MEDAN. Dalam rangka peringatan Hari Perjuangan Petani Internasional yang jatuh pada 17 April yang lalu, Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara (Sumut) menggelar diskusi dengan tema Strategi Perjuangan Pembaruan Agraria yang diadakan di Sekretariat SPI Sumut (30/05).
Diskusi yang menghadirkan empat narasumber yang berasal dari berbagai bidang yang berbeda ini disambut antusias oleh peserta diskusi yang merupakan petani anggota SPI Sumut yang berasal dari kabupaten-kabupaten sebaran anggota SPI Sumut.
Tujuan dilaksanakannya diskusi ini selain untuk memperingati perjuangan petani internasional juga untuk mencari strategi dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam perjuangan pembaruan agrarian mengingat tingginya konflik agrarian yang ada di Sumatera Utara. Saat ini setidaknya ada sepuluh basis anggota SPI Sumut yang sedang berjuang untuk mempertahkan hak mereka atas tanah yang telah dirampas oleh pihak perkebunan baik perkebunan swasta maupun perkebunan milik Negara.
Berbagai usaha dan cara telah dilakukan petani anggota SPI dalam merebut kembali lahan mereka namun terkadang perjuangan itu tidak menemukan titik berat. “Saya merupakan salah satu korban dari tindakan kriminalisasi terhadap petani” ujar Jumadi alias Ribut, Ketua SPI Basis Damak Maliho Kabupaten Deli Serdang. Laki-laki berusia 60 tahun ini pernah mengalami tindak kriminalisasi, dipenjarakan selama lima bulan sepuluh hari karena berjuang mempertahankan haknya atas tanah yang selama ini dikuasai oleh PTPN IV Kebun Adolina.
Lain lagi halnya dengan nasib yang dialami oleh petani anggota SPI Basis Simpang Kopas Kabupaten Asahan. Selama belasan tahun mereka berjuang untuk merebut kembali lahan yang telah dikuasai oleh PT Jaya Baru Pertama, namun sampai hari ini intimidasi dan terror sering mereka alami. “Seolah pemerintah menutup mata akan nasib kami sebagai petani. Pihak kepolisian yang seharusnya membela rakyat kecil malah lebih memilih berpihak kepada perusahaan” ungkap Amron, Ketua SPI Ranting Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan yang juga merupakan anggota SPI Basis Simpang Kopas.
Sebagian besar petani mengalami tekanan baik dalam memperjuangkan hak mereka atas tanah, bahkan dari segi perundang-undangan pun petani adalah pihak yang selalu dirugikan. Sebut saja UU Kehutanan, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, serta UU Usaha Budi Daya Tanaman. Kesemua UU tersebut dibuat hanya untuk menguntungkan pihak perusahaan dan pemodal, sedangkan posisi petani semakin tersudutkan.
“Petani akan semakin tergantung dengan perusahaan besar atau kita (petani-red) akan menjadi buruh di perusahaan itu, itulah yang disebut koorporatisasi” ungkap Henry Saragih Ketua Umum Badan Pelaksana Pusat (BPP) SPI yang merupakan salah satu pemateri dalam diskusi ini.
Wagimin, Ketua BPW SPI Sumut, dari awal diskusi ini berlangsung sangat mengharapkan akan ada satu formula baru dalam perjuangan pembaruan agrarian. “Perjuangan mewujudkan pembaruan agraria ini sudah lama kita lakukan namun sampai saat ini tidak banyak perubahan yang dapat dirasakan oleh petani, pemerintah justru banyak merngeluarkan peraturan yang tidak memihak kepada rakyat, jadi harapannya dengan diadakannya diskusi ini kita dapat membuat strategi baru di bidang pembaruan agraria” ungkapnya pada saat membuka diskusi ini.
Diskusi yang digelar mulai pagi hingga sore hari ini akhirnya menghasilkan beberapa poin yang perlu diperhatikan. Petani harus mempunyai kemampuan dalam memahami undang-undang yang sering digunakan sebagai dalih untuk mengkriminalisasi petani, petani harus lebih progresif dalam menanggapi isu-isu yang berkenaan dengan pembaruan agraria, dan yang lebih penting lagi petani harus bersatu dan merapatkan barisan dalam perjuangan untuk mewujudkan pembaruan agraria sejati.