JAKARTA. Hari Tani Nasional dirayakan dengan suka cita setiap tanggal 24 September setiap tahunnya oleh kaum tani Indonesia.
Ditilik dari sejarahnya, peringatan Hari Tani Nasional ini mencerminkan harapan yang amat besar. Pada tahun 1960, Presiden RI Soekarno menetapkan Undang-Undang (UU) No. 5/1960–yang lebih dikenal dengan UU Pokok Agraria. UU inilah yang menjadi harapan besar untuk redistribusi tanah, air dan benih bagi rakyat tani Indonesia.
Semangat inilah yang mendasari keriaan petani setiap tahunnya. Maka tak heran tiap tanggal 24 September, pesan-pesan yang kerap muncul adalah yang bertujuan membongkar ketidakadilan struktur agraria. Juga pesan-pesan untuk peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan.
Hal ini karena mayoritas petani masih gurem. Akses terhadap tanah, air, benih, permodalan juga masih sulit. Sementara itu, kaum tani malah jadi yang paling terancam kelaparan, juga kemiskinan. Di banyak daerah, petani kita kerap bertempur dengan aparat negara dan swasta–demi menanam pangan.
Semangat Hari Tani Nasional masih sangat relevan hingga saat ini. Tanah adalah modal dasar bertani. Kepemilikan tanah rata-rata petani cuma 0.3 hektar per keluarga. Nawacita Jokowi memandatkan redistribusi tanah seluas 9 juta hektar.
Air apalagi. Di tahun 2015 ini kita terpapar El Nino. Kekeringan melanda puluhan kabupaten. Irigasi masih rusak 52 persen. Air minum sehat masih menjadi kendala di pedesaan maupun perkotaan! Hari Tani Nasional juga tak luput menyoroti hak atas air, terutama untuk produksi pangan dan kelangsungan hidup masyarakat desa.
Petani adalah sokoguru bangsa. Mereka penyedia pangan di meja makan semua. Namun petani sering kali dilupakan. Profesi petani tak lagi atraktif. Pun konotasi petani Indonesia itu gurem, kucel, miskin, bodoh.
Padahal, kaum tani setiap hari tetap bergerak: menuntut haknya, mengelola tanah, berproduksi, berorganisasi.
Hari Tani Nasional harus diperingati segenap bangsa Indonesia dengan kegembiraan. Bahwa kita masih punya petani, bahwa kita harus selalu menyejahterakan petani. Keppres 169 tahun 1963 menjadi bukti pentingnya peran dan posisi petani di negeri ini.
Maka sadarilah, bahwa misi-misi untuk mencapai hak atas tanah (ada ribuan konflik tanah hingga jutaan hektar, dan ratusan ribu keluarga yang menghadapi masalah tanah), hak atas air, serta produksi pangan lokal nan sehat–demi kedaulatan pangan–adalah misi kita semua. Semua rakyat insya Allah untung. Maka dari itu, seluruh rakyat harus ikhlas dan gegap gempita merayakan Hari Tani Nasional.
Tua-muda (terutama yang muda!), miskin atau kaya, semua harus rela petani sejahtera. Jika petani sejahtera, roda ekonomi pedesaan berputar, produksi berjalan. Rakyat kita pun mandiri, berdaulat pangan. Jika ini tercapai, maka krisis ekonomi bukan lagi momok yang menakutkan.
Presiden Jokowi juga menaruh perhatian besar pada petani. Lihat Nawacita. Lihat kedaulatan pangan yang jadi gema di mana-mana. Juga pada beberapa kali pertemuan dengan petani SPI, Beliau menyatakan akan mendatangi para petani secara langsung. Merayakan Hari Tani Nasional bersama.
Kaum tani tentu menyambut baik itikad baik pemerintah, apalagi dari Presiden RI–tanpa perantara. Oleh karena itu, pada perayaan Hari Tani Nasional tahun ini, harapan kita besar.
Kita siap bekerja keras. Bergotong-royong dengan pemerintah, juga segenap elemen gerakan rakyat yang lain, untuk meredistribusi tanah, air, benih, modal untuk petani.
Kita siap membuat sejarah.
Mari bekerja. Bergotong-royong. Demi pembaruan agraria sejati, demi kedaulatan pangan rakyat. Demi kesejahteraan petani.
Mantap semoga kita dapat mendorong petani sebagai garda depan untuk mewujudkan nawacitnya pak Presiden, yaitu Joko Widodo.. Hidup petani, hidup rakyat…