JAKARTA. Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) baru saja selesai menggelar pendidikan tahap I bagi kader-kadernya untuk bisa bertani secara agroekologis, berkoperasi, melakukan pengorganisasian, untuk bisa mengelola Kawasan Daulat Pangan (KDP).
Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapa Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi menjelaskan, pendidikan ini sendiri sedianya sudah dimulai sejak 13 Juli 2021 yang lalu secara daring via aplikasi zoom.
“Di tengah pandemi, kita ormas tani juga harus bisa beradaptasi menggunakan teknologi untuk bisa tetap saling terhubung satu sama lain, tetap bisa saling berbagi ilmu dan pengalaman. Alhamdulillaah, walau secara daring, para peserta cukup antusias untuk mengikuti pendidikan ini,” kata Qomarun Najmi di Jakarta, pagi tadi (20/10).
Pria yang akrab dipanggil Qomar ini menerangkan, dalam pandangan SPI, konsep agroekologi ini dimaknai sebagai suatu cara bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat memenuhi kriteria (1) keuntungan ekonomi; (2) keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat; dan (3) konservasi lingkungan secara berkelanjutan.
“Tujuannya adalah untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pelaksanaan pertanian agroekologi bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai kehidupan,” kata Qomar.
Kawasan Daulat Pangan (KDP)
Qomar melanjutkan, sistem pertanian agroekologi ini menjadi kunci dalam mewujudkan Kawasan Daulat Pangan (KDP).
“KDP adalah konsep SPI tentang sebuah kawasan yang penduduknya menerapkan konsep kedaulatan pangan, melalui pemanfaatan semua sumber daya alam kawasan secara agroekologis dan integrasi oleh, dari, dan untuk rakyat untuk penyediaan pangan yang cukup, aman, sehat dan bergizi serta berkelanjutan; dan berdampak pada berkembangnya ekonomi kawasan yang mensejahterakan rakyatnya,” papar Qomar.
“KDP awalnya dideklarasikan dan diresmikan di empat provinsi, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan, setahun yang lalu, 31 Oktober 2020,” lanjutnya.
Tatap Muka
Dalam kesempatan yang sama, Kusnan, Ketua Pusat Perbenihan Nasional (P2N) SPI menyampaikan, praktek pertanian agroekologi belum bisa dipraktekkan dengan benar oleh petani anggota SPI karena berbagai faktor salah satunya tidak memliki pengetahuan yang baik tentang praktek pertanian agroekologi. Oleh karena itu Kusnan yang menjadi salah satu pemateri utama dalam pendidikan menyampaikan, pendidikan ini bertujuan untuk melahirkan guru-guru kader baru yang ahli di pertanian agroekologi, koperasi, dan pengorganisasian.
“Harapannya juga agar para peserta pendidikan mengkonsolidasikan petani di daerah untuk membentuk KDP di kampungnya,” kata Kusnan.
Kusnan mencontohkan KDP yang sudah diterapkan di daerah asalnya di Desa Senori, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Jawa timur. Ia menjelaskan, Desa Senori, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Jawa Timur merupakan daerah lahan pertanian yang sangat subur memiliki penduduk 2.600 jiwa yang 60 % berprofesi sebagai petani, dan lainnya sebagai buruh pabrik, pedagang, dan pegawai negeri.
“Hasil panen padinya bisa menghasilkan 6.000 ton Gabah Kering Panen (GKP) per tahun atau setara beras 3.600 ton per tahun sedangkan jagung rata-rata menghasilkan 9.000 ton per tahun. Sedangkan holtikultura seperti cabai, tomat, kacang tanah, dan buah buahan masih belum terhitung jumlahya,” katanya.
Kusnan melanjutkan, dari hasil pertaniannya, petani Desa Sinori mampu memenuhi kebutuhan pangan keluarga sendiri, kebutahan pangan desa tetangga, sampai kebutuhan pangan di kecamatan lain seperti Kecamatan Kerek, Montong, dan Tuban. Bahkan Desa ini mampu memasarkan produk pertanian ke provinsi tetangga yakni Provinsi Jawa Tengah melalui Koperasi Petani Indonesia (KPI, koperasinya SPI) Tuban.
“Jadi di pendidikan ini para peserta juga diberi materi tentang koperasi petani,” lanjutnya.
Sementara itu, sejalan dengan semakin menurunnya tren pandemi covid 19, DPP SPI akhirnya memutuskan agar para peserta pendidikan tidak lagi mengikuti pendidikan via daring, melainkan langsung tatap muka. Tepat pada 27 September, 16 peserta pendidikan didatangkan untuk berkumpul di Pusdiklat Pertanian Agroekologi Nasional SPI di Cijujung, Bogor, Jawa Barat.
“Pendidikan berlangsung hingga 17 Oktober 2021. Materi pendidikan tentu saja didominasi praktek-praktek langsung pertanian agroekologi, yang diselingi dengan teori tentang isu-isu pertanian, pangan, sampai pengorganisasian,” katanya.
Ketua Departemen Pendidikan, Pemuda, dan Kesenian Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Marlan Ifantri Lase menambahkan peserta pendidikan kali ini berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.
“Insya Allah ke depannya DPP SPI akan rutin menggelar pendidikan seperti ini. Semoga pandemi ini segera berakhir, agar pendidikan tatap muka bisa terus kita laksanakan,” tutupnya.