NTP April 2022: NTP Nasional Turun, Pertama Kali Dalam 9 Bulan Terakhir

JAKARTA. Nilai Tukar Petani (NTP) nasional bulan April 2022 sebesar 108,46 atau turun 0,76 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Mengacu pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan NTP April 2022 disebabkan Indeks Harga yang diterima Petani (lt) naik sebesar 0,06 persen lebih rendah dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,83 persen. Penurunan NTP April 2022 juga dipengaruhi oleh turunnya NTP di dua subsektor, yakni sub sektor tanaman pangan (1,90 persen) dan sub sektor tanaman hortikultura (3,15 persen). Sedangkan sub sektor lainnya mengalami kenaikan, seperti sub sektor tanaman perkebunan rakyat (0,54 persen); sub sektor peternakan (1,44 persen); dan perikanan (0,46 persen).

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia, Agus Ruli, mengatakan penurunan NTP nasional merupakan yang pertama dalam kurun waktu 9 bulan terakhir.

“Penurunan ini disebabkan masing-masing sub sektor penyusun NTP mengalami gejolak. Untuk sub sektor tanaman pangan, khususnya kelompok padi, tren negatifnya terus berlanjut. Laporan anggota SPI di beberapa wilayah seperti Banyuasin, Pati, dan Tuban, terjadi penurunan harga gabah di tingkat petani,” kata Agus Ruli dari Jakarta pagi ini (13/05).

“Hal tersebut juga disebutkan oleh BPS. Dari observasi yang mereka lakukan, ditemukan kasus harga di bawah HPP di tingkat petani sebanyak 599 kasus (27,60 persen) dan di tingkat penggilingan sebanyak 836 kasus (38,53 persen)”, lanjutnya.

Sementara itu untuk subsektor tanaman hortikultura, besarnya persentase penurunan disinyalir akibat dari permintaan yang tidak stabil.

“Untuk harga kelompok sayur-sayuran pada awal bulan April sebenarnya cenderung bagus. Penurunan harga justru terjadi pasca lebaran, besar kemungkinan disebabkan faktor pasar belum normal (produksi masih tetap bahkan membludak, sementara konsumsinya turun). Hal ini yang dirasakan anggota SPI di wilayah Bogor” ujarnya.

Potensi Gejolak Ke Depannya

Agus Ruli menyampaikan gejolak harga di tingkat petani masih akan terus berlanjut di masing masing subsektor yang sebelumnya mencatatkan kenaikan NTP.

“Kita lihat saat ini situasinya cukup mengkhawatirkan. Di subsektor perkebunan, pengaruh kebijakan pelarangan ekspor CPO mengakibatkan harga komoditas sawit tertekan. Laporan dari anggota SPI di berbagai wilayah seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Riau menyebutkan harga Tandan Buah Segar (TBS) mengalami penurunan drastis, sampai 50 persen bahkan lebih.”

“Hal ini pasti berdampak di NTP mendatang (Mei), bukan sekarang. Belum lagi faktor kenaikan harga pupuk yang cukup tinggi, hal ini akan menggerus NTP Perkebunan. Padahal selama ini, NTP Perkebunan merupakan penopang utama pertumbuhan positif NTP nasional” ujarnya.

Ia juga menyebutkan kondisi serupa juga mungkin dialami subsektor peternakan, yang saat ini dihadapkan pada ancaman wabah/virus.

“Selama April lalu, faktor Bulan Ramadhan dan lebaran mempengaruhi peningkatan permintaan dan tentunya mengerek harga. Tetapi baru-baru ini, munculnya wabah/virus PMK, khususnya di ternak ruminansia, diprediksi akan menurunkan konsumsi.”

Urgensi Kedaulatan Pangan sebagai Solusi

Agus Ruli menyebutkan berbagai permasalahan di atas merupakan dampak dari belum dijalankannya kedaulatan pangan di Indonesia.

“Di sektor perkebunan, SPI melihat dominasi korporasi yang sangat kuat dari hulu ke hilir (produksi, pengolahan dan distribusi). Korporasi tidak hanya mengontrol harga pembelian di tingkat petani, tetapi jug aharga minyak goreng. Rendahnya harga beli tandan buah segar (TBS) sawit petani dan juga tingginya harga minyak goreng memberatkan petani sebagai produsen dan konsumen,” paparnya.

Begitu juga di sektor peternakan. Perlu diambil langkah segera untuk mengantisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang sedang mewabah kembali di Indonesia,” lanjutnya.

Agus Ruli menegaskan, dalam hal ini, penting untuk menghentikan impor ternak yang disinyalir menjadi muasal penyebaran wabah PMK.

“Hal ini yang menurut SPI poin penting dari kedaulatan pangan, bahwa kepentingan dalam negeri, kepentingan rakyat terhadap pangan selayaknya menjadi prioritas utama. Pemerintah dalam hal ini harus hadir, memastikan agar faktor-faktor produksi (tanah dan air), akses terhadap benih lokal, akses terhadap pasar dan bantuan keuangan dinikmati secara utuh oleh petani dan produsen pangan skala kecil di perdesaan,” tegasnya.

“Sekali lagi kami tegaskan, hal ini sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti UU Pangan, UU Perlintan, dan UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan. Tinggal menunggu komitmen dan keseriusan pemerintah untuk menjalankan hal tersebut” tutupnya.

Kontak Selanjutnya :
Agus Ruli Ardiansyah – Sekretaris Umum DPP SPI – 0812-7616-9187

ARTIKEL TERKAIT
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU