertanian skala besar (monokultur) dan Food estate.

“Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut, SPI dan LVC membela pertanian rakyat dan menerapkan wilayah kedaulatan pangan di wilayah perjuangan kami. Selain itu, SPI dan LVC harus melakukan pendidikan politik yang terkait dengan pembaruan agraria”, pungkasnya.

Tema yang keempat yakni Agroekologi, Tanah, dan Reforma Agraria. SPI dan LVC terus melakukan lobi-lobi untuk pembaruan agraria dan pembangunan pedesaan, jika tidak, FAO akan dikuasai oleh korporasi-korporasi yang menerapkan pembaruan agraria pasar yang akan terus menerapkan pertanian skala besar (monokultur) dan Food estate.

Selanjutnya kelima, perjuangan melawan kekerasan, kriminalisasi, dan militerisasi.

“SPI dan LVC meningkatkan kegiatannya untuk memfasilitasi bantuan hukum, paralegal dan solidaritas dalam mengatasi konflik agraria tersebut. LVC memiliki platform Soliresp bersama aliansi lainnya. Sementara itu, LVC terus melakukan lobi-lobi untuk implementasi UNDROP dan mendukung anggota UNWG dalam memperjuangkan hak-hak petani dan buruh tani di pedesaan”, tambah Zainal.

Konferensi ke-8 ini juga diadakan pada saat gerakan sosial di Kolombia sedang merayakan kemenangan politik besar. Kolombia tengah membentuk yurisdiksi agraria, dan pengakuan konstitusional terhadap petani sebagai subyek politik yang mempunyai hak.

Partisipasi LVC juga dalam pemantauan dan tindak lanjut perjanjian perdamaian di Kolombia menginspirasi seluruh anggota untuk terus membangun perdamaian di seluruh dunia.

AFGAN FADILLA (MEMEGANG MIC)

“Karena itu tekanan utama dari Bogota yaitu desakan kemerdekaan untuk Palestina, yang meneguhkan LVC sebagai gerakan yang anti imperialisme, anti kolonialisme, dan anti neoliberalisme”, ujar Zainal.

Pada sesi akhir konferensi para perwakilan menyampaikan solidaritas untuk perjuangan bersama. SPI membacakan tentang perlawanan terhadap perampasan tanah, intimidasi, kriminalisasi, dan diskriminasi hukum kepada petani di Indonesia. Konferensi kemudian ditutup dengan para pimpinan menetapkan naskah Deklarasi Bogota.

ARTIKEL TERKAIT
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU