PALEMBANG. Serikat Petani Indonesia (SPI) basis Talang Keramat Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, berjuang membangun pertanian organik di lahan kritis. Mereka telah membuktikan bahwa petani secara mandiri mampu memberikan solusi untuk memperbaiki lingkungan dalam mengatasi perubahan iklim.
Lahan kritis tersebut telah menjadi kebun sayur organik yang mampu memberikan keuntungan ekonomi dan perbaikan lingkungan. “Dengan bukti ini SPI semakin yakin petani tidak butuh Proyek Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) dan Agrofuel Estate,” ungkap JJ Polong, Wakil Ketua Majelis Nasional Petani (MNP) Serikat Petani Indonesia (SPI).
Menurutnya, “Saat ini Indonesia kekurangan pangan, harga pangan mengalami kenaikan yang cukup tinggi, serta di berbagai belahan dunia terdapat berita kekurangan pangan, bahkan orang-orang di kelas menengah mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya,” kata Polong.
Jadi, menanam sayur-sayuran sekarang ini mestinya menguntungkan, sudah dapat menjadi insentif yang baik. Selain itu dengan menerapkan pertanian organik, petani tidak lagi bergantung pada asupan zat kimia yang dapat menambah biaya produksi dan menyebabkan ketergantungan dengan perusahaan multinasional penghasil, benih, pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang diproduksi.
Selain pertanian organik yang diterapkan, JJ Polong mengatakan agar tercapai pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri pemerintah seharusnya menyediakan lahan untuk proses produksi pertanian. “Negara-negara maju sebelum memasuki proses industrialisasi, selalu diawali dengan Program Reforma Agraria (Agrarian Reform) atau Land Reform. Negara tersebut memastikan dahulu seluruh petani yang ada mendapatkan tanah yang cukup untuk menjamin kesejahteraannya. Baru setelah itu tanah yang tersisa dibagikan pada perusaaan atau untuk kepentingan lain. Di Indonesia yang agraris justru tanah-tanah petani dirampas oleh perusahaan perkebunan dan HTI, serta ke depan akan dirampas oleh Proyek perdagangan karbon, seperti REDD,” kata Polong.
Polong optimis, setelah seluruh petani memiliki tanah, lalu dibangun infrastruktur penunjang dan koperasi menjadi basis perekonomian, petani akan mencapai tingkat kemakmuran. Semua itu haruslah menempatkan petani sebagai pemegang kedaulatan atas proses produksi dengan sistem pertanian berkelanjutan, termasuk didalamnya membangun kedaulatan pangan.