JAKARTA. Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Maret 2022 sebesar 109,29 atau mengalami kenaikan 0,42 persen dibandingkan bulan Februari 2022. Dalam Berita Resmi Statisik yang dirilis oleh oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan NTP disebabkan Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) naik sebesar 0,99 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Indeks Harga yang Dibayarkan Petani (lb) sebesar 0,57 persen. Dalam Berita Resmi Statistik tersebut, BPS juga mencatat kenaikan NTP Maret 2022 dipengaruhi naiknya tiga NTP subsektor, yakni: 1) Hortikultura: 2,83 persen; 2) Tanaman perkebunan rakyat: 1,87 persen; dan 3) Peternakan rakyat: 0,92 persen. Sebaliknya, subsektor tanaman pangan dan perikanan justru mengalami penurunan, masing-masing sebesar 1,19 persen dan 0,45 persen.
Menanggapi hal tersebut, Agus Ruli, Sekretaris Umum (Sekum) Serikat Petani Indonesia (SPI), menyebutkan penurunan NTP subsektor tanaman pangan disebabkan beberapa faktor, seperti situasi panen raya dan faktor cuaca yang mempengaruhi kualitas gabah.
“Berdasarkan catatan kita, situasi panen raya kerap kali menekan harga jual di tingkat petani. Ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang di beberapa wilayah curah hujannya masih tinggi. Hal ini menyulitkan penjemuran gabah tidak maksimal dan kadar airnya tidak sesuai, akibatnya kualitasnya menjadi turun,” kata Agus Ruli di Jakarta pagi ini (05/04).
“Laporan dari anggota SPI di berbagai wilayah melihat harga gabah paling rendah di kisaran Rp4.000. Ini berada di bawah rata-rata yang dicatat oleh BPS, yakni Rp4.257 untuk di tingkat petani dan juga HPP yang diterapkan oleh pemerintah. Dampaknya penurunan ini cukup terasa, mengingat terjadi juga kenaikan pengeluaran-pengeluaran, khususnya konsumsi rumah tangga,” lanjutnya.
Sementara itu di subsektor hortikultura, Agus Ruli menyebutkan kenaikan harga yang diterima petani masih dinikmati terbatas pada komoditas tertentu saja, khususnya cabai merah.
“Kelompok sayur-sayuran sebagai salah satu penyusun subsektor hortikultura relatif stabil sama seperti bulan-bulan sebelumnya. Bahkan untuk tanaman cabai, yang dilaporkan sebagai penyumbang kenaikan tertinggi, kami mencatat terdapat anomali. Di Bengkulu misalnya, laporan dari anggota SPI di sana menyebutkan harga cabai di tingkat petani justru rendah,” terangnya.
Sementara itu untuk subsektor perkebunan, di tengah euforia kenaikan harga komoditas kelapa sawit, kelompok tanaman lainnya, seperti kopi justru tertekan saat ini.
“Di Bengkulu, mayoritas petani anggota SPI yang menanam tanaman kopi jenis robusta memperikarakan hasil panen kali ini turun 80 persen. Dan trennya sebenarnya sudah dimulai sejak 2 tahun lalu, sampai dengan sekarang. Hal ini berakibat tidak ada lagi situasi panen raya, dan hanya panen sela saja. Faktor cuaca disinyalir menjadi penyebab utama penurunan panen tanaman kopi,” katanya.
Kebijakan Pangan Harus berpihak Pada Petani
Agus Ruli menyebutkan pemerintah harus fokus menyelesaikan persoalan pangan yang ada, mengingat saat ini tengah memasuki bulan Ramadhan.
“Gejolak pangan, seperti di minyak goreng, kedelai, sampai terakhir persoalan turunnya harga gabah ini menunjukkan bahwa pemerintah belum berhasil menangani persoalan pangan dengan baik. Ini bisa kita lihat dari kasus minyak goreng kemarin, kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak konsisten dan berubah-ubah. Pada akhirnya kembali lagi masyarakatan yang dirugikan, baik itu petani selaku produsen pangan maupun konsumen” tambahnya.
Ia menggarisbawahi orientasi kebijakan pertanian dan perdagangan yang diambil oleh pemerintah yang mengedepankan ekspor ketimbang kebutuhan dalam negeri bukan hal yang sepenuhnya bijak.
‘Penting untuk dicatat, ketika kita menyerahkan persoalan pangan pada mekanisme pasar, maka potensi bergejolaknya akan sangat tinggi. Orientasi itu harus kita ubah, bagaimanapun penting sekali untuk mengutamakan kepentingan dalam negeri, sebagaimana yang menjadi mandat dalam UU Pangan,” tegasnya.
“Ini menjadi alasan utama perlunya kedaulatan pangan sebagai dasar kebijakan pertanian di Indonesia. SPI dalam hal ini berpandangan kedaulatan pangan harus terus didorong agar diimplementasikan, seusai dengan UU pangan. Terlebih lagi, sudah ada putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional. Ini tentunya harus jadi perhatian kita bersama’,” tutupnya.
Kontak selanjutnya :
Agus Ruli Ardiansyah – Sekretaris Umum DPP SPI – 0812-7616-9187
Mohon maap, apakah untuk NTP Maret 2023 belum dipublikasikan? Nuwun.
Analisis dan Kebijaka NTP Bulan Maret 2023, apakah sudah ada?