JAKARTA. Pemerintah perlu mengambil langkah serius untuk menangani krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19, termasuk bagi para buruh yang bekerja di pedesaan. Hal ini disampaikan oleh Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), dalam keterangan tertulisnya menyikapi peringatan Hari Buruh 1 Mei 2020.
“Kita harus sadar,yang terkena dampak Pandemi ini tidak hanya para buruh yang bekerja di perkotaan, buruh tani dan buruh perkebunan di desa juga terkena dampaknya,” ujar Henry dari Medan, Sumatera Utara pagi ini (01/05).
Henry menyebutkan kondisi buruh tani dan buruh perkebunan di Indonesia berada dalam situasi yang belum sejahtera. Daya beli bagi buruh tani, mengalami penurunan di tengah kenaikan harga akibat pandemi Covid-19 karena kenaikan harga-harga kebutuhan rumah tangga. Sementara bagi buruh perkebunan, kondisi menjadi lebih kompleks mengingat sistem kerja di perkebunan Indonesia masih mewarisi sistem kerja yang sama seperti era kolonial.
Henry melanjutkan, jumlah buruh tani juga mengalami peningkatan di desa. Banyaknya perampasan tanah (land grabbing), dan dampak dari pasar bebas, mengakibatkan petani kehilangan tanah yang sebelumnya mereka kuasai.
“Hal ini menjadi semakin parah ketika tanah-tanah yang sebelumnya dikuasai terkonversi menjadi industri perkebunan dan industri ekstraktif lainnya seperti pertambangan,“ katanya.
Mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2018, jumlah petani gurem di Indonesia mencapai 16,2 juta jiwa. terdapat penurunan lahan baku sawah di Indonesia dari yang sebelumnya 7,75 juta hektar menjadi 7,1 juta hektar.
“Jumlah petani gurem juga meningkat. Pemuda-pemudi desa gamang untuk memulai bertani ketika selesai di bangku sekolahan yang menyebabkan tingginya pengangguran di pedesaan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya migrasi penduduk dari pedesaan, baik itu ke luar negeri menjadi tenaga kerja maupun berangkat ke kota menjadi tenaga kerja musiman, menjadi buruh,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, Pandemi Covid-19 telah berdampak sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat maraknya pemutusan hubungan kerja bagi buruh dan karyawan di Indonesia, selama Pandemi Covid-19 terjadi. Sampai dengan tanggal 20 April 2020 terdapat 2,08 juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja, dengan rincian 1,54 juta orang pekerja di sektor formal, dan 538 ribu dari sektor informal .
Menyikapi kondisi tersebut, Henry mendorong agar pemerintah mengambil kebijakan yang tepat terkait penanganan Covid-19 dan bantuan kepada para buruh yang terkena dampak dari pandemi tersebut. Salah satunya adalah membatalkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, yang saat ini tengah berlangsung di DPR-RI.
“Kondisi krisis yang dialami para buruh dan orang-orang yang bekerja di pedesaan ini akan menjadi lebih buruk lagi apabila RUU Cipta Kerja disahkan. Kita mencermati isi dari RUU Cipta Kerja, dimana dalam klaster-klaster pembahasannya, seperti klaster kemudahan investasi, klaster pengadaan lahan, justru melanggengkan industri-industri perkebunan dan ekstraktif di pedesaan. Hal ini nantinya akan mempersulit kehidupan para petani, buruh tani, dan orang-orang yang bekerja di pedesaan” tambahnya.
Henry mennyebutkan, SPI mengajak semua gerakan petani, rakyat yang bekerja di pedesaan, untuk mendesak dihentikannya pembahasan RUU Cipta Kerja.
“Pembahasan RUU Cipta Kerja harus segera dihentikan. Jika memang mau mengantisipasi dampak dari krisis akibat Pandemi Covid-19, pemerintah dapat mencontoh kebijakan yang diambil Thailand, yakni menampung buruh-buruh yang terkena PHK atau rakyat yang terkena dampak krisis untuk kembali ke desa dan diberikan penguasaan tanah untuk memproduksi pangan,” sebutnya.
“SPI mengapresiasi program “Mari Menanam” yang dikeluarkan pemerintah. Di sini peran pemerintah untuk menyediakan ketersediaan lahan menjadi vital melalui program reforma agraria dari Nawacita Jokowi,” sambungnya.
Henry menegaskan, selain program reforma agraria harus fokus pada implementasi dari program-program seperti reforma agraria dan pembangunan pedesaan, kedaulatan pangan, dan penguatan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani dan orang-orang di pedesaan. Hal ini dapat menjadikan perekonomian Indonesia kokoh dalam menghadapi krisis akibat Pandemi Covid-19.
“Tidak lupa untuk mewujudkan program 1.000 desa mandiri benih yang juga tercantum dalam Nawacita Jokowi,” tambahnya.
Henry menambahkan SPI juga mendorong tumbuhnya industri nasional. Yang dimaksud industri nasional adalah industri yang mengolah kekayaan alam Indonesia, baik itu dari hasil perkebunan, kehutanan, maupun pertambangan, menjadi bahan hasil industri.
“Hal ini agar Indonesia tidak hanya sekadar menjadi pengekspor barang-barang mentah di sektor perkebunan, pertambangan, maupun kehutanan. Industri nasional juga dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nasional, sehingga tidak mengalami ketergantungan dari luar negeri. Tentunya kaum buruh menjadi bagian penting di dalamnya. Oleh karena itu upah yang layak wajib hukumnya, jangan sampai ada eksploitasi buruh,” tutupnya.
Narasumber:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668