JAKARTA. Dalam perjalanan saya yang lalu ke berbagai daerah untuk mengunjungi anggota SPI, saya melihat semakin absennya sentuhan pemerintah terhadap kegiatan pertanian. Hampir semua pengurus SPI di NTB dan NTT melaporkan kegagalan tanam dan panen, akibat datangnya serangan hama yang tak terduga; hujan juga tidak kunjung datang, padahal dalam perhitungan kebiasaan petani sudah seha- rusnya datang.
Sesungguhnya perubahan iklim itu sudah nyata terjadi di tengah masyarakat dan kehidupan kita. Tapi saya melihat, pemerintah yang seharusnya mengemban tugas dan mengambil langkah-langkah untuk menghadapi perubahan itu sepertinya tidak memiliki program yang terencana dan konkrit di tengah-tengah masyarakat kita. Sepertinya pemerintah membiarkan keadaan berjalan begitu saja. Pemerintah lebih banyak membicarakan upaya mengatasi perubahan iklim dengan melakukan penghutanan kembali melalui pengembangan pasar karbon dan memperdagangkan perubahan iklim. Pemerintah Indonesia melalui presidennya lebih menonjolkan citra sebagai orang yang sangat peduli pada perubahan iklim dan penyelamatan bumi.
Banyak persoalan lain di bidang pertanian yang dalam penyelesaiannya tidak mendasarkan pada apa yang sebaiknya bagi rakyat dan bumi Indonesia, tetapi lebih berdasarkan apa yang baik bagi pasar Internasional. Kebijakan perkebunan kelapa sawit, pangan, air adalah beberapa contohnya. Seolah-olah pemerintah sangat peduli sekali dengan petani.
Selama periode pemerintahan reformasi ini cukup banyak undang-undang yang dikeluarkan. Kesan pertama orang tentu beranggapan betapa pemerintah sangat peduli kepada petani, pangan, air, dan penyelematan hutan dan alam ini. Tetapi apabila kita telusuri lebih jauh lagi, isi dari undang-undang tersebut adalah usaha untuk melegitimasi perusahaan-perusahaan besar dalam menguasai sektor pertanian, pangan, dan air di negeri kita tercinta ini.
Ini adalah karakter dari pemerintahan yang sangat liberal. Pemerintah tidak memiliki arah yang mau dituju secara jelas. Kekuatan unsur negara dan pemerintah berjalan dengan merespons apa yang dikehendaki pasar saja. Tidak melihat apa yang seharusnya dilakukan diantara begitu banyak persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Kita tidak bisa membiarkan ini.
Kaum tani harus bergerak menentukan arah bangsa ini. Kita harus membuat desain tentang kebijakan agraria di Indonesia. Kita harus membuat grand design tentang pangan di Indonesia, dan langsung mempraktekkannya sambil terus mendesak pemerintah menjalankan apa yang seha- rusnya dijalankan negara.
Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Koordinator Umum La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional)