JAKARTA. Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) mengeluarkan laporan situasi hak asasi petani Indonesia selama 2021. Ketua Departemen Kajian Strategis DPP SPI Mujahid W. Saragih menyampaikan, laporan ini disusun untuk mengukur bagaimana penerapan situasi hak asasi petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan.
“Indikatornya adalah pasal-pasal kunci di dalam Deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Pedesaan (United Nations Declaration on The Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas/UNDROP),” kata Mujahid dari Medan siang ini (21/12).
“Pasal-pasal kunci tersebut adalah Pasal 2 tentang Kewajiban Umum Negara; Pasal 4 tentang Hak Perempuan di Perdesaan; Pasal 7 tentang Kebebasan Bergerak; Pasal 10 tentang Hak untuk Berpartisipasi; Pasal 12 tentang Hak untuk Mengakses Keadilan; Pasal 15 tentang Hak atas Pangan dan Kedaulatan Pangan; Pasal 16 tentang Hak atas Penghasilan dan Penghidupan yang Layak serta Cara Produksi; Pasal 17 tentang Hak atas Tanah; Pasal 19 tentang Hak atas Benih; dan Pasal 20 tentang Hak atas Keanekaragaman Hayati,” sambungnya.
“Jadi rilis ini akan kita keluarkan dalam tiga bagian agar laporan masing-masing pasal di atas bisa tersampaikan dengan maksimal,” lanjutnya.
Pasal 2 tentang Kewajiban Umum Negara
Mujahid memaparkan, SPI menilai pemerintah belum melaksanakan kewajiban yang termaktub dalam pasal 2 ayat 1 UNDROP yang berbunyi “negara harus menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak petani dan orang yang bekerja di pedesaan. Mereka harus segera mengambil langkah-langkah legislatif, administratif dan langkah lainnya yang layak untuk secara progresif mencapai pewujudan penuh hak-hak yang ditetapkan dalam Deklarasi ini yang pada saat sekarang tidak dapat dijamin dengan segera.”
“Pemerintah justru mengesahkan Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. SPI mencatat dari 78 peraturan perundang-undangan terdampak oleh UU Cipta Kerja, setidaknya terdapat 4 undangundang yang berkaitan erat dengan petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan, yaitu: UU Pangan; UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani; UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan UU Hortikultura. Tidak hanya itu, UU Cipta Kerja menambahkan pasal baru tentang Bank Tanah, Hak Pengelolaan dan Pemilikan terhadap Warga Asing yang bertentangan dengan semangat UUPA 1960,” paparnya.
Mujahid melanjutkan, hingga tahun 2021 ini, masih jelas terlihat bahwa sejumlah aktor non-negara khususnya perusahaan baik nasional maupun transnasional tidak menunjukkan sikap menghormati dan memperkuat hak petani dan orang yang bekerja di pedesaan. Padahal hal ini diatur dalam pasal 2 ayat 5 yang berbunyi “negara harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan dimana para pelaku non-negara yang berada dalam posisi mengatur, seperti individu swasta dan organisasi swasta, dan perusahaan transnasional dan bisnis lainnya, menghormati dan memperkuat hak-hak petani dan orang yang bekerja di pedesaan.”
Mujahid menjelaskan, fenomena tersebut dapat terlihat secara jelas apabila mengamati kasus-kasus konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Contohnya saja konflik agraria yang terjadi di Tanjung jabung timur, Jambi Ketika petani berkonflik dengan perusahaan nasional yakni PT. Wirakarya sakti, PT. Kaswari Unggul dan PT. Mendahara Agro Jaya Lestari yang terus melakukan intimidasi, merusak pondok, tanaman hingga melakukan ancaman dengan kekerasan agar petani pergi dari lahannya.
Contoh perusahaan transnasional yang terlibat dalam konflik agraria juga dapat dilihat kembali di Jambi maupun di Sumatera Utara. PT. Lestari Asri Jaya yang merupakan anak dari perusahaan patungan antara Barito Pacific dan Michelin (Perancis), mencoba menggusur lahan petani. Junawal, petani anggota SPI yang mencoba mempertahankan lahannya dari gusuran tersebut hari ini malah dipenjara.
Di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Langkat, petani di Desa Mekar Jaya hingga hari ini tetap bertahan, kendati tanah milik mereka digusur oleh PT. Langkat Nusantara Kepong (LNK) tahun 2017 silam. PT. LNK merupakan perusahaan hasil kerja sama atau KSO antara PTPN II dengan Kuala Lumpur Kepong Plantation Holdings Bhd. (Malaysia). Contoh-contoh kasus di atas menunjukkan bagaimana pemerintah sejauh ini tidak mengambil langkah-langkah yang sepatutnya untuk menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahaan terhadap hak-hak petani.
“Sikap pemerintah bahkan cenderung berpihak terhadap perusahaan, dengan dalih investasi dan pertumbuhan ekonomi. Padahal, sejatinya negara harus hadir sebagai pihak yang mengatur untuk mengatur dan memastikan keberadaan korporasi tidak melanggar dan menghormati hak-hak petani dan orang yang bekerja di perdesaan,” paparnya.
Pasal 4 tentang Hak Perempuan di Perdesaan
Hal senada disampaikan Afgan Fadilla Kaban, Ketua Tim Kampanye Hak Asasi Petani DPP SPI. Afgan menjelaskan, pandemi Covid-19 berdampak terhadap menurunnya tingkat kesejahteraan petani dan perempuan perdesaan. Bertambahnya kebutuhan domestik keluarga, seperti untuk pulsa internet maupun perlengkapan teknologi untuk kegiatan pendidikan. Kondisi ini tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan di tingkat petani. Hal ini tampak dari situasi rendahnya harga di tingkat petani, lemahnya daya beli di masyarakat, sampai dengan menurunnya kemampuan ekonomi keluarga karena suami mengalami pemutusan hubungan kerja.
Begitu juga dengan nasib buruh perempuan yang bekerja di perkebunan. Masih berlakunya sistem Buruh Harian Lepas (BHL), mengakibatkan perempuan perdesaan berada di posisi yang rentan karena tidak memiliki kepastian hubungan kerja dan akses terhadap jaminan sosial dan tunjangan sepertipekerja formal. Di masa pandemi Covid-19, kondisi ini jelas semakin memburuk.
Kebijakan yang bersifat diskriminatif ini harus segera diubah. Pasal 4 UNDROP pada ayat (1) secara jelas menyebutkan kewajiban negara untuk melindungi dan menjamin hak-hak petani dan perempuan perdesaan, mulai dari jaminan sosial, kesetaraan akses dalam aktivitas ekonomi melalui lapangan kerja atau wirausaha, dan untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan komunitas.
“Pemerintah dalam hal ini harus mengambil langkah perbaikan, sehingga petani dan perempuan perdesaan dapat menikmati akses yang setara dalam hal layanan pemerintah, seperti bantuan sosial dan jaminan sosial lainnya,” katanya.
Pasal 7 tentang Kebebasan Bergerak: 16.815 KK petani, dan lahan seluas 36.099 hektare Terdampak di 3 Provinsi
Afgan melanjutkan, petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan, dimana pun mereka berada, harus mendapatkan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-haknya. Sayangnya kondisi ini belum dinikmati oleh para petani transmigran, yang masih mendapat diskriminasi dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak mereka.
“Ini sesuai dengan pasal 7 ayat 1 UNDROP yang berbunyi “petani dan orang yang bekerja di pedesaan memiliki hak untuk diakui di mana saja sebagai pribadi di hadapan hukum”, katanya.
“SPI mencatat terdapat bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami oleh para petani diantaranya: (i) belum diberikannya sertifikat tanah bagi para petani transmigran; (ii) tanah transmigrasi diklaim masuk ke dalam konsesi perusahaan/korporasi; dan (iii) tumpang tindih lokasi transmigrasi yang justru masuk dalam kawasan hutan. Kondisi tersebut eksis dan tengah dialami anggota SPI di 8 lokasi, di 3 provinsi (Bengkulu, Kalimantan Tengah dan Jambi),” paparnya.
“Totalnya terdapat 16.815 KK yang dengan luasan lahan 36.099 hektare yang terlibat dalam konflik ini. Para petani yang telah sejak lama membangun kehidupan secara turun-temurun dan mengusahakan tanahnya tidak mendapat pengakuan dari negara atau pemerintah. Hal ini pula yang memicu terjadinya konflik agraria, mengingat tidak diakuinya hak-hak petani transmigran, khususnya hak atas tanah, mengakibatkan petani berada dalam situasi yang rentan apabila dihadapkan dengan perusahaan/korporasi maupun dengan negara (dalam konteks kawasan hutan),” tutupnya.
Kontak Selanjutnya:
Mujahid W. Saragih – Ketua Departemen Kajian Strategis DPP SPI – 0813 7523 9059
Afgan F. Kaban – Ketua Tim Kampanye Hak Asasi Petani DPP SPI – 0813 6151 2131
Unduh versi lengkapnya di sini
Berita Terkait: