Siaran Pers Bersama SPI dan KNTI
JAKARTA. Kebijakan penanganan Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di sektor pertanian dan kelautan harus mengacu pada prinsip-prinsip kedaulatan pangan dan memberikan kemakmuran petani dan nelayan kecil di Indonesia. Hal tersebut merupakan konklusi dari diskusi terarah secara daring yang diselenggarakan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dengan tema “Melawan Covid-19 dengan Menegakkan Kedaulatan Pangan” pada hari Kamis, 23 April 2020.
Agus Ruli Ardiansyah, Sekretaris Umum (Sekum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI menyampaikan, sejak ditetapkan sebagai pandemi internasional pada tanggal 11 Maret 2020 lalu, Covid-19 berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Efek dari pandemi kini mulai dirasakan di sektor pertanian, di mana petani, nelayan, dan orang-orang yang bekerja di pedesaan terkena dampaknya.
“Pada saat ini petani mulai panen, tapi serapan hasil panen petani dan nelayan sulit untuk diserap di pasar. Daya beli masyarakat berkurang. Ada beberapa percepatan kebijakan yang harus dilakukan seperti yang diusulkan SPI, dimana persoalan akses redistribusi tanah dipercepat. Sebagai upaya membangun kedaulatan pangan,” kata Agus Ruli yang membuka diskusi daring ini.
Dani Setiawan, Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat (DPP) Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menyampaikan, KNTI dan SPI berinisiatif untuk mengadakan diskusi ini karena sebagai organisasi petani dan nelayan merupakan “tulang punggung” produsen pangan. Sehingga perlu adanya langkah-langkah yang disiapkan bersama pemerintah dalam mengatasi isu pangan di tengah pandemi. Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan Perikanan, dalam hal ini tidak bias berjalan sendiri. Perlu kolaborasi dan semangat gotong royong dari setiap elemen bangsa khususnya organisasi petani dan nelayan.
“Tentu dalam menganggapi perkembangan terkini perlu gotong royong, kolaborasi dan berkomunikasi agar organisasi nelayan dan petani ini bisa mendorong inisiatif untuk membantu Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar terjadi ketersediaan pangan,” jelasnya.
Sementara itu, pemerintah Indonesia mengambil langkah antisipasi dampak dari Covid-19 khususnya terhadap sektor pangan dengan melakukan fokus ulang dari anggaran dan mengagendakan berbagai program penanganan Covid-19, terutama di Kementerian Pertanian RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan (Kapus) Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Andriko Noto Susanto menjelaskan, stok bahan pangan secara nasional masih stabil selama pandemi covid-19.
“Produksi kita masih bagus, namun proses distribusi di pertanian terhambat. Kementerian pertanian terus memonitor situasi dan tantangan ketahanan pangan, serta menyusun strategi ketahanan pangan” tutur Andriko.
Kementerian Pertanian dalam situasi ini mengacu pada prinsip Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yakni keterjangkauan, ketersediaan, pemanfaatan dan keamanan.
“Ada 79 kabupaten, berkurang dari 2018 ada 88 kabupaten yang rawan pangan. Secara bulanan ada identifikasi. Kita melakukan update prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok. Kita cukup, tapi ini bukan satu-satunya indikator,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Departemen Luar Negeri DPP SPI Zainal Arifin Fuat menyampaikan laporan FAO menunjukkan angka kelaparan pada tahun 2019 lalu kembali naik.
“Dari segi pangan, Covid-19 jadi krisis dalam krisis. Karena pada waktu yang bersamaan, obesitas juga meningkat. Ini sesuai data Kementan yang menyampaikan ada pergeseran konsumsi ke pangan karbohidrat. Di tengah keharusan menjaga persediaan pangan rakyat, pemerintah juga harus menyeimbangkan gizi masyarakat. Solusinya melakukan hal padat karya, mari menanam, mari bertani, masalah ketersediaan tanah untuk bertani inilah yang bisa diselesaikan melalui reforma agraria, ketika redistribusi tanah-tanah terlantar diberikan ke petani tak bertanah,” papar Zainal.
Zainal melanjutkan, masyarakat Indonesia memiliki hak untuk menentukan pangannya secara mandiri, meliputi alat dan sistem produksi serta pemasaran dibidang pertanian, peternakan dan perikanan. Oleh karena itu, strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19 untuk petani, nelayan dan masyarakat perdesaan harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip kedaulatan pangan
“Prinsip-prinsip kedaulatan pangan yang termaktub dalam Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Rakyat yang Bekerja di Pedesaan (UNDROP) menjadikan para petani dan nelayan sebagai produsen utama yang menghasilkan pangan, tanpa tergantung dari kekuatan pasar internasional. Ini merupakan solusi untuk menghadapi situasi pangan global yang tidak menentu saat ini” lanjut Zainal.
“SPI di sini mengapresiasi langkah Kementan yang melakukan diversifikasi bahan pangan, jadi tak terbatas pada beras, seperti ubi kayu, singkong, jagung. Ini sudah sesuai dengan prinsip kedaulatan pangan, jadi misalnya masyarakat Indonesia timur yang sudah terbiasa makan sagu tidak harus dipaksakan makan beras,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M. Zulficar Mochtar memaparkan bahwa, dari sisi produksi, ketersediaan perikanan cukup stabil dalam menghadapi pandemi Covid-19.
“Sampai tiga bulan ke depan perikanan tangkap maupun budidaya cukup untuk ketersediaan pangan nasional”, tegas Zulficar
Sebagaimana diketahui 95 persen nelayan Indonesia tergolong sebagai nelayan kecil atau tradisional. Tentu mereka membutuhkan akses terhadap permodalan, fasilitas dan bantuan lainnya. Produksi perikanan sekitar 1.6 juta ton stok ikan. Pandemi Covid-19 menjadikan kondisi nelayan cukup rentan, di mana masalah modal dan perbekalan terus membayangi. Selain itu, permasalahan jalur logistik hasil perikanan juga menjadi permasalahan sehingga dampak yang paling besar dirasakan oleh pelaku usaha kelautan dan perikanan ialah sulitnya alur logistik karena banyak jalur logistik yang terhambat.
“Ada beberapa daerah yang membatasi diri sehingga rantai distribusi logistik jadi bermasalah sehingga ikan dari nelayan tidak terserap. Untuk itu kita bersinergi dengan seluruh stakeholder terutama BUMN. Lalu upaya beli ikan juga kita dorong,” jelasnya.
“Kita (KKP) pastikan, sistem resi Gudang harus berjalan sebagai manajemen stok. Lalu inisiatif lain agar memuluskan hulu. Produksi harus lancar. fasilitasi agar nelayan terus melaut. Upaya penanggulangan dampak covid-19 pada sub sektor perikanan tangkap telah dan terus dilakukan melalui Relaksasi Kebijakan Perikanan Tangkap dan Kegiatan Prioritas Penanggulangan Dampak Covid-19 termasuk Pelaksanaan Bakti Nelayan,” paparnya.
Menanggapi ini, Sekjen DPP-KNTI Iin Rohimin menerangkan nelayan Indonesia pada dasarnya sudah punya sejarah panjang bertahan dari krisis ekonomi atau krisis lain. Berbicara kedaulatan pangan, bukan hanya soal ketahanan pangan karena kedaulatan menyangkut banyak aspek.
“Kalau nelayan ingin berdaulat, maka harus memperhatikan : (1) Peningkatan SDM nelayan; (2) Permodalan; (3) Pemasaran; (4) Sarana; (5) Perlindungan nelayan; (6) Pemberdayaan nelayan; (7) Bulog perikanan; dan (8) Industri pengolahan berbasis lokal,” kata Iin.
“Untuk sekarang, KNTI mengusulkan KKP harus memperhatikan secara serius, yakni sumberdaya manusia nelayan; sarana dan prasarana; perlindungan dan pemberdayaan nelayan; membentuk semacam Bulog khusus perikanan; dan relaksasi penangguhan kredit bank mikro nelayan,” tutupnya.
Kontak selanjutnya:
Zainal Arifin Fuat – Ketua Departemen Luar Negeri DPP SPI – 0812-8932-1398
Iin Rohimin – Sekjen DPP KNTI – 081214787405