Pertanian organik di Taiwan

Pada tanggal 5-12 Juni lalu La Via Campesina regional mengunjungi Taiwan dalam rangka menghadiri seminar tentang alternatif menghadapi krisis yang dilaksanakan oleh Univeristas Nasional Cheng Kung di kota Tainan, yang berjarak sekitar 1,5 jam dengan kereta api cepat dari Taipe.

Salah satu alternatif yang dihasilkan dari pertemuan ini adalah mendukung pertanian organik dan menghapuskan campur tangan perusahaan raksasa (TNC) dalam melakukan perdagangan di sektor pertanian dan perikanan. Pertanian yang dilakukan oleh petani kecil dan masyarakat adat juga diyakini mampu mengurangi laju pemanasan global dan menyelamatkan lingkungan hidup dari perubahan iklim dan kehancuran.

Selain seminar juga diadakan kunjungan ke pertanian organik di desa bernama Mi Nong selama satu hari, dimana sebagian besar penduduknya adalah suku Hakka yang berimigasi ke Taiwan 400 tahun yang lalu. Di Mi Nong ini rencananya akan dibangun waduk raksasa yang akan menggusur lebih dari satu juta orang dan menenggelamkan hutan serta lembah kupu-kupu kuning yang sangat dihormati oleh suku Hakka. Kupu-kupu kuning diyakini merupakan mahluk hidup yang pertama yang akan mengorbankan diri untuk keselamatan manusia. Riset membuktikan bahwa kupu-kupu akan mati jika ditemukan polusi di wilayahnya dan tidak dapat berkembang biak bahkan dalam polusi udara yang sangat kecil sekalipun. Penduduk Mi Nong melakukan penolakan terhadup dibangunnya bendungan tersebut dan tetap melakukan pendidikan publik agar lebih banyak orang paham tentang konservasi alam dan perlindungan terhadap budaya suku Hakka.

Lahan pertanian organik yang kami kunjungi dikelola oleh 2 anak muda yang merasa tidak betah tinggal di kota, mereka tidak tahan dengan polusi udara dan tempat kerja yang ber- AC dan serta menghabiskan banyak waktu terjebak di angkutan umum. Kedua pemuda ini lulusan dari sekolah Ekonomi dan Komputer di ibu kota Taipe. Mereka lalu memutuskan untuk kembali ke desa serta mengurus tanah pertanian orang tua yang selama ini menggunakan pestisida kimia yang intensif. Menurut mereka lahan pertanian yang sudah lama menggunakan input kimiawi, setelah dibiarkan selama 3 tahun sudah bisa ditanami dengan produk organik.

Kedua pemuda ini mengikuti kursus organik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan sekarang sudah melaksanakan pertanian tanpa menggunakan pupuk kima. Sayuran, padi, jagung dan labu merupakan produk unggulan mereka. Saat ini di seluruh Taiwan hanya tersisa satu persen petani organik.  Dalam melakukan pertanian mereka menggunakan bibit yang dibeli dari koperasi petani termasuk juga pupuk padat organik, demi untuk menghemat biaya mereka juga membuat pupuk cair yang difermentasikan selama satu bulan dengan menggunakan larutan gula merah sebagai pengurainya.

Petani–petani muda ini juga melakukan tumpang sari dalam menanam sayuran untuk menghalau hama tanaman dan kerusakan. Selain juga menggunakan tutupan plastik karena sinar matahari yang terik atau hujan yang deras dapat merusak tanaman.

Masalah yang dihadapi petani organik di Taiwan adalah tidak adanya pasar yang stabil yang membeli produk mereka, sayur-sayuran dijual ke restoran-restoran sekitar dan beras dieksport ke Jepang dengan harga dua kali lipat lebih mahal. Selain itu bencana angin topan atau taifun merupakan masalah yang selalu dihadapi seluruh petani, karena angin topan akan merusak hasil panen dan membuat petani bangkrut. Pemerintah didesak untuk memberikan subsidi kepada petani korban angin topan agar mereka bisa memulai lagi bertani.

Saat ini di Taiwan ada 314 organisasi petani yang dibentuk pemerintah dan mendapat bantuan dana setiap tahun untuk kelompok tani mereka. Sementara hasil pertanian petani Taiwan hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional sebesar 30% saja. Selebihnya kebutuhan pangan harus di impor dari luar negeri seperti jagung dan beras dari Amerika Serikat.

Dari pertanian organiknya kedua pemuda tani ini bisa mendapatkan penghasilan bulanan sebesar 7 juta sebulan sementara dari kerja di kota dahulu penghasilan mereka sebesar 10 juta sebulan. Kedua pemuda ini bersyukur karena mereka bisa bertani, dan tidak selalu terkurung di dalam ruang ver-AC sementara mereka mampu untuk menyediakan makanan sehat bagi keluarga.

ARTIKEL TERKAIT
Aksi Pemuda Tani di Medan, Tolak Alih Fungsi Lahan
SPI basis Damak Maliho demo DPRD Sumut
SPI Audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan...
DPW SPI Sumatera Utara Selenggarakan Diskusi UU Perlintan DPW SPI Sumatera Utara Selenggarakan Diskusi UU Perlintan
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU