JAKARTA. Konflik agraria yang menyulut bentrokan dan menelan korban kembali meletus. Bentrokan antara warga Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah dengan aparat keamanan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I yang merupakan anak perusahaan Best Group terjadi pada Sabtu (07/10/2023).
Informasi yang didapatkan dari lapangan, bentrokan mengakibatkan 3 orang warga yang terkena tembakan, 2 orang mengalami luka berat, dan 1 orang meninggal dunia di lokasi. Sementara itu, puluhan orang lainnya diamankan kepolisian.
Kejadian itu tak berselang lama setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria pada Selasa (03/10/2023).
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, bersolidaritas kepada petani dan masyarakat hukum adat di Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.
“Kekerasan dalam penanganan konflik agraria, yang bahkan hingga meregang nyawa tidak dibenarkan. Terlebih pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah bisa mengantisipasinya sejak dini. Bahkan Reforma Agraria dan percepatan penyelesaian konflik agraria sudah menjadi fokus pemerintah yang dimuat melalui Perpres 62/2023”, ujar Henry.
Konflik Agraria di Bangkal Seruyan ditandai dengan tuntutan hak atas tanah Masyarakat Hukum Adat yang selama puluhan tahun tidak dikembalikan oleh perusahaan. Masyarakat meminta pengembalian tanah seluas 443 hektar dari total Hak Guna Usaha (HGU) PT. HMBP I yang diterbitkan tahun 2006 dengan luasan lebih dari 11.000 hektar. Namun berbagai mediasi tidak menemukan hasil sejak aksi protes dua minggu terakhir, atau pada 16 September 2023.
Henry Saragih menyampaikan, “SPI mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk menarik seluruh pasukan dari area konflik. Kemudian mengedepankan dialog ketimbang aksi represif di lapangan, sebagai langkah penyelesaian konflik agraria”.
SPI juga meminta kepolisian untuk segera membebaskan sejumlah warga tak bersalah yang ditangkap saat melakukan demonstrasi memprotes PT. HMBP I. Kemudian memastikan jaminan hak hukum seluruh warga Desa Bangkalan, terkhusus dengan segera mengusut tuntas pelaku penembakan dan penyelewengan hukum, serta dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.
“Pada posisi ini, SPI menuntut Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI (ATR/BPN) dan kementerian/lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah, harus segera mengevaluasi HGU dan izin PT. HMBP I. Bahkan bisa untuk mencabut HGU PT. HMBP I karena telah memicu konflik agraria yang berkepanjangan”, tutur Henry.
Status tanah yang dicabut dari HGU PT. HMBP I tersebut, kemudian ditetapkan menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), sebagai bentuk pengembalian tanah atau redistribusi kepada rakyat setelah puluhan tahun diberikan negara kepada perusahaan.