Webinar Peringatan HPS 2022 di Pasaman Barat : Saatnya Kedaulatan Pangan Untuk Atasi Krisis Pangan.

PASAMAN BARAT. Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) 16 Oktober 2022, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) menyelenggarakan webinar bertemakan “Saatnya Kedaulatan Pangan Untuk Atasi Krisis Pangan”, Senin (17/10). Selain dilakukan secara daring, webinar juga dilakukan secara luring bertempat di Nagari Kapa, Pasaman Barat, Sumatera Barat yang dihadiri kader petani SPI, mahasiswa, dan tokoh setempat.

Ketua Umum SPI Henry Saragih yang menjadi pembicara dalam webinar ini menyampaikan, masyarakat harus sadar mengenai krisis pangan itu.

“Krisis pangan terjadi akibat ulah dari korporasi skala besar yang terus mengeksploitasi alam kita secara terus-menerus, yang menanam tanaman yang bukan untuk kita makan, tetapi untuk dijual untuk kepentingan pasar bebas. Di India, mereka menanam tebu bukan untuk diri mereka, tetapi untuk kepentingan luar negeri. Begitu juga dengan negara-negara lain, dimana ketergantungan pangan dunia dibuat dan dilestarikan,” katanya secara daring dari Medan, Sumatera Utara.

Ia melanjutkan, ironisnya, korporasi pangan justru semakin kaya, semakin besar, semakin menguasai ekonomi dunia, ketika krisis pangan terjadi. Di Indonesia saat ini, atas nama krisis pangan, pemerintah mendorong program food estate dalam jumlah besar, bahkan mau menanam dengan bibit GMO. Ini semua adalah akal-akalan dari korporasi skala besar di Indonesia, untuk mengambil keuntungan, dan mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat kecil.

“Maka dari itu, dalam HPS tahun ini, kita harus menolak program food estate. Kita tolak perusahaan-perusahaan besar mengelola tanaman pangan dan tanaman pertanian, karena ini yang sesungguhnya menjadi cikal bakal kolonialisme baru di Indonesia. Kita juga harus tentang GMO, segala bentuk korporatisasi pertanian,” paparnya.

“Saya himbau kepada saudara-saudara sekalian, bahwa kita perlu menanam tanaman-tanaman yang bisa dimakan langsung oleh petani, sehingga tidak membutuhkan industri skala besar mengolahnya. Kedua, tanamlah tanaman yang bisa dimakan oleh hewan-hewan ternak kita; ketiga, tanamlah tanaman keras yang bisa menjadi kebutuhan perkakas kehidupan kita, apakah itu untuk sandang (baju – tanaman kapas) maupun papan (kayu keras). Karenanya, dalam kawasan daulat pangan kita ini harus diatur mengenai seberapa luas yang akan menjadi tanaman pangan untuk konsumsi langsung, mana yang untuk tanaman industri atau kebutuhan pasar,” sambungnya.

Henry Saragih Ketua Umum SPI

Hal senada disampaikan Zainal Arifin Fuad, anggota Komite Koordinasi Internasional (ICC) La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional). Ia menyampaikan, FAO menggunakan tema ‘Leave No One Behind’ atau tidak ada yang tertinggal di belakang. Namun hal ini juga bisa berarti bahwa ‘yang penting makanan sudah siap, tidak peduli bagaimana diproduksi, kapan, dan siapa yang memproduksi’. Inilah yang dipahami sebagai ketahanan pangan, dan dianut oleh FAO.

“Hal ini berbahaya mengingat ketahanan pangan tidak terbukti mengatasi persoalan kelaparan di dunia. Di tahun 2021, jumlah orang lapar berkisar antara 702-828 juta orang. Ini tentu bertolak belakang dengan tema yang didorong oleh FAO. Jumlah ini tidak jauh berkurang sejak tahun 2005, sehingga kita patut mempertanyakan apa saja yang dikerjakan oleh FAO,” katanya.

Zainal memaparkan, laporan FAO mengenai krisis pangan 2022 menyebutkan bahwa kondisi tersebut banyak terjadi di negara afrika dan sebagian asia seperti Afganistan, Yaman, Pakistan, dan Palestina. Sementara di Indonesia, 1.9 juta orang masih dalam bahaya ketidakpastian pangan. ini juga ditunjukkan dari bagaimana jumlah kemiskinan di Indonesia yang meningkat ketika pandemi covid-19, kemudian menurun disaat pemulihan hingga sekarang. Kemungkinan besar ini akan naik lagi karena ancaman krisis dan kebijakan kenaikan harga BBM.

Zainal Arifin Fuad

“Hal yang perlu kita camkan adalah kemiskinan itu ada di perdesaan, ada di pusat-pusat produksi pangan. kita memproduksi pangan tetapi kita juga yang berada di kantong kemiskinan, kelaparan, dan mengalami konflik agraria,” tegasnya.

Zainal mengingatkan, FAO sudah memberikan poin-poin terkait ancaman krisis pangan: pandemi covid 19; perlambatan dan penurunan ekonomi; perubahan iklim ekstrim; konflik dan perang; harga dam keterjangkauan kepada pangan sehat;

“Jadi meskipun penyebab kemiskinan dan kesenjangan sudah teridentifikasi, namun akar persoalannya belum terjawab. Ini yang kaum kapitalis tidak mau tahu sehingga terus-menerus akan terjadi krisis pangan. selain itu kita juga disodori dengan solusi yang salah,” katanya.

“Kita La Via Campesina dan SPI, kemudian mendorong agar kedaulatan pangan menjadi solusi dari situasi ini. Tema kita di hari pangan kali ini adalah ‘feeding people in our teritory’, artinya memberi pangan kepada penduduk di sekitar areal kita – bukan seluruh dunia – dan menerapkan konsep kedaulatan pangan dalam konteks kawasan”.

“Ini juga mengapa SPI mendeklarasikan kawasan daulat pangan, jadi pangan disediakan oleh penduduk kita sendiri. Jika di pasaman barat, maka itu disediakan oleh penduduk pasaman barat itu sendiri. Artinya pangan itu harus terlebih dahulu dipentingkan untuk diri sendiri (kepentingan domestik), baru setelah itu dapat diberikan ke tempat lain,” kata Zainal yang juga Ketua Departemen Luar Negeri DPP SPI.

Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Sumatera Barat Rustam Effendi menyampaikan, adalah hal yang penting agar petani SPI untuk terus menguasai tanah yang kita perjuangkan.

“Tanah yang ada di Pasaman Barat ini adalah tanah masyarakat, tanah petani, yang harus dikuasai kembali. Ini sesuai dengan konstitusi kita, dengan UUPA 1960. Kita nanti akan melakukan aksi lagi ke kementerian pertanian, dengan menyuarakan penolakan terhadap sistem food estate, GMO. Pemerintah harus mendorong pertanian agroekologi, koperasi petani, supaya kedaulatan pangan bisa ditegakkan, krisis pangan bisa dihindarkan,” katanya.

Sementara itu webinar ini juga diikuti dengan pembukaan pendidikan agroekologi dan kawasan daulat pangan.

ARTIKEL TERKAIT
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU