JAKARTA. Kebijakan pertanian Indonesia yang berada di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono membingungkan. Setidaknya hal ini yang menjadi garis besar dari Forum Konsultasi Nasional Petani Indonesia (FKNPI) yang bertemakan “Meneguhkan Kedaulatan Pangan Dalam Rangka Mencegah Krisis Pangan” yang diadakan di Gedung PKK, Jakarta, mulai tadi pagi (10/08).
Bustanul Arifin yang hadir sebagai pembicara menyatakan bahwa kebijakan stabilisasi harga pertanian yang dilakukan oleh pemerintah masih penuh keraguan. Menurutnya pemerintah perlu secara lebih berimbang, memperhatikan kepentingan petani produsen tanpa melupakan kepentingan konsumen, terutama pada kondisi global dan fluktuasi harga pangan di pasar internasional seperti saat ini.
“Pemerintah misalnya perlu menyusun instrumen kebijakan stabilisasi harga gabah yang lebih efektif, misalnya memberikan jaminan harga gabah petani memadai terutama pada musim panen raya,” tutur Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung ini.
Ekonom Senior INDEF ini juga menyampaikan bahwa di lapangan, reforma agraria wajib dilaksanakan di seluruh negeri agar skala usaha rumah tangga tani mampu memenuhi tingkat keekonomiannya.
“Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, masalah pangan adalah soal hidup mati, seharusnya pemerintah lebih serius,” tambahnya.
Sementara itu, Hermas Prabowo, wartawan harian nasional terkemuka menyampaikan bahwa saat ini ketergantungan Indonesia akan impor semakin besar, apalagi sejak diberlakukannya CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Dia menyampaikan bahwa Indonesia hanya unggul di sektor perkebunan walaupun kepemilikan lahannya lebih banyak dikuasai oleh pihak swasta asing, kecuali perkebunan karet.
“Hingga April 2011, kita telah order untuk impor 1,6 Juta ton beras, impor jagung 1,5 Juta ton, kedelai 2 juta ton, gula 2,6 juta ton, gandum 4-5 juta ton, sementara itu terjadi distribusi aset lahan yang tidak merata yakni 8 juta hektare lahan untuk 18 juta petani, sedangkan 300.00 hektare lahan sawit hanya untuk satu perusahaan,” tuturnya.
“Kebijakan pertanian haruslah bertolak dari kebutuhan petani, bukan kemauan politisi, birokrasi dan mimpi kekuasaan,” tambahnya.
Erizal Djamal, dari Litbang Kementerian Pertanian yang juga hadir sebagai pembicara menyampaikan bahwa Kementerian Pertanian hanya bisa berkontribusi 20 persen untuk mengatasi masalah pertanian Indonesia.
“80 persen lagi berasal dari pihak-pihak lain seperti dari ormas-ormas petani yang datang disini. Oleh karena itu saya sangat menghargai inisiatif teman-teman semua yang terus berupaya mengatasi masalah pertanian dan memperjuangkan kepentingan petani kecil,” tandas pria yang juga aktif di Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ini.
Konsolidasi Ormas Tani se-Indonesia
FKNPI yang diselenggarakan bersama oleh Serikat Petani Indonesia (SPI), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) dan Aliansi Petani Indonesia (API) ini juga bertujuan untuk mengkonsolidasikan semua ormas tani di Indonesia.
Henry Saragih, Ketua Umum SPI mengemukakan bahwa semoga dengan diadakannya forum ini seluruh ormas tani dari seluruh lapisan menyatu dan bersama-sama menyelesaikan persoalan pangan dan petani di Indonesia.
“Saya yakin apabila semua ormas tani yang hadir disini bersatu maka kedaulatan pangan dan kesejahteraan kaum tani dapat segera terwujud, konsep kedaulatan pangan sendiri telah menjadi konsep alternatif yang digunakan oleh FAO (Organisasi Pangan Dunia) sejak konsep ketahanan pangan dikeluarkan pada tahun 1996 yang lalu,” ucap Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).
Agusdin Pulungan, Ketua Umum WAMTI menambahkan bahwa diharapkan melalui forum ini ormas tani bisa lebih “berkomunikasi” dengan pihak pemerintah, sehingga pemerintah akan menelurkan kebijakan yang benar-benar pro kepada petani.
“Saya melihat saat ini pemuda tani lebih senang mengojek daripada bertani, karena dia merasa akan lebih cepat dapat penghasilan. Oleh karena itu pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang mampu mendorong generasi muda yang notabene merupakan generasi penerus bangsa untuk mau terjun bertani,” katanya.
Sementara itu, Muhammad Nuruddin dari API mengharapkan forum ini mampu menghasilkan praktek-praktek yang mendukung kedaulatan pangan untuk mencegah krisis pangan, sekaligus mengkonsolidasikan ormas-ormas tani di seantero Indonesia
Acara ini sendiri berlangsung selama dua hari (10-11 Agustus 2011) dan dihadiri oleh perwakilan ormas tani se-Indonesia.