SLEMAN. Erupsi Gunung Merapi akhir 2010 lalu sempat meluluhlantakkan pertanian di sekitaran Sleman, Yogyakarta. Berjalan tiga tahun, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Yogyakarta berhasil mengolah lahan hasil erupsi tersebut menjadi lahan pertanian produktif. Terletak di Dusun Sidorejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yokyakarta, terdapat dua hektare lahan yang siap menjadi pemasok pangan bagi daerah sekitarnya.
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Yogyakarta Tri Haryono mengungkapkan, lahan seluas dua hektare tersebut akan digarap bersama sebagai percontohan.
“Masih ada harapan pasca erupsi Gunung Merapi, tidak perlu menunggu sampai 10 tahun. Sekarang pun sebenarnya kita sudah pernah panen jagung, kacang dan lainnya. Ke depannya, demplot ini akan dijadikan percontohan sekaligus wilayah agriwisata dan penataan lahan. Lahan seluas dua hektare ini merupakan pinjaman salah satu masyarakat yang simpati dengan perjuangan kita disini, saat ini baru kami olah seluas 2.000 m,” papar Tri pada saat peresmian salah satu demplot pertanian agroekologis SPI di Sleman, Yogyakarta (27/04).
Sementara itu, menurut Ketua Umum SPI Henry Saragih, demplot itu adalah suatu yang alamiah. Oleh karena itu menurutnya dalam pembuatan demplot haruslah dilakukan secara alamiah agar dapat ditiru orang banyak.
“Tanah yang berwarna abu-abu dan lembut ketika dipijak menanda kesuburan luar biasa. Hari ini kami datang kemari dan langsung menanami demplot ini dengan kacang tanah sebagai tanda dimulai dan dibukanya salah satu demplot yang dikelola oleh DPW SPI Yokyakarta,” ungkap Henry.
Dalam kesempatan tersebut Henry juga menjelaskan bahwa saat ini di dunia telah terjadi kelaparan yang sangat besar, sistem ekonomi neoliberal telah gagal.
“Karena itu kita sebagai petani harus mampu memberikan alternatif dalam sistem pangan dunia ini, yakni kedaulatan pangan. Walau masih jauh dicapai, kedaulatan pangan memberikan harapan kepada petani kecil, pertanian keluarga. Karena pertanian keluargalah yang sebenarnya memberi makan dunia. Dalam kedaulatan pangan peran pertanian keluarga adalah sentral. Karena sistem ini terbukti mengurangi kelaparan, membuka lapangan kerja serta menumbuhkan harmonisasi manusia dengan alam. Beda dengan ekonomi neoliberal dalam pertanian, mereka mengekploitasi, teknologi bibit, pestisida dan pupuk kimia telah merusak alam. Sistem perdagangan pangan mereka menyebabkan pangan menjadi rumit dan tidak sehat.” papar Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).
Anggota Majelis Nasional Petani (MNP) SPI asal Yogyakarta Muhyidin mengingatkan pengalamannya bahwa dalam demplot itu akan berhasil dimulai dengan integrated farming menjadi lahan optimal.
“Diharapkan percontohan di demplot ini bisa direplikasi oleh petani anggota SPI lainnya dan masyarakat banyak,” tuturnya.