Mentan: Ketersediaan Pangan Harus Dari Dalam Negeri

JAKARTA. Negara yang kaya seperti Indonesia seharusnya mampu memenuhi ketersediaan pangan dari dalam negeri. Hal ini disebutkan oleh Menteri Pertanian RI, Suswono, dalam Forum Konsultasi Nasional Petani Indonesia di Jakarta, siang tadi (11/08).

Suswono menyampaikan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) tidak menyetujui impor untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional.

“Kementan memiliki beberapa strategi pencapaian kedaulatan pangan seperti diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, hingga optimalisasi lahan pertanian,” tutur Suswono.

Suswono juga menyampaikan bahwa salah satu masalah yang harus dipecahkan adalah distribusi atau akses masyarakat atas pangan.

“Saya juga setuju dengan reforma agraria yang diusung Serikat Petani Indonesia (SPI) yang menyebutkan bahwa petani setidaknya memiliki lahan minimal dua hektare, namun ini bisa dicapai apabila tidak ada lagi pengkonversian lahan pertanian, saat ini saja di pulau Jawa hanya tersisa 3,5 juta Hektare lahan pertanian” tambah Suswono.

Sementara itu, Henry Saragih, Ketua Umum SPI menyampaikan bahwa konsep food estate di Papua yang diusung Kementan tidak tepat untuk menyelesaikan ketersediaan pangan nasional, karena pertanian pangan diserahkan kepada perusahaan yang notabene hanya berdasarkan keuntungan.

“Selain itu biaya distribusi dari Papua ke Jawa dan Sumatera akan jauh lebih mahal daripada mendatangkan pangan dari Vietnam atau Thailand, artinya kalau ada beras hasil food estate di Merauke akan cenderung diekspor ke luar karena biaya distribusinya ke Jawa dan Sumatera yang lebih mahal” tutur Henry.

Revisi Undang-Undang Yang Tidak Menguntungkan Petani

Selain itu, Henry juga meminta pemerintah untuk merevisi Undang-Undang (UU) serta peraturan-peraturan yang sama sekali tidak berpihak kepada petani seperti UU Perkebunan No.18 Tahun 2004, UU Sumber Daya Air No.7 Tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan lainnya

“Selain itu rekomendasi dari Forum Konsultasi Nasional Petani Indonesia ini meminta pemerintah untuk segera mengimplementasikan UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, menyelesaikan revisi UU Pangan No.7 Tahun 1996, meninjau kembali Peraturan Menteri Keuangan No.11 Tahun 2022 tentang tarif bea masuk nol persen atas barang impor, dan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ” papar Henry.

Menanggapi hal ini, Rohahurmuzy, Ketua Komisi IV DPR RI menyampaikan bahwa DPR akan menerima masukan dari hasil rekomendasi ormas-ormas tani yang hadir di forum ini.

“Kami juga akan segera melaksanakan sidang pertama untuk menggodok UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani pada 16 Agustus nanti, dan akan menyusul yang berikutnya,” kata Rohahurmuzy di depan para peserta Forum Konsultasi Nasional Petani.

Selain dihadiri oleh ormas-ormas tani se-Indonsia, acara yang diinisiasi oleh SPI, WAMTI (Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia) dan API (Aliansi Petani Indonesia) ini juga dihadiri oleh Agus Heriyanto perwakilan FAO (Organisasi Pangan Dunia) Indonesia, beserta perwakilan dari Bulog dan Kementerian Ekonomi RI.

ARTIKEL TERKAIT
Deklarasi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Usaha Penyelesaian Konflik Agraria di Pasaman Barat
SPI berikan studium general tentang bahaya WTO di UI SPI berikan studium general tentang bahaya WTO di UI
Pekan Nasional (PENAS) Petani Nelayan 2014 Tidak Demokratis,  Penuh Politisasi Pekan Nasional (PENAS) Petani Nelayan 2014 Tidak Demokratis,...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU