BULACAN. Sebagian besar masyarakat Asia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama, namun di sisi lain praktek pertanian konvensional yang sudah dilaksanakan selama tujuh dekade ke belakang justru semakin menurunkan daya dukung lingkungan dan ini berimbas pada kesejahteraan petani dan juga menyebabkan terancamnya kedaulatan pangan. Hal inilah yang mendasari keikutsertaan dua orang petani Serikat Petani Indonesia (SPI) untuk mengikuti pertemuan dan pertukaran petani Asia Tenggara dan Asia timur yang diadakan oleh La Via Campesina (organisasi petani internasional) di Filipina, 1-6 Juni 2012.
Susan Lusiana, Direktur Pusdiklat Nasional SPI yang juga turut ikut dalam pertukaran ini menuturkan bahwa selama lebih kurang tujuh hari terjadi transformasi ilmu teknis pertanian yang sangat berguna bagi petani.
“Untuk perwakilan SPI sendiri, sebagian besar materi sebenarnya hampir sama dan telah dipraktekkan baik pada sekolah lapang ataupun dalam pengelolaan demplot. Beberapa materi tambahan yang signifikan dan cukup berbeda adalah tentang pembuatan pupuk organik, pernyemaian padi dengan sistem SRI, rekayasa ekologis, palayamanan dan informasi bioteknologi pada kerbau,” ungkap Susan.
Susan juga menyampaikan bahwa acara ini juga menjadi ajang pertukaran benih.
“Perwakilan SPI membawa 7 jenis benih dinataranya padi hitam, padi merah bali,jagung putih, jagung hitam, kedelai, kacang hijau, kacang tolo,” tambahnyaya.
Tukiyem, petani SPI yang hadir dalam acara ini mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan begitu banyak pengalaman dan pelajaran penting dari peserta-peserta lainnya.
“Saya sangat senang bisa mewakili SPI dan berinteraksi dengan teman-teman petani kecil dari wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya. Selain mendapatkan ilmu teknis pertanian agroekologi, saya juga semakin mengetahui perjuangan petani kecil di negara lain, yang sama-sama memperjuangkan pembaruan agraria, pendistribusian lahan untuk petani, hingga melawan perjanjian perdagangan bebas,” ungkapnya.
Sementara itu, Henry Saragih, Koordinator Umum La Via Campesina, menyampaikan bahwa sejak tahun 2009, La Via Campesina telah mendorong praktik pertanian agroekologi di setiap anggotanya. Salah satu rencana aksi utama adalah bahwa setiap regional menyelenggarakan sesi pelatihan untuk menghasilkan para pelatih yang menyebarluaskan pengalaman dan praktek agroekologi di tingkat nasional. Di tingkat internasional, La Via Campesina telah mengorganisir pertukaran dan pertemuan agroekologi di Sri Lanka, 2010 dan Kuba pada 2011. Pada tahun 2011, regional Asia Selatan juga telah melakukan pertemuan dan pertukaran agroekologi di India.
“Pertemuan dan pertukaran yang dilakukan kali ini adalah kegiatan yang pertama kali dilakukan di regional Asia Timur dan Asia Tenggara. Dengan pertemuan dan pertukaran agroekologi ini diharapkan petani di tingkat basis di masing-masing organisasi akan semakin banyak melakukan konversi dari sistem pertanian konvensional menjadi pertanian agroekologi,” ungkapnya.
Henry, yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menambahkan dalam level nasional SPI akan menggencarkan kampanye mengenai pentingnya pertanian agroekologi, dan mendorong pemerintah untuk menerapakan pertanian agroekologi.
Selain Indonesia dan Filipina sebagai tuan rumah, acara ini juga diikuti oleh petani dari Timor Leste, Vietnam, Korea Selatan, Thailand, Kamboja, dan Taiwan.