JAKARTA. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Nilai Tukar Petani (NTP) April 2020 mengalami penurunan 1,73 persen dibandingkan NTP Maret 2020, yaitu dari 102,09 menjadi 100,32. Penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 1,64 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,10 persen. Penurunan NTP ini diikuti dengan naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) petani. Konsumsi Rumah Tangga Petani merupakan salah satu komponen Nilai yang dibayar oleh petani. Secara nasional, pada April 2020 terjadi kenaikan IKRT sebesar 0,11 persen sebagai dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) covid-19, terkhusus makanan, minuman, komunikasi, kebutuhan rutin dan jasa lainnya.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, posisi NTP April di 100,32 ini hanya sedikit berada di atas angka 100 yang menjadi standar impas petani, sekaligus rendahnya daya beli petani dan kesejahteraannya.
“NTP Pangan berada di 100,38. Laporan petani anggota kita berbagai wilayah juga menunjukkan penurunan.” kata Henry di Medan pagi ini (05/05).
Dari Tuban, Jawa Timur, Kusnan petani anggota SPI menjelaskan, pada akhir April ini harga GKP berada di Rp 4.350, GKG di Rp 5.350. Ini jauh turun jika dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Apakagi ada kenaikan biaya konsumsi rumah tangga selama covid-19 dan biaya produksi,” kata Kusnan.
Sementara itu, Henry melanjutkan untuk NTP tanaman perkebunan April, berada di 100,82 turun 2,48 dari bulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari kondisi petani SPI di lapangan.
“Misalnya petani karet anggota SPI di Kabupaten Tebo. Bulan ini harga karet per kilogram berada di kisaran Rp 4.800 – Rp 5.400. Harga Rp 5.400 hanya untuk kualitas yang bagus. Sementara bulan sebelumnya harga masih bisa mencapai Rp 6.200 per kilogram,” jelasnya.
Henry melanjutkan, hal serupa juga dialami petani SPI yang berladang sawit.
“Di Riau, di basis-basis SPI, harga tandan buah segar (TBS) sawit terus menurun. Pertama harga di petani turun 30 rupiah dari Rp 1.150 per kg menjadi Rp 1.120 per kg, selanjutnya turun lagi dari Rp 1120 per kg,” jelasnya.
Henry meneruskan, penurunan juga terjadi di petani yang menanam tanaman hortikultura. NTP hortikultura April 2020 turun menjadi 102.28 dari 103.50 di bulan sebelumnya. Penurunan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) disebakan turunnya harga berbagai komoditas pada kelompok sayur-sayuran (khususnya komoditas cabai merah dan cabai rawit) sebesar 1,71 persen.
“Dari basis SPI di Cibeureum, Bogor Jawa Barat, harga tanaman sayuran mengalami penurunan seperti bayam, kangkung, sawi, dari yang biasanya harga per 1 ikat (250 gram) Rp 1500, sebulan ini turun menjad Rp 1000 per ikat,” jelasnya.
“Lebih parah sayuran seperti kemangi, timun, kacang panjang sudah tidak laku terjual. Hal ini dampak dari rumah makan atau warung-warung seperti pecel lele tutup karena pandemi covid-19, selain itu juga transaksi jual-beli di pasar tradisional terbatas,” sambungnya.
Untuk itu Henry menyampaikan, pemerintah harus memberi stimulus ke petani, memperluas subsidi pertanian yang sebelumnya hanya di sektor input hingga merata ke sektor output.
“Perluas subsidi pertanian, jangan hanya bantuan seperti pupuk yg belum tepat sasaran dan cenderung menumpuk, alihkan dan perluas ke jaminan harga pembelian yang menguntungkan bagi petani oleh pemerintah dengan mensubsidi ketika harga jual dari petani anjlok,” katanya.
Henry selanjutnya menyarankan agar pemerintah melakukan penguatan kelembagaan koperasi petani untuk membeli produk petani dengan harga yang ditetapkan dan menguntungkan petani, serta menyalurkan pangan ke lembaga-lembaga pemerintah.
“Ini memotong rantai pasok distribusi bisa dilakukan dengan memaksimalkan peran Bulog, BUMN pangan dan koperasi petani untuk menampung logistik hasil panen; Koperasi Petani Indonesia (KPI) sebagai koperasinya SPI siap mengambil peran ini,” tutupnya.
Narasumber:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668
Kusnan – Petani SPI asal Tuban, Jawa Timur – 0852 3299 5307