JAKARTA. Pada 16 Juni 2014, Organisasi Pangan Sedunia ( FAO) mengumumkan dan memberi penghargaan kepada Chile, Maroko dan China yang sudah mencapai target Millenium Development Goals (MDG) dan World Food Summit dalam hal menurunkan setengah angka kelaparan ( atau kurang dari 5%) dari tahun 1990 sampai tahun 2013. Chile telah mencapai target dari World Food Summit, sementara China dan Maroko mencapai target dari MDGs.
Chile berhasil mengurangi prevelensi kurang gizi dari 9% pada tahun 1990-92 menjadi kurang 5% pada tahun 2011-2013. Sementara China berhasil menurunkan angka kelaparan dari 22,9 % pada tahun 1990-1992 pada tahun 2011-2013..hingga 9,4 %, dan Maroko pada angka 6,7 % hingga 5 % atau dari 1.7 juta penduduk yang lapar pada tahun 1990-1992 hingga 1.6 juta jiwa pada tahun 2011-2013.
Negara-negara lain yang berhasil menurunkan angka dibawah 5 % adalah Argentina, Barbados, Dominika, Brunei Darussalam, Mesir, Iran, Kazakhstan, Lebanon, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Arab Saudi, Afrika Selatan, Tunisia, Turki, dan Uni Emirat Arab.
Bagaimana dengan Indonesia? Direktur FAO Joze Graciano – mengatakan secara langsung kepada SPI saat kunjungannya ke Jakarta Tahun lalu kepada bahwa Indonesia juga mendapatkan penghargaan karena telah menurunkan angka kelaparan dari 22,2 % ( 41,6 juta) pada tahun 1990-1992 hingga 9,1 % (22,3%) pd tahun 2013. Sekilas Indonesia memang seharusnya ada di podium bersama ketiga negara tersebut. Namun mungkin ada kriteria baru dan alasan lain dari FAO, sementara itu pula ada kenaikan angka kemiskinan periode Maret-September 2013 dan juga transformasi semu berupa berkurangnya sekitar 500 ribu rumah tangga pertanian per tahun yang keluar dari sektor pertanian. Belum juga adanya jerat impor pangan dan begitu banyaknya konflik agraria.
Namun demikian angka capaian total semua negara masih jauh dari target, sehingga dipastikan 99% secara global FAO gagal mencapai target MDG dan World Food Summit. Pada tahun 1990-1992 angka kelaparan pada angka 1015 juta orang, sementara pada tahun 2013 angka kelaparan masih pada angka 842 juta atau yang berarti jauh dari target dari setengahnya.
Dengan demikian tantangan berat tentunya bagi FAO dan negara-negara anggotanya, tidak terkecuali Indonesia – yang masih berhadapan dengan perubahan Iklim ekstrim – sebagai akibat model pengelolaan dan pemanfaatan alam oleh korporasi yang eksploitatif dan tidak berkelanjutan – sehingga berakibat krisis pangan dan sekaligus kiris harga pangan ketika korporasi memegang kendali harga pangan internasional.
Demikian pula dengan adanya kompetisi lahan untuk pangan, pakan, energi dan kelestarian alam sebagaimana yang pernah dipaparkan oleh FAO sendiri pada sidang regional asia pasifik tahun 2013. Oleh karena itu saatnya FAO untuk bekerja sama dengan pertanian rakyat dan mengimplementasikan kedaulatan Pangan yang pernah La Via Campesina kepada FAO pada World Food Summit 1996.
Proposal G 77
Sementara itu, di belahan bumi yang lain, sebelum perhelatan forum G77 + China yang dilaksanakan di Bolivia pada 14-15 Juni yang lalu, Presiden Bolivia Evo Morales yang juga pejuang La Via Campesina sebuah proposal yang mencantumkan sembilan poin untuk tatanan dunia baru yang lebih berkeadilan. G77 sendiri didirikan pada tanggal 15 Juni 1964 oleh tujuh puluh tujuh negara-negara berkembang penandatangan dan dideklarasikan di Jenewa.
Berikut kesembilan poin dari proposal tersebut:
1. Pembangunan Berkelanjutan untuk kehidupan yang lebih baik, harmonis dan selaras dengan alam
Kita perlu membangun pandangan yang berbeda dengan perkembangan kapatalis barat, bergerak dari paradigma pembangunan berkelanjutan ke pembangunan yang terpadu demi kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya mencari keseimbangan antara manusia, tapi juga keseimbangan dan harmoni dengan alam dan bumi pertiwi. Tidak ada namanya pembangunan jika memproduksi ketidakpemerataan dan pengecualian (atas golongan tertentu, red). Tidak ada yang namanya kemajuan yang adil dan dicita-citakan, jika kesejahteraan menyebabkan eksploitasi dan penderitaan terhadap yang lain. Pembangunan yang terpadu demi kehidupan yang lebih baik berarti menghasilkan kesejahteraan untuk semua tanpa terkecuali, menghargai keragaman ekonomi dari masyarakat, menghargai pengetahuan lokal dan tanah air –Bumi pertiwi dengan keragaman biologinya yang akan memberi makan generasi di masa depan. Pembangunan yang terpadu demi kehidupan yang lebih baik adalah proses produksi yang memenuhi kebutuhan yang nyata yang tidak untuk mencari keuntungan yang tidak ada batasnya.
2.Kedaulatan atas sumber daya alam dan wilayah stategis
Sebagai Empunya komoditas dan negara, kami berasumsi kedaulatan adalah mengkontrol produksi dan industrialisasi bahan mentah. Nasionalisasi perusahaan dan area strategis memungkinkan negara untuk mengasumsikan kepemimpinan atas produksi, kontrol kedaulatan atas kesejahteraan dan memulai perencanaan untuk industrialiasi bahan mentah dan mendistribusikan keuntungan kepada rakyat. Praktek-praktek kedaulatan atas sumber daya alam dan area strategis tidak berarti isolasi dari pasar dunia – yang dikaitkan dengan pasar-pasar tersebut demi keuntungan negara dan bukan utk segelintir swasta. Pemilik kedaulatan sumber daya alam dan area strategis tidak mencegah partisipasi luar negeri atas modal dan teknologi, investasi sub ordinat, sehingga teknologi mengacu pada kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap negara.
3. Kesejahteraan menjadikan semua pelayanan umum dasar sebagai hak asasi manusia
Tirani terburuk yang mengancam kemanusiaan adalah menjadikan layanan dasar di bawah kontrol korporasi transnasional. Ini berarti kehidupan hanya dikhususkan untuk kepentingan khusus dan tujuan komersial kaum tertentu. Layanan dasar tersebut mulai dari air, listrik, komunikasi, dan sanitasi. Jika hak manusia membuat kami setara terhadap semua, yang mewujudkan kesetaraan akses universal atas pelayanan dasar, maka air membuat kami seperti cahaya komunikasi.
4. Emansipasi sistem keuangan internasional saat ini dan konstruksi kehidupan sebagai arsitek keuangan
Kami mengusulkan untuk membebaskan perbudakan keuangan internasional yang membangun sistem keuangan baru yang memprioritaskan kebutuhan aktivitas produksi negara-negara selatan dalam konteks semua pembangunan. Kami perlu menciptakan dan memperkuat bank negara-negara selatan untuk mempercepat proyek-proyek industri untuk memperkuat pasar dalam negeri regional untuk mempromosikan perdagangan atas dasar solidaritas komplement (untuk melengkapi)
5. Membangun aliansi ekonomi budaya yang besar (sosial budaya), ilmu dan teknoloigi – menguatkan G77 + China
Setelah berabad-abad kolonialisme, transfer kekayaan kepada metropolis kekaisaran dan pemiskinan ekonomi, negara-negara selatan telah mulai mendapatkan kembali peran penting dalam perkembangan economi. Asia dunia, Afrika dan Amerika Latin tidak hanya 77 persen dari populasi dunia, tetapi mencapai sekitar 43 persen dari ekonomi dunia; dan pentingnya ini terus bertambah. Orang-orang di Selatan adalah masa depan dunia.
Untuk masa depan yang layak bagi semua bangsa di dunia, kita perlu suatu integrasi. Tidak ada kerjasama untuk dominasi. Bolivia mengusulkan pembentukan Institut dekolonisasi dan kerjasama Selatan-Selatan, yang bertugas memberikan bantuan teknis kepada negara-negara Selatan, untuk memperdalam pelaksanaan usulan dari G77 + China. Hal ini juga akan memberikan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas untuk pengembangan dan penentuan nasib sendiri; untuk melakukan penelitian; dan mengusulkan bahwa markas besar Institut dekolonisasi adalah di Bolivia.
6. Penghapusan kelaparan dari penduduk seluruh dunia
Untuk menghapus kelaparan, negara-negara selatan harus menciptakan demokrasi dan kesetaraan atas tanah, yang tidak memungkinkan monopoli sumber daya ini melalui perkebunan, tetapi juga mendorong petani kecil dan fragmentasi yang tidak produktif. Lepaskan monopoli transnasional dalam penyediaan sarana produksi pertanian untuk kedaulatan pangan dengan kedaulatan negara, dan memastikan pangan dasar yang kita konsumsi adalah dari stok pangan kita sebagai hasil dari penguatan praktek-praktek ekologi yang produktif, budaya, mereka, serta mendukung pertukaran antara masyarakat.
7. Menguatkan kedaulatan negara tanpa intervensi dan gabungan spionase
Perbaikan kerangka kerja PBB, yakni kerangka kelembagaan baru untuk tata aturan untuk Hidup Sejahtera. Kelembagaan ini merupakan Organisasi internasional yang mempromosikan perdamaian, menghilangkan hirarki global dan promosi kesetaraan negara sebagai syaratnya.
Ini sekaligus untuk memperbaiki Dewan Keamanan PBB. Dewan ini bukannya memastikan perdamaian di antara bangsa-bangsa, tetapi sebaliknya mempromosikan perang dan invasi kekuasaan imperium/penjajah untuk merebut sumber daya alam dari negara-negara menginvasi. Hari ini tidak adalagi yang namanya Dewan Keamanan, yang ada hanyalahDewan Ketidakamanan dan invasi.
8. Memperbaharui negara demokrasi
Era kerajaan, hirarki kolonial dan oligarki keuangan berakhir. Di mana-mana kita melihat orang-orang di seluruh dunia mengklaim peran mereka dalam sejarah. Abad kedua puluh satu harus menjadi abad rakyat, buruh, petani, masyarakat adat, pemuda, perempuan; yaitu, yang tertindas.
9. Tata Dunia Baru dari Selatan untuk umat manusia
Ini saatnya untuk negara-negara selatan. Tapi kita dijajah dan diperbudak, dan bekerja dengan imperialis utara yang mencuri kekayaan kita. Saat ini setiap langkah yang kita ambil hanyalah untuk kemerdekaan negara kita yang jatuh terperosok dan mulai hancur. Tetapi kebebasan kita bukan kemerdekaan negara-negara selatan, melainkan kemerdekaan semua umat manusia karena kami tidak berjuang untuk mendominasi yang lain dan bukan perjuangan untuk mendominasi satu dengan lainnya