SENEGAL. Pada 26-28 April 2019, Serikat Petani Indonesia (SPI) telah ikut serta dalam International Youth Articulation of La Via Campesina atau Artikulasi Pemuda Internasional La Via Campesina yang diselenggarakan di Thies, Senegal. Kegiatan ini dihadiri oleh para pemuda anggota La Via Campesina dari seluruh kawasan di dunia. Pada kegiatan yang diadakan satu kali dalam dua tahun tersebut, keikutsertaan SPI juga sebagai perwakilan dari organisasi La Via Campesina kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur bersama dengan Mokatil dari Timor Leste.
Zainal Arifin Fuad, Ketua Departemen Lua Negeri Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI menjelaskan, kegiatan tersebut secara umum mendiskusikan tentang kondisi dari pemuda tani dan perjuangannya, mengidentifikasi masalah-masalah dan tantangan-tantangannya serta menetapkan solusi yang dapat ditempuh di tingkat internasional.
“Pengidentifikasian masalah dan tantangan dilakukan melalui persentasi dari tiap kawasan tentang kondisi terkini pemuda tani dan perjuangannya,” tuturnya.
SPI yang diwakili oleh Afgan Fadilla ikut mempresentasikan tentang kondisi pemuda di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara dan Timur. Pada kesempatan tersebut, Afgan memaparkan tentang massifnya migrasi pemuda yang terjadi di kawasan, baik migrasi domestik (dari desa ke kota ) maupun migrasi internasional (dari dalam ke luar negeri).
“Hal tersebut banyak diakibatkan karena ketiadaan alat-alat produksi yang menyebabkan bertani menjadi pekerjaan yang dianggap tidak menjamin kesejahteraan. Terkait Indonesia, petani saat ini didominasi oleh orang tua dimana hal tersebut berbanding lurus dengan maraknya konflik-konflik agraria,” katanya.
Kondisi tersebut juga dialami oleh kawasan-kawasan lain, seperti dari kawasan Afrika Barat dan Selatan yang diwakil oleh Ndongo dari CNCR, yang juga pada kegiatan ini bertindak sebagai tuan rumah. Ia menjelaskan, begitu banyak pemuda desa dari yang bermigrasi ke Eropa karena ketidakpastian dalam bertani. Alazne dari EHNE Bizkaia yang mewakili Eropa juga menjelaskan bahwa Eropa menjadi salah satu tujuan utama pekerja migran dari Afrika karena industrialisasi semakin mendominasi perekonomian Eropa.
Setelah pengidentifikasian masalah tersebut, kegiatan dilanjutkan dengan aksi tindaklanjut yang dapat dilakukan dalam skala internasional untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Hasilnya para delegasi sepakat untuk meningkatkan frekuensi pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di tingkat benua maupun internasional, baik pendidikan dan pelatihan politik maupun teknis. Pada kesempatan ini, Afgan memberikan masukan untuk membuat pelatihan tematik terkait Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan (UNDROP) mengingat deklarasi tersebut baru diadopsi oleh PBB dan perlunya pendalaman kapasitas mengenai UNDROP di akar rumput agar para petani tahu apa-apa saja haknya, bagaimana bentuk pelanggarannya dan bagaimana memperjuangkannya.
Kegiatan ini juga diisi dengan berbagai diskusi tematik seperti mengenai agroekologi, perdagangan dan keterlibatan La Via Campesina dalam Komite Kedaulatan Pangan Dunia (CFS). Kegiatan diakhiri dengan mengadakan kunjungan lapangan ke lahan dan sekolah agroekologi CNCR serta kunjungan ke FIARA di Dakar, yakni pameran produk-produk pertanian yang diselenggarakan oleh CNCR bekerjasama dengan organisasi-organisasi petani Senegal lainnya.