JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam berita resmi statistik yang diterbitkan 1 April 2021 menyebutkan Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Maret 2021 berada di angka 103,29. Angka ini mengalami kenaikan bila dibandingkan NTP bulan Februari yang berada di angka 103,1.
BPS menyebut kenaikan NTP di bulan Maret 2021 terpengaruh dari naiknya NTP di 3 subsektor, yakni subsektor hortikultura (1,80 persen), perkebunan rakyat (3,08 persen) dan peternakan (0,03 persen). Sementara itu penurunan terjadi pada subsektor tanaman pangan (1,83 persen) dan perikanan (0,28 persen).
Dalam keterangan tertulisnya Agus Ruli, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), menyebutkan kenaikan NTP Maret 2021 tidak terlepas dari waktu menjelang Ramadhan yang kurang dari dua pekan lagi.
“Laporan yang kita terima dari anggota SPI di berbagai wilayah memang untuk harga-harga, khususnya subsektor hortikultura dan perkebunan rakyat, ini trennya naik. Kami melihat ini terpengaruh waktu Ramadhan, yang biasanya memang mengerek harga-harga bahan pokok,” ujarnya di Jakarta (04/04).
Nasib Petani Tanaman Pangan Yang Belum Kunjung Membaik
Agus Ruli secara khusus menyoroti bagaimana nasib petani tanaman pangan yang belum menunjukkan perbaikan saat ini. Menurutnya, NTP tanaman pangan terus menurun dari awal tahun hingga Maret 2021 dan bahkan nilainya di bawah 100, yakni 97,39. Nilai ini juga lebih rendah dibandingkan dgn Nilai NTP Peternakan yang sebesar 97,71.
‘Kita kemarin melihat bagaimana dampak dari wacana impor pangan yang bertepatan dengan panen raya di berbagai wilayah, mengakibatkan harga tanaman pangan khususnya beras anjlok di berbagai daerah,” katanya.
“Meskipun sudah ada statemen dari presiden terkait import pangan dan instruksi kepada Bulog ntuk menyerap hasil panen petani, situasi belum banyak berubah. Harga padi atau beras di tingkat petani masih belum memuaskan,” lanjutnya.
Ia menyebutkan pemerintah seharusnya mengambil langkah-langkah lebih konkrit untuk memperbaiki keadaan ini.
“Komitmen pemerintah untuk menyejahterakan petani tentu harus diapresiasi. Tapi ini perlu langkah-langkah konkrit. Kami sudah mengusulkan agar Harga Pembelian Pemerintah (HPP) itu direvisi, karena HPP yang berlaku saat ini belum menguntungkan petani,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Perbenihan Nasional (PPN) SPI, Kusnan, menyebutkan pemerintah harus segera mengambil kebijakan untuk menaikkan HPP.
“Pemerintah harus memperhatikan kenaikan biaya produksi yang ditanggung oleh petani saat ini. Jika HPP yang berlaku saat ini (Rp4.250) dalam perhitungan kami ini impas, belum menguntungkan bagi petani,” tambahnya.
Pembentukan Badan Pangan Nasional Menjadi Semakin Mendesak
Agus Ruli menyebutkan pro-kontra impor beras yang menghebohkan publik baru-baru ini, menunjukkan masih ada permasalahan di tata kelola pangan.
“Permasalahan administrasi dan birokrasi masih menjadi momok. Ini yang menurut kami pentingnya pemerintah membentuk Badan Pangan Nasional, sebagai lembaga untuk menanggungjawabi pangan secara holistik,” katanya.
“Pembentukan Badan Pangan Nasional ini juga merupakan amanat dari UU Pangan yang belum kunjung direalisasikan oleh pemerintah. Melihat situasi saat ini, pemerintah seharusnya memprioritaskan pembentukan Badan Pangan Nasional agar masalah ini dapat segera ditangani,” tutupnya.
Kontak Selanjutnya :
Agus Ruli – Sekretaris Umum DPP SPI : 0812 7616 9187
Kusnan – Ketua Pusat Perbenihan Nasional SPI: 0852 3299 5307