Massa Aksi di Mabes Polri dan Kantor Wilmar Group, “Hentikan Penggusuran, Kekerasan, dan Kriminalisasi Masyarakat Adat Petani SPI Kapa oleh PT. PHP I – Wilmar Group yang Dikawal Kepolisian”
JAKARTA. Ratusan massa memadati kawasan Mabes Polri dan Kantor Pusat Wilmar Group pada 10 Oktober 2024 untuk menggelar aksi solidaritas terhadap petani Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Nagari Kapa, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Aksi ini dilakukan secara bergantian di dua titik tersebut dan diikuti oleh petani anggota SPI yang datang dari Pandeglang dan Indramayu. Mereka menyuarakan penolakan terhadap kekerasan, penggusuran, dan kriminalisasi yang dialami oleh petani SPI Basis Nagari Kapa dalam konflik agraria dengan PT. PHP I, anak perusahaan Wilmar Group.
Berikut rilis selengkapnya:
Pada hari Jum’at 4 Oktober 2024, ratusan polisi dari Polres Pasaman Barat dan Polda Sumatera Barat mengawal PT. Permata Hijau Pasaman I (PHP I) – Wilmar Group untuk melakukan penggusuran tanaman, pondok, serta posko milik petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Nagari Kapa, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Pengawalan Penggusuran seharusnya tidak dilakukan mengingat lokasi sedang dalam tahap proses penyelesaian konflik agraria oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Pasaman Barat, yang diketuai oleh Bupati Pasaman Barat, serta beranggotakan SPI dan Polres Pasaman Barat.
SPI mengecam represifitas dan eksekusi sepihak oleh PT. PHP I yang dikawal aparat kepolisian tanpa dasar hukum dan pemberitahuan sebelumnya secara resmi. Hal ini menunjukan arogansi PT. PHP I dengan melibatkan aparat kepolisian dalam melakukan penggusuran tanaman, pondok, serta posko milik petani, dan tidak menghormati proses penyelesaian konflik agraria yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, pada tanggal 27 Juni 2024 telah diselenggarapan Rapat GTRA Pasaman Barat yang membahas penyelesaian Konflik Agraria yang telah ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) SPI di Nagari Kapa. Lalu pada tanggal 29 Juli 2024, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI (ATR/BPN) memperkuat dengan menerangkan kemajuan penyelesaian konflik agraria pada LPRA SPI di Nagari Kapa dengan PT. PHP I. Kemudian pada tanggal 30 Juli 2024, telah dilakukan Pendataan Subjek Objek dan Tinjauan Lapang LPRA SPI di Nagari Kapa oleh BPN Pasaman Barat dan dihadiri Polres Pasaman Barat. Ditemukan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) PT. PHP I No. 54 bukan berada di Nagari Kapa Kecamatan Luhak Nan Duo, melainkan tertulis di Nagari Sasak, Kec. Sasak Ranah Pesisir. Jadi terdapat perbedaan objek tanah antara areal yang diklaim PT. PHP I dan tanah yang sudah menjadi kehidupan petani. Total areal konflik seluas 924 hektare, dan yang ditanami petani sekitar 600 hektare.
Sampai dengan hari Kamis 10 Oktober 2024, penggusuran yang dikawal kepolisian masih terus berlangsung, balai pertemuan dirobohkan, dan tanaman petani dirusak dengan menggunakan eskavator. Petani juga menjadi korban kekerasan ketika bentrokan terjadi di lapangan. Sudah 9 (sembilan) orang petani ditangkap pada hari Jumat (04/10), dan pada Senin (07/10) sebanyak 5 (lima) petani kembali ditangkap oleh kepolisian. Meskipun dibebaskan, para petani yang ditangkap harus menjalani pemeriksaan yang mempengaruhi secara psikologis.
Berikut kronologis ringkas tragedi penggusuran, kekerasan, dan kriminalisasi:
Pada hari Kamis 3 Oktober 2024, aparat kepolisian dari Polda Sumatera Barat dan Polres Pasaman Barat dengan jumlah sekitar 200 personil mendatangi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) SPI di Nagari Kapa.
Pada hari Jumat 4 Oktober 2024 Pukul 08:00 WIB, petani tidak bisa ke ladang karena akses jalan ditutup oleh PT. PHP I dan kepolisian.
Pada hari Jumat 4 Oktober 2024 Pukul 09:05 WIB, sebagian petani yang sudah berada di ladang melakukan penghadangan rombongan petugas PT. PHP I yang dikawal Kepolisian. Terjadi bentrokan secara fisik antara petani dengan PT. PHP I dan Kepolisian. Aparat kepolisian bersikeras tetap mengawal PT. PHP I melakukan perusakan terhadap balai pertemuan dan penggusuran tanaman petani untuk memaksakan penanaman sawit di tanah dengan luas sekitar 600 hektare yang sudah ditanami padi sawah, jagung, pisang, dan tanaman pangan lainnya oleh petani.
Pada hari Jumat 4 Oktober 2024 Pukul 10:00 WIB, PT. PHP I membawa truk bermuatan bibit sawit dan 2 (dua) unit eskavator untuk menggusur dan melakukan penanaman paksa.
Pada hari Jumat 4 Oktober 2024 Pukul 10:30 WIB, kepolisian menangkap 15 orang petani anggota SPI yang berupaya mempertahankan bangunan dan tanamannya. Terjadi bentrokan dan kekerasan fisik (ditampar) kepada petani. Sekitar 15 petani kemudian dibawa ke kantor PT. PHP I.
Pada hari Jumat 4 Oktober 2024 Pukul 11:30 WIB, sekitar 9 (sembilan) orang ditangkap kepolisian ke Polda Sumbar atas nama: 1). ATNUR MELLY (perempuan); 2). SYAHMIARTI (perempuan); 3). KHAIRAL CAN (laki-laki); 4). MAINIS (laki-laki); 5). NURAINAH (perempuan); 6). AKHIRMAN (laki-laki); 7). RADATHUL JANNAH (perempuan); 8). ZAHAR GUSTIN (perempuan); dan 9). DARA (perempuan). Setelah diperiksa di Polda Sumbar, kesembilan petani dibebaskan.
Pada hari Senin 7 Oktober, terjadi penangkapan kembali terhadap 5 orang yakni: 1). M. RAFLY (laki-laki); 2). M. YUZARMAN (laki-laki); 3). WANDA MUZIKRA (perempuan); 4). FARIZANDI (laki-laki); 5). EBON (laki-laki) yang berupaya mempertahankan tanah dari penggusuran. Kelima orang tersebut ditahan di Kantor PT. PHP I, lalu ditangkap dan dibawa ke Polda Sumbar untuk diperiksa. Polisi kemudian membebaskan kelimanya.
Pada hari Jumat-Kamis, 4-10 Oktober 2024 masih terjadi penggusuran dan perusakan tanaman di LPRA SPI Nagari Kapa. Kepolisian masih mengawal PT. PHP I melakukan penanaman paksa. Peristiwa ini menyulut bentrokan lanjutan dan beberapa petani yang sebagian besar perempuan menjadi korban kekerasan antara lain: Atnur Melly, Nurainah, Syahmiarti, M. Rafly, Rio Fahrizandi, Wanda Muzikra, Sumardi, Emi, dan Efendi. Empat orang diantara mengalami luka-luka dan satu orang dijatuhkan ke parit.
Selama sepekan tragedi penggusuran, kekerasan, dan kriminalisasi, petani mengalami kerugian lebih dari Rp. 2 Miliar. Adapun rincian kerugian tersebut yaitu: 1). Padi Sawah seluas 30 ha (Rp. 400 juta); 2). Tanaman Jagung seluas 60 ha (Rp. 300 juta); 3). Tanaman Pepaya seluas 3 ha (Rp 120 juta); 4). Tanaman Pisang seluas 10 ha (Rp. 200 juta); 5). Tanaman Nilam seluas 6 ha (Rp. 170 juta); 6). Tanaman Kelapa sebanyak 80 batang (Rp.130 juta); 7). Tanaman Nangka sebanyak 150 batang (Rp. 200 juta); 8). Tanaman Mangga sebanyak 15 batang (Rp. 20 juta); 9). Tanaman Durian sebanyak 70 batang (Rp. 70 juta); dan 10). Tanaman Kacang Tanah seluas 1 ha (Rp. 5 juta). Kerugian petani juga disebabkan perusakan dan perobohan bangunan/rumah sebanyak 40 unit dan pemutusan akses jembatan menuju ladang di 20 titik.
Berdasarkan itu, kami SPI mendesak:
Hentikan Penggusuran, Kekerasan, dan Penanaman Paksa PT. Permata Hijau Pasaman I (PHP I) – Wilmar Group di Tanah Petani SPI Kapa yang Dikawal Kepolisian.
Tarik Mundur Kepolisian dari Tanah Petani SPI Kapa dan Tindak Tegas Oknum Anggota Kepolisian yang Terlibat Penggusuran, Kekerasan, dan Kriminalisasi Kepada Petani SPI Kapa.
Segera Selesaikan Konflik Agraria Petani SPI Kapa yang Merupakan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) Kementerian ATR/BPN dan Sudah Menjadi Kawasan Daulat Pangan.