Impor Daging & Ternak Meningkat, PMK Mewabah Kembali

JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan dua daerah yang dilanda wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan, yaitu Kabupaten Aceh dan Kabupaten di Jawa Timur. Untuk Kabupaten Aceh, ada dua daerahnya yang terpapar yaitu Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Sementara Jawa Timur terdiri dari Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto.

Menanggapi hal ini Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, Indonesia sebenarnya sejak tahun 90-an sudah bebas PMK setelah berusaha dengan keras selama puluhan tahun untuk mengatasi wabah PMK. Wabah PMK ini muncul kembali diduga berasal dari luar Indonesia mengingat virus ini tidak mampu bertahan lama.

Henry Saragih, Ketua Umum SPI

“Virus PMK ini muncul diduga karena impor daging, sapi dan ternak lainnya dari luar yang meningkat dari negara-negara yang masih ada zonasinya wabah PMK, “kata Henry dari Medan pagi ini (12/05).

Henry memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) memang terjadi kenaikan impor sapi. Pada 2021 impor daging sapi sebesar 273,53 ribu ton, jumlah itu naik 22,4% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 223,42 ribu ton.

“Nilai impor daging sapi pun naik menjadi US$ 948,37 juta atau sekitar Rp 13,64 triliun pada 2021 (kurs 1US$ = Rp 14.388). Jumlah ini naik 35,83% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 698,18 juta,” katanya.

Henry menuturkan kebijakan impor ini ini didukung oleh Undang-Undang (UU) No.41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“SPI bersama yang tergabung dalam Komite Perlindungan Perdagangan Peternakan dan Kesehatan Hewan (KP3 KESWAN) menang dalam judicial review UU No.18/2009, tapi kemudian lahir UU No.41 /2014 berdasarkan zonasi, terus di-judicial review lagi oleh kawan-kawan seperti dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan lainnya, tapi kalah,” keluhnya.

“UU No.41/2014 ini semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan pada impor ternak dan produk ternak yang sudah tinggi. Pemberlakuan sistem zona tersebut merugikan hak masyarakat untuk hidup sehat, sejahtera, aman, dan nyaman dari bahaya penyakit menular dari hewan ataupun produk hewan yang dibawa karena proses impor dari zona yang tidak aman,” sambungnya.

“Seharusnya pemerintah melindungi peternakan di Indonesia sejalan dengan janji pemerintahan jokowi untuk membangun kedaulatan pangan di Indonesia, yang menargetkan Indonesia menjadi negara yang swasembada untuk daging,” tegasnya lagi.

Hal tersebut diperjelas Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi. Ia menyampaikan, untuk memastikan apakah dari daging atau ternak hidup harus dilihat strain virus yang ada pada daging atau ternak.

“Misalnya strain virus PMK di India sudah teridentifikasi kemudian nanti kalau strain virus di Indonesia sama dengan India berarti asalnya dari India. Artinya tetap harus ada yang bertanggung jawab terhadap munculnya PMK,” paparnya.

Qomarun Najmi melanjutkan, hal yang terpenting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan rangkaian pencegahan karena virus ini sangat mudah menular.

“Pencegahannya perlu melakukan penjagaan ketat kemungkinan terkontaminasi dari luar seperti ada kendaraan penggunaan air, mengingat penyebarannya dimungkinkan melalui aliran sungai,” katanya.

“PMK pada sapi ini mengakibatkan kurangnya nafsu makan, demam, menggigil, menggosokan bibir, air liurnya lebih banyak, dan gelisah. Pengobatan sekira seminggu dua minggu bisa sembuh. Jika kondisinya sudah parah misalkan sampai kuku lepas itu mending dipotong saja untuk dikonsumsi,” sambungnya.

Ia melanjutkan, PMK tidak berpengaruh ke manusia. PMK disebabkan virus spesifik sehingga kemungkinan menular kepada manusia sangat kecil. Ada laporan menular kepada manusia tapi sangat kecil, ini bisa diantisipasi dengan memasak daging dengan sempurna.

“Meskipun penularan PMK cepat tapi bisa di obati dan disembuhkan. Anggota SPI dari Jawa Timur misalnya, mereka menggunakan cangkang hewan laut mimik yang dibakar dan dihaluskan sebagai obat luar,” tambahnya.

“Pemerintah juga harus segera memperbanyak posko dan pusat informasi yang jadi panduan bagi peternak untuk menghadapi PMK ini,” tutupnya.

Kontak Selanjutnya :
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668
Qomarun Najmi – Ketua P3A SPI – 0899-5160-878

ARTIKEL TERKAIT
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU