SIARAN PERS PANITIA BERSAMA PERINGATAN HARI TANI NASIONAL KE 50
JAKARTA. Lima puluh tahun yang lalu, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) disahkan sebagai payung hukum agraria di Indonesia dalam merombak ketidakadilan struktur agraria warisan pemerintah kolonial. UUPA 1960 adalah realisasi dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait hajat hidup orang banyak, dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Hari Kelahiran UUPA No.5 Tahun 1960 ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden No. 169 Tahun 1963, mengingat masyarakat Indonesia yang agraris, maka UUPA 1960 diharapkan akan mengakhiri derita kaum tani yang secara historis terbukti tangguh melawan pemerintahan kolonial dan terbukti kongrit partisipasinya dalam Perang Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia. Oleh karena itu bagi rakyat miskin, terutama petani gurem dan buruh tani, lahirnya UUPA 1960 merupakan tonggak yang sangat berharga untuk dilaksanakannya pembaruan agraria.
Namun demikian sudah 50 tahun sejak UUPA ditetapkan, keadaan petani di Indonesia tetap dalam kondisi yang terpuruk dan tidak ada perbaikan taraf hidup yang berarti. Data BPS mengemukakan bahwasanya pada Sensus Pertanian 2003 jumlah Rumah Tanggan Petani naik menjadi 25,4 juta rumah tangga, terjadinya kenaikan sebesar 5.400.000 rumah tangga dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat. Hingga tahun 2008 dari hasil proyeksi SPI berdasarkan tingkat pertumbuhan keluarga petani sebesar 2,2 persen per tahun terdapat 28,3 juta rumah tangga petani, dan 15,6 juta diantaranya merupakan keluarga petani gurem. Akan tetapi jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, meningkat dari 10,8 juta keluarga tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga tahun 2003 (2,6 persen per tahun).
Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen (1993) menjadi 56,5 persen (2003). Kenaikan ini menunjukkan makin miskinnya petani akibat semakin sempitnya lahan pertanian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa, luas lahan pertanian padi di Indonesia pada 2010 tinggal 12,870 juta hektare (ha), menyusut 0,1% dari tahun sebelumnya 12,883 juta ha. Secara keseluruhan luas lahan pertanian, termasuk non-padi, pada 2010 diperkirakan 19,814 juta ha, menyusut 13% dibanding tahun 2009 yang mencapai 19,853 juta ha. Kondisi ini yang terus memperparah kehidupan petani.
Disisi lain, jika dirunut Nilai Tukar Petani (NTP) terus menurun. Pada bulan Maret 2003 NTP secara nasional turun 3,58 persen dibanding bulan Februari 2003, yaitu dari 123,04 menjadi 118,64. Meskipun Nilai Tukar Petani (NTP) nasional Juni 2010 sebesar 101,39 atau naik 0,22 persen dibanding bulan sebelumnya karena NTP Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Hortikultura masing-masing naik 0,60 persen dan 0,40 persen., namun demikian ada peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian, menurut data BPS, mengalami tren kenaikan, dan per Februari 2010 mencapai 42,8 juta orang, atau sekitar 40% dari keseluruhan angkatan kerja nasional yang mencapai 107,4 juta orang. Terjadinya pengangguran yang melonjak 10 kali lipat pada tahun 1997. Pada tahun 2001 pengangguran terbuka 8 juta atau 8,10%, tahun 2003 meningkat menjadi 10,13 juta atau 9,85%. Belum lagi pada Juni 2010, terjadi inflasi di daerah perdesaan di Indonesia sebesar 0,71 persen terutama dipicu oleh subkelompok bahan makanan.
Dalam situasi ketiadaan pembaruan agraria dan sempitnya lahan petani, konflik agraria antara petani melawan pengusaha dan negara berlangsung secara massif dan menjadi konflik sosial berlarut. Dalam konflik ini, petani terus dihadapkan dengan penangkapan, penembakan serta berbagai tindak kekerasan dan kriminalisasi terus dihadapi petani dalam memperjuangkan pembaruan agraria. Potret kasus agraria dalam beberapa tahun ini dapat kita lihat yakni: kejadian Bulukumba, tragedi Tanak Awuk 2005, kriminalisasi petani garut 2006, kasus petani di Lampung, dan terakhir penembakan 12 petani Rengas Ogan Ilir -Sumatera Selatan pada Desember 2009, serta di awal tahun 2010 terjadi kasus petani di Kampar Riau, dan banyak kasus lainnya. Sementara itu ditengah mahalnya Satuan Produksi Pertanian, ternyata inisiatif para petani pemulia benih untuk menyediakan benih lokal yang murah bagi petani, justru mereka dikriminalkan.
Ironi yang kemudian terjadi, Indonesia sebagai bangsa agraris yang merupakan produsen dan lumbung pangan, justru menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia saat ini. Sejak tahun 1998-2006, hampir 50 % beras yang di perdagangkan di tingkat internasional atau kira-kira 2 juta ton lebih di impor ke Indonesia.
Pada peringatan HTN ke 50 ini kami menuntut kepada pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, Kementrian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Kepolisian dan DPR untuk segera menjalankan mandat UUD 1945 dan UUPA 1960 bahwasanya kekayaan alam untuk sebesar-besar rakyat:
Dalam rangka mendesakkan dan mendorong terlaksananya tuntutan-tuntutan kaum tani Indonesia ini, Panitia Bersama Peringatan Hari Tani Nasional ke-50 akan melakukan berbagai bentuk kegiatan peringatan hari tani dan kampanye nasional secara serentak. Berbagai rangkaian kegiatan yang akan dilakukan, antara lain: konferensi pers, talk show di berbagai media, audiensi penyerahan tuntutan petani ke lembaga terkait dan melakukan pengorganisasian massa secara massif dengan kegiatan forum petani Indonesia dan diakhiri dengan puncak konsolidasinya adalah aksi massa pada 24 September 2010 dengan mengerahkan 10.000 petani di Jakarta dan ribuan petani di wilayah anggota.
Untuk itu kami Panitia Bersama Peringatan Hari Tani Nasional ke 50, menyerukan kepada seluruh massa, anggota, kader dan pengurus organisasi tani, serta komponen rakyat lainnya –nelayan, masyarakat adat, buruh, dan miskin kota sebagai kekuatan pelopor yang terorganisir dalam satuan-satuan organisasi rakyat dan menjadikan Hari Tani Nasional Ke 50 ini sebagai bentuk perjuangan bersama mewujudkan pembaruan agraria sejati di Indonesia.
Atas Nama Kaum Tani Indonesia:
Serikat Petani Indonesia, Aliansi Petani Indonesia, Wahana Masyarakat Tani Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice, Koalisi Anti Utang, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan, Pemuda Demokrat Indonesia, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Serikat Buruh Indonesia, Bina Desa, Solidaritas Perempuan, Institute of Global Justice, Serikat Nelayan Indonesia, Lingkar Studi Aksi Demokrasi Indonesia
Kontak:
Ketua Umum SPI: Henry Saragih, 0811 655 669, hsaragih@spi.or.id
Koordinator Aksi nasional, Agus Ruli Ardiansyah, 081585138077, ruli@spi.or.id
=============================================================
SERIKAT PETANI INDONESIA (SPI)
Jl. Mampang Prapatan XIV No.5, Jakarta 12790
Telp. +62 21 7991890 Fax. +62 21 7993426 Email. spi@spi.or.id
www.spi.or.id