ROMA – ITALIA. Jumat lalu (22 Juli) di Roma, delegasi La Via Campesina (LVC, Gerakan Petani Internasional) bertemu dengan Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), Dr Qu Dongyu dan pejabat senior lembaga lainnya. Tujuan dari dialog tersebut adalah untuk membangun kembali hubungan kuat yang telah dipertahankan kedua organisasi sejak tahun 1996, yang terhambat oleh pandemi COVID-19 dan untuk memajukan kerja bersama untuk memastikan penghidupan yang layak bagi petani dan akses ke pangan yang cukup, bergizi, untuk seluruh populasi manusi.
Zainal Arifin Fuad, anggota Komite Koordinasi Internasional (ICC) La Via Campesina menyampaikan beberapa hal. Ia menyampaikan, La Via Campesina sebagai Wakil Ketua Kedua dalam Komite Pengarah Internasional dari UNDFF (UN Decade Family Farming, Dekade Pertanian Berbasiskan Keluarga oleh Petani Kecil 2019 – 2028) meminta FAO untuk meningkatkan komitmennya melalui pendanaan yang memadai, untuk mendukung pertanian keluarga petani, terutama pada regulasi pasar, sehingga petani mendapatkan pendapatan yang adil.
“Artinya pertanian berbasiskan keluarga oleh petani kecil harus menjadi arus utama dalam program pembangunan bukan program sampingan dan tidak hanya untuk satu dekade, tetapi selamanya,” kata Zainal.
Zainal memaparkan, pertanian berbasiskan keluarga oleh petani kecil memainkan peran mendasar dalam menyediakan makanan berkualitas bagi populasi kita, menjaga keanekaragaman hayati, dalam melindungi ekosistem kita dan dalam melestarikan pengetahuan tradisional.
“Hal ini bahkan lebih relevan dalam konteks krisis yang saling terkait, termasuk krisis kesehatan (pandemi Covid), krisis pangan, krisis iklim, konflik & perang, dan peningkatan harga pangan serta peningkatan kelaparan seperti yang dilaporkan dalam SOFI 2022 ini, ada sesuatu yang salah dalam sistem pangan global di bawah liberalisasi pasar,” paparnya.
Zainal menceritakan, pemerintah Indonesia saat ini mendukung pertanian berbasiskan keluarga oleh petani kecil dengan mendorong koperasi petani untuk mengelola industri minyak makan merah yang lebih sehat daripada minyak goreng biasa berbasis crude palm oil (CPO).
“Jadi pemerintahan negara lain juga bisa mencontohnya, dan UNDFF harus mendorong hal ini,” kata Zainal.
Zainal menambahkan, pengimplementasian UNDFF harus berdasarkan instumen-instrumen seperti Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan (UNDROP), Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Masyarakat Adat, VGGT, dan VGSSF.
“UNDFF harus bertujuan untuk mewujudkan sepenuhnya hak-hak asasi manusia yang dinyatakan dalam deklarasi-deklarasi tersebut ini dan konvensi-konvensi lainnya. Terakhir, UNDFF harus menjadi pemicu untuk mendukung produksi pangan skala kecil, berdasarkan agroekologi dan pasar teritorial – yang merupakan solusi untuk memberi makan dunia dan untuk mencapai kedaulatan pangan,” tutup Zainal yang juga Ketua Departemen Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal FAO, Dr Qu Dongyu, menyampaikan komitmennya untuk memfasilitasi partisipasi petani dalam ruang-ruang ini. Dia juga berkomitmen untuk mengadvokasi implementasi yang lebih baik dari UNDROP, seperti partisipasi aktif kantor negara FAO untuk mendorong proses implementasi UNDROP.