JAKARTA. Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) melaksanakan webinar internasional, dalam rangka 24 tahun SPI, 8 Juli 1998 – 8 Juli 2022. Webinar ini bertemakan “Menuju Pengimplementasian Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaaan”, Jumat kemarin (29/07).
Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan, kelahiran SPI sebagai organisasi tani juga berkaitan dengan UNDROP, dimana salah satu poinnya adalah kebebasan berpendapat dan berorganisasi. Hal ini karena di Indonesia dulu tidak boleh membentuk serikat tani, semua di bawah pemerintahan yang otoriter.
Ia memaparkan, dunia saat ini dihadapkan pada masalah krisis pangan, salah satu pemicunya adalah perang Rusia vs Ukraina, sampai pada dampak dari pandemi Covid-19. Di Indonesia, dampaknya terasa dengan kenaikan harga bahan pangan seperti minyak makan sawit, dan komoditas lainnya. Ini karena kita tergantung ataupun mengimpor, baik itu pangan (gandum dan kedelai) sampai bahan baku pupuk.
“Dalam kaitannya dengan UNDROP, saya ingin mengatakan bahwa momentum UNDROP dulu adalah krisis pangan global 2008. Ini kita tengarai akibat ulah spekulan pangan di dunia, yang mengakibatkan harga pangan tinggi dan banyak orang tidak mampu membeli pangan, sehingga meningkatkan angka kemiskinan dan kelaparan. Fenomena krisis pangan global 2008 mendorong agar petani dan produsen pangan lainnya untuk lebih dilindungi, karena ternyata orang-orang yang memproduksi pangan itu sendiri juga mengalami kelaparan. Sementara di sisi lainnya, korporasi pangan justru mendapatkan keuntungan besar,” paparnya.
Ia melanjutkan, sejak tahun 2001, di Indonesia SPI bersama gerakan masyarakat sosial lainnya sudah mendorong mengenai hak-hak asasi petani. Di tahun 2009, hal ini direspons oleh legislatif dengan mengeluarkan UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan yang bertujuan melindungi lahan pangan; UU Pangan yang memasukkan prinsip kedaulatan pangan dan memperkuat posisi negara dalam memproteksi pangan dalam negeri; dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang mengatur secara rigid perlunya hak-hak petani diakui;
“Urusan pangan dan menghapus kelaparan di dunia akan banyak ditentukan oleh UNDROP. UNDROP menjadi spesial karena menjadi satu-satunya instrumen yang mengatur hak-hak petani secara komprehensif,” lanjutnya.
Rajendra Aryal dari Food and Agriculture Organization (FAO) Indonesia menyampaikan, UNDROP menjadi pedoman yang relevan dan sudah diadopsi di dalam CFS dan badan-badan FAO lainnya.
“Tahun lalu, sidang umum PBB juga sudah mengakui mengenai ‘Dekade Pertanian Keluarga’ sebagai mekanisme yang mendukung pengimplementasian UNDROP. Rencana aksi mengenai dekade pertanian keluarga sudah didorong di 10 negara, dan Indonesia menjadi salah satu yang getol mendorongnya. FAO sudah mendokumentasikan mengenai good practices dari pertanian keluarga yang sudah terjadi di Indonesia, dan menginspirasi bagaimana pengimplementasian dekade pertanian keluarga;” paparnya.
“Kami dari FAO mendukung secara penuh mengenai UNDROP dalam rangka penerapan pertanian keluarga,” lanjutnya.
Dicky Komar, perwakilan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia (RI) menjelaskan, di Indonesia kita punya tagline ‘dari petani Indonesia untuk dunia’.
“Indonesia menjadi co-sponsor UNDROP. Sejak berdirinya Dewan HAM, Indonesia berkiprah aktif bahkan saat ini menjadi anggota di Dewan HAM. Peran yang dijalankan Indonesia sebagai bridge builder ataupun part of the solution selalu mendapat dukungan dari masyarakat internasional,” terangnya.
Dicky menerangkan, beberapa upaya menindaklanjuti UNDROP dan implementasinya di tingkat global seperti saat ini sedang didorong untuk membentuk special procedures UNDROP.
“Indonesia sebagai negara terus mendukung baik sebagai negara maupun co-sponsor UNDROP. Kita memiliki banyak waktu untuk meningkatkan pemahaman, edukasi dan eksaminasi ke berbagai pemangku kepentingan, memanfaatkan forum PBB untuk mempromosikan UNDROP,” sambungnya.
Mengenai ratifikasi UNDROP di Indonesia, Dicky menjelaskan, semua stakeholder harus memberikan pemahaman yang cukup mengenai apa itu UNDROP.
“Dan itu menjadi pekerjaan kita bersama tidak hanya Kementerian Luar Negeri tetapi juga pemangku kepentingan lainnya. Desember ini kita akan melakukan pelaporan UPR ke 4, kita mendorong kemitraan tidak hanya di level nasional tetapi juga internasional, dalam perlindungan dan pemenuhan hak asasi petani,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Melik Ozden dari Centre Europe Tiers Monde (CETIM) mengungkapkan, tantangan terhadap kemajuan UNDROP saat ini adalah liberalisasi ekonomi yang mengakibatkan menguatnya kekuatan yang menolak reforma agraria dan penguasaan pangan oleh produsen pangan skala keci.
“Tantangan lainnya yang tak kalah penting adalah sedikitnya kehendak politik dari berbagai negara untuk mendorong implementasi deklarasi ini, terlebih lagi adanya tekanan dari para perusahaan transnasional. Aksi utama yang bisa kita lakukan bersama adalah melakukan advokasi, pelatihan dan pengiformasian mengenai bagaimana hal ini diimplementasikan di negara-negara dunia,” paparnya.
Ia menambahkan, hal yang cukup krusial untuk dilakukan juga adalah menjangkau audiens yang lebih luas, secara praktis maupun politik.
“Menjangkau pihak-pihak otoritas di lokal sampai internasional, karena merekalah yang harus mengimplementasikan hal ini,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Ketua Departemen Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Zainal Arifin Fuad. Ia mengingatkan, saat ini kaum tani menghadapi cukup banyak tantantangan, mulai dari rezim pasar bebas, pertanian kimia, dominasi korporasi agribisnis, rezim perubahan iklim, pasar tanah, bank tanah.
“Upaya untuk mengatasi permasalahan kaum tani tersebut salah satunya melalui penerapan UNDROP dan dekade pertanian keluarga,” katanya.
Zainal memaparkan, di pertanian keluarga terdapat tujuh pilar, yang kesemuanya pas dan berhubungan dengan UNDROP seperti hak atas tanah, air, harga yang layak, dan sebagainya.
“Ini menjadi alasan La Via Campesina (LVC, Gerakan Petani Internasional) mendorong dekade pertanian keluarga sebagai salah satu cara implementasi UNDROP. LVC sendiri saat ini menjadi second vice precidency dari International Steering Committee UNDFF. Saya hadir dalam sidang komisi, dan memberikan intervensi terkait krisis pangan sebagai momen refleksi pentingnya peran keluarga petani untuk mengatasi krisis pangan global,” kata Zainal yang juga anggota Komite Koordinasi Internasional (ICC) La Via Campesina.
Zainal menambahkan, krisis pangan dan multidimensi di 2022 ini menjadi momen untuk mendorong UNDROP.
“SPI dan LVC membawa isu UNDROP ke para pelapor khusus seperti Michael Fakhri (pelapor khusus hak atas pangan). Langkah berikutnya adalah mendapatkan special procedure untuk UNDROP: tindak lanjut ini tengah dibahas oleh negara-negara dewan HAM, dan harapannya Indonesia sebagai anggota dewan HAM dapat mendorong hal tersebut. Masing-masing negara perlu juga membuat laporan mengenai implementasi UNDROP di masing-masing negara,” tambahnya.
“Di SPI sendiri kita sudah melaksanakan pendidikan mengenai UNDROP, sampai dengan penerjemahan buku-buku mengenai UNDROP ke dalam Bahasa Indonesia,” tutupnya.