ZIMBABWE. 27 Agustus 2019, puluhan pemuda dari 30 negara mewakili benua Afrika, Amerika, Eropa dan Asia bertemu dalam forum Majelis Pemuda (Youth Articulation Assembly) La Via Campesina membahas situasi pemuda tani di seluruh dunia. Kegiatan ini bagian dari rangkaian Konferensi Midterm La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional) yang diselenggarakan pada tanggal 29-31 Agustus 2019. Pada kesempatan ini pemuda tani Serikat Petani Indonesia mengirim delegasinya sebagai perwakilan dari organisasi La Via Campesina kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur bersama dengan Mokatil dari Timor Leste.
Zainal Arifin Fuad, sebagai Komite Koordinator Internasional (ICC) La Via Campesina untuk Asia Tenggara dan Asia Timur menjelaskan, kegiatan tersebut secara umum mendiskusikan situasi pemuda di seluruh dunia dan perjuangan yang sudah dilakukan berkaitan dengan organisasi, pertanian, pedesaan, kedaulatan pangan, dan lain sebagainya. Para pemuda berkumpul mengidentifikasi akar masalah yang dihadapi dan merumuskan rencana dari tingkat internasional, regional hingga nasional.
“Pemuda merupakan harapan masa depan pertanian. Salah satu tantangan nyata yang dihadapi dunia adalah ancaman krisis regenerasi petani, sebab banyak pemuda pergi ke kota meninggal area pedesaan dan pekerjaan sebagai petani. Para pemuda menyusun action plan terukur dalam perjuangan mewujudkan kedaulatan pangan. Hari ini kita sudah punya UNDROP (Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan), pemuda bisa menggunakan ini dalam perjuangan mereka,” tuturnya.
Marlan Ifantri Lase, pemuda tani asal Sumatera Utara sebagai perwakilan pemuda tani Serikat Petani Indonesia (SPI), pada forum tersebut memaparkan, merefleksikan dari situasi saat ini persoalan pemuda bukan hanya satu, dua atau tiga, melainkan banyak dan sangat kompleks. Akar permasalahan pemuda dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi internal pemuda dan sisi eksternal. Situasi internal terkait keterlibatan dalam perjuangan pengorganisasian, keterlibatan dalam struktur organisasi petani dari tingkat lokal, nasional hingga internasional, maupun situasi pemuda yang masih bertani di pedesaan. Sedangkan situasi eksternal perkembangan di luar diri pemuda dan organisasi tani yang memberikan pengaruh terhadap situasi pemuda saat ini. Umumnya, faktor eksternal ini sangat terstruktur, sistematis, dan masif.
“Hari ini kami berbagi pengalaman dan diskusi tentang situasi pemuda di pertanian, pedesaan maupun di perkotaan dari masing-masing negara. Tantangan yang kami hadapi sangat besar, misalnya penggusuran dan perampasan paksa hak-hak pemuda oleh sistem neolib, para pemuda di pedesaan belum terorganisir maksimal, cara pandang pemuda terhadap pertanian, migrasi pemuda, tantangan perubahan iklim, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak, tantangan teknologi, hingga penggusuran paksa akibat perang,” papar Marlan.
Margarathe, pemudi tani asal Argentina mengemukakan, pemuda terutama para perempuan kehilangan hak-hak nya atas sumber-sumber agraria karena terjadi monopoli oleh korporasi.
“Hari ini terjadi terjadi pemanasan global dan perubahan iklim akibat proyek pembangunan berbasis industri, perusakan lingkungan oleh korporasi, dan semakin berkurangnya para petani kecil. Dan kami lah yang menjadi korbannya. Untuk itu, kami pemuda mendeklarasikan satu-satunya cara mendinginkan bumi hanyalah melalui pertanian agroekologi,” sebutnya.
Hal lain juga disampaikan Genevieve, pemudi tani dari Kanada, bahwa perkembangan teknologi yang sangat cepat menjadi tantangan besar, misalnya lahirnya neo-gmo melalui teknologi, pertanian berbasis digital, hal ini merubah cara pandang masyarakat tentang pertanian, pangan, ekonomi, maupun kebudayaan.
“Harus ada persatuan yang kuat antara pemuda desa dan pemuda perkotaaan. Ini sangat penting untuk menghadapi musuh secara bersama-sama. Kita juga harus meyakinkan para pemuda di seluruh dunia untuk kembali ke pedesaaan dan menjadi petani untuk membangun model kehidupan yang berkelanjutan dan penuh kedamaian. Ini adalah perjuangan kami,” katanya.
Pada forum pertemuan pemuda tersebut, Marlan menyimpulkan, pemuda-pemudi La Via Campesina akan menjadikan Deklarasi UNDROP sebagai alat bagi pemuda untuk dapat mengakses sumber-sumber agraria dan melawan FTA (perjanjian perdagangan bebas), WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), IMF maupun World Bank (Bank Dunia).
“Kami memanggil para pemuda di seluruh dunia yang masih menginginkan sebuah dunia yang damai dan berkeadilan untuk berjuang bersama-sama mempertahankan kehidupan, hak, reforma agraria, agroekologi, koperasi, demi cita-cita terwujudnya kedaulatan pangan,” tutupnya.